32. First Night Yang Tertunda

78 22 0
                                    

Dilarang keras untuk plagiat !! Kalau pengen plagiat. Sepertinya salah lapak. Penulis masih amatir.

Warning⚠️ Berani plagiat berati berani tanggung resikonya nanti di akhirat. Penulis tidak ridho !

***

Sebelum berangkat, Dafi mengajak Alesha menemui ayah mertuanya. Meski istrinya itu sempat menolak. Namun, Dafi kekeh membujuk Alesha.

"Sebenci-bencinya kamu sama ayah. Dia tetap orang tua kamu Sha. Terlepas dari apa yang telah ayah perbuat, kamu harus ingat sampai saat ini, kamu masih memegang kewajiban sebagai seorang anak. Aku gak maksa kamu buat maafin ayah sekarang. Tapi coba buka hati kamu yah." Dafi menggenggam tangan Alesha.

Hembusan nafas terdengar di mulut Alesha. Ia menggeleng kecil. Baginya tak mudah melakukan semua ini.
"Gak bisa Pak."

"Bisa, Aku yakin kamu bukan tipikal orang pendendam. Sekarang kita pamit ke kamar ayah. Mau yah?"

Alesha mengangguk pasrah. Dafi menggenggam tangan istrinya menuju kamar Wisnu, mertuanya.

Tok...Tok...Tok

"Masuk uhuk uhuk." Timpal Wisnu terbatuk. Ia hanya keluar kamar saat pernikahan Alesha kemarin. Selebihnya ia menghabiskan waktu di kamar untuk istirahat.

"Ayah apa kabar?" Tanya Dafi berjalan mendekat.

"Seperti yang kamu lihat Daf." Wisnu menimpali dengan senyum.

"Kalian mau pergi kampus?" Tanya Wisnu kembali.

"Iya. Ayah cepet sembuh yah. Tadi Alesha sempat buatin bubur. Hampir jadi. Sebentar lagi ibu bawa ke sini. Kami pamit. Assalamu'alaikum." Dafi mencium tangan Wisnu.

"Sha." Panggil Dafi karena Alesha hanya bergeming. Kemudian, Alesha meraih tangan ayahnya dan menciumnya.

"Wa'alaikumussalam."

***

Dibawa kemudi Dafi, keduanya sekarang sudah tiba di parkiran kampus. Dafi terlebih dulu memarkirkan mobilnya.

"Kamu ada yang kelupaan gak hari ini?" Tanya Dafi melepas seatbelt miliknya.

"Kelupaan? Kelupaan apa?" Bingung Alesha.

"Beneran gak ingat?" Tanya Dafi sekali lagi.

Alesha menggeleng.
"Alhamdulillah aman kok."

"Lupa punya suami?" Dafi menyodorkan tangannya pada Alesha yang tiba-tiba nyelonong membuka pintu mobil.

"Ah iya lupa Pak."

"Eh ralat. Aku sekarang panggilnya kak aja. Tapi kalo di kelas tetep Pak."

Dafi mengacak gemas kepala Alesha yang terbungkus hijab.
"Senyamannya kamu. Yaudah hati-hati yah. Belajar yang pinter."

Alesha terkekeh, "Iya"

Keduanya berjalan bertolak arah karena Dafi tidak ada mata kuliah di kelas istrinya. Jadi, Alesha menuju fakultas IPB (Ilmu Pengetahuan Budaya). Sedangkan, Dafi berjalan ke arah FEB (Fakultas Ekonomi dan Bisnis).

***

Kelas masih satu jam lagi. Alesha sangat bosan duduk sendiri di bangku dekat lift. Ia memutuskan untuk kantin saja. Sekalian menunggu Vani. Biasanya jam segini, sahabatnya itu istirahat.

"Alesha bukan sih?"

Alesha menoleh ke samping. Mendapati laki-laki yang pernah ia kenal.
"Kak Ardan."

Ardan, dia teman kelompok Alesha saat mataf. Umurnya terpaut satu tahun dengan Alesha. Makanya dia memanggil dengan sebutan 'Kak'. Ardan nunda kuliah selama tahun. Sebelum akhirnya masuk ke angkatan Alesha.

"Tumben sendirian aja."

Alesha tersenyum canggung.
"Iya kak ini mau ke kantin."

"Bentar." Ardan membuka resleting tasnya dan mengeluarkan sesuatu dari sana. Sedetik kemudian ia menyodorkan kotak kepada Alesha.

"Buat lo."

Alesha terdiam. Ia tidak tahu harus mengambil kotak itu atau tidak karena posisinya sekarang sudah bersuami.
"Ga-gausah deh kak."

"Udah terima aja. Gue balik ke kelas dulu."

Dengan terpaksa, Alesha memasukkannya ke dalam totebag miliknya karena kotak itu tidak terlalu besar. Buru-buru ia melebarkan langkahnya ke kantin untuk bertemu Vani.

Setibanya di kantin, Alesha duduk dan kembali mengecek ponselnya. Tapi tidak notif baru, terakhir dibalas Vani, on the way. Tak lama, Vani datang.

"Cielah pengantin baru. Kenapa gak ambil cuti aja sih lo?" Papar dan tanya Vani dengan gaya usilnya.

"Ya lo kayak gatau suami gue aja. Urusan kerjaan gabisa diganggu gugat."

"Bener juga. Eh gimana first night lo? Baju yang kemarin gue kasih, udah lo pake belom?"

Alesha tampak berfikir. Kemudian, ia ingat perihal baju yang sempat membuatnya kesal setengah mati.
"Kayak gitu, lo bilang baju? Baju apaan kurang bahan gitu."

"Lah, emang gitu modelannya. Alesha."

"Ya kali gue pake begituan di rumah. Mau ditaruh di mana muka gue."

"Berati kemarin lo belum diunboxing?" Tanya Vani dengan tatapan mengintimidasi.

"Udah, sebagian kadonya udah gue buka." Jawab Alesha tanpa beban.

"Ck bukan itu maksud gue. Maksudnya, lo belum ngasih hak lo ke kak Dafi?" Tanya Vani to the point.

"Udah, baru aja tadi pagi gue buatin sarapan."

"Astaghfirullah emang rada-rada nih orang."

Vani berdecak kesal, lalu melanjutkan omongannya, "Kayaknya lo perlu banyak belajar dari gue deh. Gini-gini meskipun gue belum nikah. Tapi gue sedikit paham lah tentang gituan. Yang gue bilang hak itu, nafkah batin. Setiap orang pasti punya nafsu termasuk suami lo. Kecuali orang itu emang ada gangguan anti seksual."

"Jadi?"

"Jadi apa prok prok prok." Sahut Vani sudah kepalang kesal.

"Suara lo cempreng gausah nyanyi."

"Ya abisnya kesel gue hufft. Jadi gini, nanti malam lo atur strategi. Mandi dulu, terus pake baju yang gue kasih. Habis itu semprot tuh semua badan lo sampek wangi. Terus lo deketin suami lo. Gak mungkin dia gak kegoda."

"Masa gue duluan? Emang gue cewek apaan."

"Ya kalo bukan lo siapa lagi. Emangnya lo mau suami lo puasin nafsunya sama wanita lain? Nggak kan? Yaudah lakuin yang gue bilang tadi."

***

Jadwal kelas hari ini sudah selesai. Dafi dan Alesha sudah pulang. Setelah bersih-bersih, Alesha kembali ke kasur memainkan ponselnya. Tapi setelah itu ia jadi ingat perkataan Vani.

"Kak."

"Hem?"

"Kak Dafi laki-laki normal kan?" Pertanyaan macam apa itu. Alesha merutuki kebodohannya, tapi sudah terlanjur kedengar si empunya.

"Normal gimana maksud kamu?"

"Ehm lupain aja."

Dafi yang sibuk dengan laptopnya, kini menutupnya dan menggeser tubuhnya mendekati Alesha.
"Kenapa? Mau cerita, hm?

"Maaf."

***

Terusannya akan hadir di versi novel. Sebagian chapter akan dihapus!!

Dahlah, author masih poloss🙈🙈

Update rutin pas sahur jam 3-4

Tungguin yaaa...

Bye bye👋

Aku Ingin Move On [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang