17. Ketangkap

62 33 0
                                    

Dilarang keras untuk plagiat !! Kalau pengen plagiat. Sepertinya salah lapak. Penulis masih amatir.

Warning⚠️ Berani plagiat berati berani tanggung resikonya nanti di akhirat. Penulis tidak ridho !

***

Setelah insiden kejar-kejaran, kini Gavin dan segerombol lainnya dipaksa masuk ke sebuah ruangan. Di depannya sudah ada aki tua dengan wajah beringasnya. Hampir di seluruh bajunya terdapat manik-manik. Lebih tepatnya simbol kepolisian. Beberapa pertanyaan berhasil lolos Gavin jawab. Ya walaupun suka asal.

"Anak muda jaman sekarang. Suka nya bikin ulah. Merepotkan orang tua saja." Decak polisi itu menyudutkan.

Gavin yang mulutnya gatal akhirnya angkat suara,
"Yaelah kalo muda semua yang ada bumi ini sempit Pak. Kuburannya siapa yang nempatin dong. Jadi yaudah ikhlas aja Pak jadi orang tua."

"Diam. Siapa yang suruh kamu bicara hah!" Bentak polisi dengan rambut gradasi hitam putih.

"Pelan-pelan aja Pak kita dengar kok. Awas darah tingginya kumat. Makin deket nanti sama ajal." Celetuk Gavin. Bener-bener ini anak cari mati.

BRAKK!

Nah kan. Baru juga author ngomong. Polisi itu menggebrak meja dengan wajah bersungut-sungut. Ia menatap muka Gavin dengan tatapan mematikan. Gavin susah payah menelan salivanya.

"M-maaf Pak. Boleh salim?" Gavin menarik tangan laki-laki berkumis di hadapannya dan mengecupnya singkat.

"Oek bau terasi." Lirih Gavin yang ternyata masih terdengar pria itu.

"APA KAMU BILANG?" Lelaki tadi langsung melototkan matanya tajam.

"Eng-enggak Pak. Perut saya laper pengen makan pake sambel terasi." Ucap Gavin sambil menyengir panik.

Terdengar hembusan nafas kasar dari pria itu. Lalu ia kembali duduk di kursi kebesarannya. Begitu pula, Gavin dan gerombolan lainnya.

"Berikan nomor telfon orang tua kalian." Titah polisi tadi.

"Nih Pak. Saya kasih nomer Mama saya. Tapi inget umur, jangan modus. Gini-gini Papa saya galak."

Polisi itu hanya diam tak menjawab sedikitpun omong kosong Gavin.

"Halo, Selamat Malam."

"...."

"Kami dari pihak kepolisian ingin mengabarkan bahwa putra ibu saat ini ada di kantor polisi karena ketangkap basah telah balapan liar."

Setengah jam kemudian, datang seorang laki-laki paruh baya. Ia panik bukan main. Ia berlari kecil menghampiri sang putra. Rahangnya mengeras dengan nafas yang memburu.

"Pa, Mama gak ikut?" Tanya Gavin karena tak mendapati Mamanya di samping Papanya.

Lelaki itu menoleh singkat dan diam.

"Pak apa benar anak saya balapan liar?"

"Benar Pak. Putra anda kepergok balapan liar di Jalan Sukamerah Gang Merpati. Sekarang berhubung bapak sudah di sini. Saya ingin memastikan. Apakah putra Bapak sudah memiliki SIM atau belum?"

"Belum Pak. Putra saya belum genap 17 tahun dan saya tidak tahu kalau berujung balapan liar. Karena niat awal saya memberikan motor itu untuk memudahkan dia berangkat sekolah. Karena tahu sendiri sekarang angkutan umum susah. Dan saya juga punya kesibukan lain sehingga tidak sempat mengantar dia." Papar Papa Gavin.

"Baik, untuk kali ini saya maklumi. Tapi jangan sampai kejadian ini terulang kembali. Karena selain membahayakan nyawa anak Bapak. Tindakan dia juga mampu melukai orang lain. Saran saya, mungkin lebih aman jika sementara Anda punya supir pribadi. " Polisi itu peka bahwa di depannya roman-roman orang kaya. Jadi, tidak mungkin jika tidak punya uang untuk menyewa supir pribadi.

Aku Ingin Move On [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang