13. Bandung pelarian

77 40 0
                                    

Dilarang keras untuk plagiat !! Kalau pengen plagiat. Sepertinya salah lapak. Penulis masih amatir.

Warning⚠️ Berani plagiat berati berani tanggung resikonya nanti di akhirat. Penulis tidak ridho !

***

Setelah memberikan beberapa lembar uang. Orang itu tersenyum dan mengucapkan Terima kasih. Alesha pulang diantar ojek yang ia pesan lewat aplikasi. Menurutnya ini adalah jalan satu-satunya agar tidak kena semprot ayahnya.

"Ya Allah Ya robbi. Kamu habis nyemplung dari mana?" Mendengar suara motor. Pintu yang sedikit terbuka menampakkan raut cemas Bilqis.

"Tadi hujan Bu." Timpal Alesha yang berdiri di teras dengan seragam basahnya.

"Emangnya jas hujannya nggak kamu bawa?" Tanya Bilqis sekali lagi.

"Enggak Bu lupa. Tapi jangan khawatir. Alesha kuat kok, kemarin Alesha udah minum jamu kuat yang ada di etalase dapur." Ucap Alesha yang terdengar seperti biasa saja. Namun, spontan membuat Bilqis kelabakan.

"Jam-mu ku-uat? " Ulang Bilqis membulatkan mata tak percaya. Anaknya itu kelewat cerdas atau bagaimana.

"Iya Bu. Udah gausah sedih gitu. Nanti Alesha ganti deh. Itu sebelas dua belas kayak jamu anak sehat kan?" Ujar Alesha yang masih menanti jawaban Bilqis.

"Ibu ambilin handuk dulu. Nanti kamu kedinginan." Bilqis mengalihkan arah pembicaraannya dan memilih menghindar. Berjalan masuk ke dalam dengan wajah was-was. Anaknya satu ini, kalau urusan tanya-bertanya gak akan kelar kalau belum nemu jawabannya.

Alesha menatap bingung Bilqis yang seperti menyembunyikan sesuatu darinya.

****

Jam menunjukkan pukul 8 malam. Alesha kini duduk di ruang tengah. Menikmati sajian televisi dengan menyeruput secangkir coklat panas. Tak lupa dengan beberapa toples yang berisikan kue cookies. Ponselnya ia sengaja tinggal di kamar. Sejenak, ia ingin melupakan masalahnya. Kalau perlu dalam waktu yang lama.

Baru merasakan ketenangan. Tiba-tiba datang sosok Eijaz dengan sepaket wajah tengilnya.

"Wuih enak banget kayaknya." Tatap Eijaz dengan binar mata yang seakan ingin menenggak habis minuman Alesha.

Alesha melirik kesal. Cepat-cepat ia menjauhkan cangkir dari jangkauan kakaknya. "Sana bikin sendiri."

"Nggak ah. Lo aja yang buatin." Rengek Eijaz memasang ekspresi seimut mungkin. Namun tidak ada gemas-gemasnya. Malah membuat Alesha gedek.

"Males."

"Ridho adek itu terdapat pada kakaknya. Nah sekarang waktunya lo jemput pahala. Silahkan nyonya." Pinta Eijaz sembari mengarahkan sebelah tangannya ke depan.

"Mana ada nyonya disuruh-suruh kek gitu. Sekarang juga lo gue pecat jadi kakak."

****

Muka kusut Alesha kembali terpasang saat memasuki ruang kelas. Sepanjang jalan pandangan tidak mengenakkan kembali ditujukan padanya. Ia menelungkupkan wajahnya di meja dengan tangan yang menjadi tumpuannya.

Terdengar suara derap langkah dan tawa yang begitu familiar di telinga Alesha. Ia segera mendongakkan kepala. Ada Lily dan Vani di sana. Tanpa berbelit-belit Alesha menghampiri posisi mereka.

"Van gue perlu bicara sama lo." Tatapnya sedikit memohon.

"Ly gue habis ini mau rangkum materi kemarin. Gue pinjem buku lo yah." Tanpa melirik sedikitpun. Vani berjalan melaluinya. Hati Alesha teriris sakit. Biasanya mereka bertiga menghabiskan hari dengan candaan. Tetapi sekarang sudah seperti orang asing.

Aku Ingin Move On [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang