3. Hari yang menjengkelkan

123 49 5
                                    

Alesha POV
Aku bahkan tidak tahu perihal rasa yang ku alami. Akankah ini cinta, kagum, atau hanya sekedar nyaman? Ia sungguh berhasil mengambil alih isi pikiranku. Ingin sekali aku meng-stop alam bawah sadarku untuk berhenti berekspetasi tentangnya.

Aku merutuki diriku sendiri. Seharusnya dulu tidak terlalu sedalam ini untuk hanya sekedar mengenalnya. Sampai-sampai jika sehari saja tidak berchat dengannya duniaku rasanya sepi. Yang biasanya ada yang ngajak debat, ada yang menghibur, cerita a day in my life. Tiba-tiba kosong gitu aja ketika tidak ada chat masuk dari dia. Tidak ada yang nampung laporan harianku. Mau cerita ke orangtua, rasanya tidak mungkin. Terlalu sepeleh untuk diceritakan ke orang dewasa. Padahal wajar jika seorang anak butuh telinga untuk didengarkan.

Aku begitu tertutup tentang masalah pribadiku ke orang tua. Momen ketika aku diabaikan. Ketika aku tidak dibutuhkan. Rasanya itu sudah cukup untuk membuatku bungkam atas masalahku. Aku lebih suka menyimpan semuanya sendiri. Kalaupun curhat, aku akan curhat di orang-orang tertentu saja.

Balik ke topik, Kedekatanku dengannya membuatku seolah lupa akan statusku yang masih menjadi murid SMA. Mulai malas belajar, tidak fokus saat mengerjakan tugas, asyik mengurung diri di kamar.

****

Sebelumnya, Gavin dan Alesha sudah janjian untuk ngafe pas sore. Gak tahu kenapa, Gavin mendadak bilang ada yang serius ingin ia bicarakan. Refleks jantung Alesha berdetak dengan sangat keras. Antara penasaran dan bingung. Tetapi ia lebih memilih untuk mengiyakan ajakannya.

"Lo ke sini sama siapa?" Tanya Gavin yang sudah sampai duluan. Bukannya tidak mau menjemput, tapi Alesha sengaja menolak untuk menghindari mulut tetangganya yang super julit. Jadi lebih pilih cari aman saja.

"Sendirian lah. Kan kata lo. Nggak boleh ngajak Vani. Gimana sih. Lama-lama gue gampar lo." Dengan wajah melotot khas Alesha. Bukannya takut, Gavin malah ngakak sambil memegangi perutnya.

"HAHAHAA Gitu dong Pinter. Santai dulu main gampar aja. Tapi lo gaada tugas kan?" Tanya Gavin memastikan.

"Aman. Free dong. Gue kan anaknya rajin jadi udah kelar semua."

"Iya-iya si paling rajin." Timpal Gavin sambil sedikit mengejek.

"Hissh Sewot aja lo. Yaudah mau ngomong apa?"

"Bingung mau mulai dari mana. Mending lo minum dulu deh. Udah gue pesenin tuh."

"Terbaik emang." Balas Alesha dengan wajah konyolnya.

"Oke gini. Lo lebih pilih cowok yang lo suka. Atau yang dia suka sama lo duluan. Lebih tepatnya, lo pilih dicintai atau mencintai." Tanya Gavin dengan raut wajah serius.

Alesha yang belum selesai menyeruput es nya rasanya ingin tersedak. Sungguh ini adalah pertanyaan terhoror yang pernah Alesha dengar. Ia benar-benar bingung mau jawab apa. Ini pertanyaan atau pernyataan sih. Ia tidak bisa berpikir jernih. Dengan menggaruk sebelah pelipisnya, Alesha spontan menjawab.
"G-gue ya lebih milih dicintai lah."

"Tapi bodohnya gue sekarang, udah terlanjur jatuh cinta duluan." Batin Alesha.

Dengan santai, Gavin melanjutkan obrolannya.
"Oke kebanyakan cewek lebih suka disukain. Terus menurut lo, selama ini gue tipenya Vani nggak? Secara kan gue ganteng nih, terus humoris."

Duar!! Berasa disembar petir. Alesha masih melongo tak percaya. Pasalnya, bukan ini yang dia diinginkan. Senyum yang sumringah ia rangkai dari rumah berubah drastis menjadi tatapan sendu yang penuh luka. Inilah yang Alesha takuti selama ini. Makanya ia lebih suka dicintai. Karena terlalu besar resikonya jika mencintai orang duluan.

"Enggak Alesha. Lo gak boleh nangis. Lo harus kuat. Tahan" Batin Alesha.

Ketika bergelut dengan pikirannya. Tiba-tiba suara Gavin membuyarkan lamunannya.

"Gimana Sya. Malah diem bae. Lo laper? Mau nambah lagi?"

"Eh eng-enggak kok. Anu tadi mikirin tugas. Ternyata masih ada yang belum gue selesaiin." Bohong Alesha. Biar secepatnya ia bisa kabur dari tempat itu.

"Tadi bilang free. Yaudah ntar an aja deh nugasnya. Plis butuh jawaban lo."

"Lo ssuka sama Vani?"

"Sebenarnya udah dari dulu sih. Tapi gue baru sadar sekarang."

"Ehm tapi bukannya Vani pdkt sama Gio?"

"Ya gue denger sih gitu. Tapi jujur nih, gue gak bisa ngelepasin Vani sama Gio. Lo juga tau kan, Gio orangnya kayak gimana. Dia itu playboy. Dan gue gak bisa ngeliat Vani ntar disakitin sama Gio."

Ya Allah drama apalagi ini. Bisa-bisanya Alesha terjebak di situasi rumit ini. Dengan menarik nafas dalam, Alesha mencoba menetralkan suasana.

"Lah terus apa bedanya sama lo. Lo kan juga playboy."

"Ya beda dong. Gue kalo udah cinta sama cewek. Bakal gue pertahanin, perjuangin."

"Yaudah kalau gitu ngomong aja langsung ama Vani. Toh dia juga belum jadian. Masih pdkt.", Entah angin darimana yang membuat Alesha mengatakan ini. Tapi ia pun tak memiliki alasan untuk mencegahnya.

****

Menyendiri, adalah momen yang tepat untuk Alesha saat ini. Layaknya remaja yang masih ABG. Ia benar-benar kehilangan nafsu makan. Pikirannya benar-benar kacau. Dengan mata bengkak dan bibir yang pucat, ia masih betah mengurung diri di kamar.

Sampai-sampai ia lupa kalau besok adalah hari diklat PMR. Setelah Alesha sadar, ia langsung secapat kilat menyiapkan semuanya. Alesha merutuki dirinya yang selalu mengganggap sepeleh setiap urusan. Ternyata menyiapkan itu, tidak segampang yang ia kira. Belum lagi tugas individu dan kelompok. Mulai dari mencetak id card, memoles lilin putih dengan cat warna merah, belanja cemilan yang harus sesuai dengan teka-teki panitia. Sungguh menyebalkan. Apakah setiap pelantikan harus seperti ini.

Ibu Alesha yang mengetahui hal itu, hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah anaknya. Walaupun dengan sejuta omelan. Pada akhirnya, ibu Alesha tetap tidak tega membiarkan anaknya kelimpungan. Alhasil entah dengan rasa terpaksa atau tidak, Ibu Alesha ikut serta membantu.

"Aiih yang katanya ngebantu. Tapi masih 10 menit udah tidur." Gumam Alesha tipis.

Jam menunjukkan pukul 1 malam. Alesha benar-benar tidak kuat. Ia mencoba mengerjapkan matanya berulang kali. Untuk memastikan ia tidak tertidur. Pasalnya tugas masih banyak. Entah kenapa semua orang, hobi sekali merepotkan dirinya. Pikir Alesha. Sudah tertimpa beban pikiran, ditambah beban tugas.

.
.
.
.
.
.
.

Thank You gaiss. Jangan lupa vote & Komen🤗

Aku Ingin Move On [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang