35. Kiran?

67 19 2
                                    

Dilarang keras untuk plagiat !! Kalau pengen plagiat. Sepertinya salah lapak. Penulis masih amatir.

Warning⚠️ Berani plagiat berati berani tanggung resikonya nanti di akhirat. Penulis tidak ridho !

***

Setelah mengantar dokter Bella keluar. Dafi berpapasan dengan Bunda dan Nada yang sama-sama menenteng kresek. Sepertinya habis belanja dari pasar. Masih ingat Nada? Dia kakak perempuan Dafi yang waktu itu mengisi bedah buku.

"Siapa yang sakit Daf?" Tanya Hanifah, bundanya.

"Alesha Bund. Asam lambungnya kumat. Jadi dari tadi malam muntah-muntah. Sekarang lagi di kamar diinfus. Ini mau keluar ke apotik buat beli obatnya." Jawab Dafi yang sedikit terburu-buru.

"Ya Allah, sampek gitu. Ya sudah kamu cepet tebus obatnya. Biar Bunda sama kakak kamu yang temenin Alesha."

Dafi mengangguk setuju menyalami Bundanya, "Dafi titip istri Dafi Bun, Kak. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam." Jawab keduanya.

Dafi melajukan motornya keluar rumah. Hanifah dan Nada segera naik ke kamar atas untuk mengecek keadaan Alesha.

"Sha gimana keadaan kamu? Kata Dafi dari semalam kamu mual-mual." Tanya Nada khawatir.

Alesha tersenyum ternyata keluarga suaminya begitu perhatian padanya.
"Gapapa mbak. Sekarang udah mendingan. Alhamdulillah."

"Alhamdulillah." Jawab Nada dan Bundanya barengan. Alesha menjadi tidak enak jika harus berbaring.

"Udah gapapa tiduran aja. Jangan dipaksa kalo masih lemes." Pinta Nada.

"Ini Bunda tadi habis beli bubur. Kamu makan yah biar perutnya keisi habis itu minum obat." Hanifah membuka kresek yang didalamnya ada kotak sterofoam berisi bubur. Sebenarnya bubur itu untuknya tapi sepertinya menantunya lebih membutuhkan.

"Masih mual Bund. Nanti aja yah." Alesha menggeleng. Mencium baunya saja ingin muntah apalagi memakannya.

"Nah pas banget. Daf bujuk istri kamu gih. Dari tadi gamau makan." Pandangan Hanifah membelok ke arah Dafi yang baru saja masuk.

Dafi meletakkan kresek obat di atas meja. Lalu, berjalan mendekat menaiki ranjang. Ia mengambil alih bubur dari tangan Hanifah.
"Sayang makan dikit yah. Habis itu minum obat."

"Takut muntah lagi." Rengek Alesha.

"Dikit aja. Dicoba dulu Sha. Perut kamu biar keisi. Mau cepet sembuh nggak?"

"Mau lah."

"Good, makanya makan yang banyak. Gak ada cerita mau sembuh tapi gak mau makan. Kalaupun lewat jalur langit. Itu pun harus diimbangi ikhtiar."

"Iya hubby." Dari kemarin Alesha memang sudah menyiapkan panggilan itu. Namun, baru sekarang mengungkapkannya.

Dafi tersenyum mengacak gemas rambut Alesha.

"Aduuh Bund. Sepet mata Nada." Pekik Nada yang dari tadi melihat keuwuan adiknya.

"Makanya nikah." Cibir Dafi.

"Sayang my Hunny bunny. Kucingku, kalian dimana sih." Nada berjalan keluar sambil berteriak. Seolah kucingnya bisa mendengarnya. Kaum hawa itu hanya terkekeh.

Alesha melahap suapan dari suaminya. Meskipun berulang kali ia menjedanya karena masih mual. Dafi yang telaten menyuapinya, akhirnya menoleh pada Hanifah.

"Emangnya kamu apain istri kamu sampek lemes gini Daf?"

"Astaghfirullah Bund. Dafi gak apa-apain. Yah, cuma semalam ibadah bentar."

Aku Ingin Move On [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang