45. Tempat Ternyaman

48 9 6
                                    

Dilarang keras untuk plagiat !! Kalau pengen plagiat. Sepertinya salah lapak. Penulis masih amatir.

Warning⚠️ Berani plagiat berati berani tanggung resikonya nanti di akhirat. Penulis tidak ridho !

Note : Part ini bikin jantung gak aman, pembahasan agak dewasa, tanggung dosa sendiri-sendiri kalau mau baca

***

Saat prosesi pemakaman Alesha tidak ikut. Hanya para laki-laki saja yang mengantar jenazah ke liang lahat karena hari sudah mulai malam. Sekembalinya dari makam, semua tetangga membubarkan diri masing-masing. Hingga hanya tersisa kerabat dekat.

"Udah malem. Nginep sini aja yah." Tutur Bilqis menyusul langkah putrinya ke dapur.

Sempat ragu, tapi Alesha mengiyakan. Toh lagipula hari juga larut malam.
"Iya. Alesha sementara nginep di sini dulu. Boleh kan?"

"Boleh, ibu malah senang. Udah izin suamimu?"

"Nanti Alesha izin. Kak Dafi pasti ngebolehin."

"Ya sudah. Istirahat sana. Kamu pasti capek."

Alesha mengangguk patuh. Sebenarnya ia bukan capek, tapi lebih butuh waktu untuk sendiri.

***

Pagi-pagi sekali Alesha harus berangkat kuliah karena jadwalnya UAS belum selesai. Selama itu pula ia tidak bisa mengendalikan mood nya. Mengerjakan soal asal-asalan yang penting bisa selesai dan cepat pulang.

Kini, Alesha sudah berada di mobil dengan posisi Dafi yang menyetir. Tak ada perbincangan diantara keduanya sampai di rumah. Semenjak kabar ayahnya meninggal, Alesha irit sekali berbicara. Bicara seperlunya atau hanya menimpali dengan deheman.

Sampai di kamar pun, tak ada sapaan yang keluar dari bibir wanita itu. Padahal jika mau bercerita, Dafi dengan senang hati mendengarnya. Berulang kali Dafi memancing agar istrinya itu terbuka, tapi sampai sekarang masih sama.

"Mau cerita, hm?"

"Aku tidak pintar mendongeng kak haha." Ucap Alesha mengalihkan pembicaraan.

Dafi menghela nafas panjang, Istrinya itu terlalu pintar untuk menyembunyikan kesedihannya.

"Oke, kakak ke kamar mandi bentar."

Seperti biasa, Dafi menggunakan alasan itu untuk mencuri momen dimana Alesha menangis. Istrinya itu akan menangis disaat sepi, tidak ada orang. Dan tepat sekali. Tapi, tak lama kemudian Alesha membuka laci dan mengambil tablet pil. Apa yang istrinya itu lakukan? Dafi terus mengawasi pergerakan gadis itu.

Tiga kapsul sekaligus di genggaman Alesha. Dafi kaget, segera keluar dari balik pintu kamar mandi.
"ALESHA HENTIKAN!"

Ia merebut paksa obat yang Alesha pegang dan membuangnya kasar. "Apa yang kamu lakukan? Kamu mau overdosis hah!? Ceroboh."

Alesha tersentak, mendongak menatap Dafi dengan wajah marah.
"Itu cuma obat Alergi. Aku udah biasa minum kalau nggak bisa tidur. Jadi cepat berikan kak."

Dafi masih tidak menyangka, apakah selama ini Alesha melakukan hal ini tanpa sepengetahuan dirinya?
"Istighfar Sha. Kenapa kamu jadi begini? Kamu bisa cerita ke kakak kalau ada masalah."

Sontak, Alesha menunduk. Dadanya benar-benar sesak menahan tangis. Ia tidak mau terlihat lemah di hadapan suaminya.

"Menangislah, jangan dipendam." Ucap Dafi penuh kelembutan. Menaruh tubuh Alesha dalam pelukannya

Tumpah sudah air mata Alesha. Ia memang butuh sandaran saat ini. Dan beruntungnya Dafi peka.

"Jangan pendam semuanya sendiri. Selagi aku masih ada, berbagilah. Aku suami kamu." Dafi terus mengelus punggung Alesha yang bergetar.

Aku Ingin Move On [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang