9. Alesha benci

87 43 0
                                    

Dilarang keras untuk plagiat !! Kalau pengen plagiat. Sepertinya salah lapak. Penulis masih amatir.

Warning⚠️ Berani plagiat berati berani tanggung resikonya nanti di akhirat. Penulis tidak ridho !

***

Selama perjalanan, hanya ada suara lagu yang menemani heningnya malam. Ia duduk di kursi belakang. Kursi depan sudah terisi Dafi dan kakaknya.

Meski berpakaian tertutup, hawa dingin tetap mampu menembus sel-sel kulitnya.
Alesha mengelus pelan tangannya berharap memperoleh kehangatan di sana. Ternyata Dafi sedari tadi menyadari tingkahnya dari kaca mobil. Alesha yang malu memilih menatap ke luar jendela.

Sesampainya di depan rumah. Alesha mengucapkan terima kasih atas tumpangan yang diberikan. Ia tadi juga sempat bernegosiasi agar diturunkan di gang kompleks saja. Namun, Dafi dan kakaknya melarang. Katanya nanggung, lagian di luar juga masih hujan.

Alesha berjalan mengendap-endap masuk ke rumah. Lampu ruang tamu sudah redup. Ia pun bernafas lega, berharap orang rumah sudah tidur. Setelah menutup pintu, ia berjalan lenggang menuju arah kamar.

Tiba-tiba lampu mendadak menyala. Alesha membelokkan pandangannya. Menampakkan sosok ayahnya dengan raut wajah dingin.
"Jam berapa ini."

"Maaf.", lirihnya.

"Terus di depan tadi siapa? Pacar kamu? JAWAB!", Bentak ayahnya sambil mengepalkan tangan.

Alesha tersentak kaget. Ia hanya bergeming, menahan isak tangis. Nafasnya seakan tercekat. Hampir saja pertahanannya roboh, jika kaki Alesha tidak menopangnya dengan benar.

"Sabar yah. Biarkan Alesha jelasin semuanya." Bilqis, ibu Alesha, mencoba mengusap lengan suaminya. Berharap emosi suaminya itu segera mereda.
Namun bukannya reda, sorotan amarah itu semakin menjadi. Ayahnya justru menampik kasar tangan ibunya.

Alesha langsung melangkah maju menangkap Bilqis dengan sekuat tenaga agar tidak terjatuh.

"Ayah." Suara Alesha meninggi seiring dengan tangis yang pecah. Alesha mengusap pipinya yang sudah basah. Gemuru di hatinya seakan tidak tertahankan. Tidak sedikit pun ia ingin berlaku seperti ini. Namun, perilaku ayahnya itu benar-benar keterlaluan.

"Jangan kurang ajar kamu sama orang tua." Wisnu, ayah Alesha, melotot tajam kepadanya.

Alesha tersenyum kecut.
"Orang tua? Ayah masih mengaku orang tua Alesha? Orang tua macam apa yang selalu nyakitin hati anak perempuannya. Sebenci-bencinya mereka terhadap anak perempuannya. Mereka gak akan ngebentak anaknya. Alesha muak. Alesha benci ayah hiks."

Selama ini Alesha selalu berdoa agar ayahnya itu bisa sedikit melunak. Tapi mengharap ayahnya bersikap lemah lembut sama halnya menunggu ayam jantan bertelur. Mustahil. Selama ini ayahnya bersikap lembut mungkin bisa terhitung oleh jari. Pengalaman pahit bahkan trauma tentang KDRT yang dilakukan ayahnya terus saja terngiang dalam pikiran Alesha. Belum lagi kelakuan bejat ayahnya yang tukang selingkuh.

Alesha mengajak Bilqis masuk ke dalam kamarnya. Meninggalkan Wisnu yang duduk di sofa ruang tamu.

Alesha menjelaskan kejadian sebenarnya kepada ibunya. Tentang alasan ia bisa pulang selarut ini. Bilqis akhirnya memaklumi putrinya dan mewanti-wanti agar tidak mengulanginya lagi.

****

Mata Alesha begitu berat untuk pergi ke sekolah. Semalaman ia tidak bisa tidur, menatap langit-langit kamar sambil memikirkan kisah pilu hidupnya.

Ia menuruni kasur, memposisikan dirinya di depan cermin. Matanya kentara sekali bengkak habis menangis. Tak cukup waktu jika harus mengompres dengan air es. Waktunya ke sekolah tinggal hitungan menit saja.

Knop pintu terbuka, tampak ibu Alesha membelalakkan mata, melihat Alesha yang belum mandi, masih stay dengan piyama pink hello kitty, dengan rambut yang awut-awutan.

"Loh. Kamu belum siap-siap? Sudah jam setengah tujuh loh. Ayo buru, nanti telat."

Alesha mengangguk lesu, sebenarnya moodnya masih belum membaik pasca kejadian semalam. Apalagi di depan nanti pasti berpapasan dengan ayahnya.

****

Dalam waktu kepepet seperti ini, Alesha yang biasa memakan waktu berjam-jam di kamar mandi kini mampu meraih rekor mandi tercepat dengan waktu hanya 7 menit. Emang dasarnya sudah cantik, Alesha hanya memoles sedikit liptint di bibirnya beserta bedak bayi di wajahnya. Semuanya sudah siap. Waktunya berangkat.

Alesha menutup pintu kamarnya. Ia menoleh sekilas di meja makan. Ternyata masih kosong. Tumben ayahnya gak duduk di sana.

"Sha, nggak sarapan?"

Alesha menatap ibunya yang berjalan dari dapur. Alesha tersenyum lalu menggeleng.
"Enggak bu. Sudah kesiangan ntar telat."

Ibunya ternyata sudah siap, dengan tangan kanan yang menenteng kotak makan. "Yaudah ini sudah ibu siapin bekal. Kamu bawa ya. Nanti kalau ada waktu luang. Jangan lupa dimakan."

"Siap bu bos." Alesha mengangkat tangan sebelahnya ke depan selayaknya orang hormat. Ibunya yang melihat itu hanya tertawa singkat. Lalu, menyuruh putrinya agar segera berangkat supaya tidak terlambat. Alesha tidak lupa untuk menyalimi Bilqis.

****

"Cha Lo tadi kok bisa telat?" Vani menghampiri Alesha yang sedang makan di meja.

"Iya itu, lama nunggu angkot." Jawab Alesha yang tangannya masih sibuk menyendok nasi goreng buatan ibunya.

"Oh." Vani menggangguk paham.

Tak lama Lily yang dari kantin akhirnya ikut nimbrung.
"Terus tadi lo diapain aja sama Bu Tiwi?"

"Suruh nyapu depan kantor. Dilihatin guru-guru. Astaghfirullah malu setengah mati gue." Jelas Alesha yang memperagakkan persis kejadian tadi.

"Gapapa santai aja. Itung-itung masuk list pengalaman termembagongkan sepanjang tahun. Biar bisa lo ceritain ke anak cucu lo nanti Hahaha."

Tawa seketika lolos dari bibir Vani dan Lily namun tidak dengan Alesha. Mereka berdua selalu saja hobi mengusilinya.

****

"Lo jadi bawa sepeda kan?" Tanya Alesha pada Vani, karena biasanya temannya itu diantar jemput menggunakan mobil. Tetapi sebelum berangkat Alesha menyuruhnya membawa sepeda saja.

"Iya jadi. Kan lo yang nyuruh."

"Anak pintar. Oke, Sepedanya yang mana?" Alesha mengedarkan pandangannya. Melihat sepeda yang berjejer hampir ratusan di sana. Sekolahnya itu begitu besar dengan total siswa keseluruhan menginjak angka ribuan. Salahnya sekarang, Alesha terlalu bersemangat sampai tidak sabar menunggu siswa lain buyar.

"Yang itu tuh." Tunjuk Vani ke sepeda matic berwarna merah.

"Oke. Gue yang bonceng." Dengan mantap, Alesha mencoba mengeluarkan sepeda itu dari parkiran.

"Beneran, emang bisa?" Tanya Vani seolah tak percaya karena Alesha selama sekolah tidak pernah sekalipun bawa sepeda. Alesha memang tak bawa sepeda karena sepeda matic di rumahnya cuma satu. Itupub dipakai ayahnya.

Alesha menghembuskan nafas panjang. "Ck bawel. Tinggal naik aja susah amat."

"Iya-iya ih. Emang lo mau bawa gue kemana sih? Jangan-jangan..." Sedetik menghentikan ucapannya. Vani mengubah wajahnya menjadi serius. Lalu melanjutkan omongannya,
"Lo mau bawa gue ke alam lain?"
Vani menutup mulutnya tak percaya.

"Sha gue belum nikah. Setega itu lo sama gue?" Rengek Vani sambil memelas.

Alesha menutup kaca helm nya menghindari ocehan Vani. Ia menyunggingkan senyum cerdik. Motor yang dibawa kemudinya ia lajukan cepat. Melihat dari kaca spion, Vani semakin gentar teriak. Alesha terpingkal-pingkal. Sungguh pertunjukkan komedi gratis. Lama-lama Alesha menjadi tidak tega dan menurunkan sedikit kecepatan motornya.

****

Dibuat campur aduk sama ulah Alesha. Gimana cerita AIMO (Aku Ingin Move On) hari ini?

Author cuma ngingetin. Siap-siap ada bawang di next part😢

Jangan sungkan-sungkan buat komen kalau ada yang salah gaiss

Dapet peluk hangat dari Alesha🥰 Katanya makasih buat yang sudah vote & komen. Tungguin part-part selanjutnya👉

Aku Ingin Move On [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang