Dilarang keras untuk plagiat !! Kalau pengen plagiat. Sepertinya salah lapak. Penulis masih amatir.
Warning⚠️ Berani plagiat berati berani tanggung resikonya nanti di akhirat. Penulis tidak ridho !
***
Alesha hanya menangkupkan tangan di dada. Bodo amat orang itu berpendapat sok alim atau apa. Lalu beralih pada pria satunya. Alesha terkejut, Gavin? Kenapa dia ada di sini?
Meski banyak sekali pertanyaan yang terlintas di otaknya, Alesha memilih berjalan menunduk ingin kembali ke kamar. Namun niatnya ia urungkan karena dicegat oleh sang ayah.
"Kamu di sini saja duduk." Titah Wisnu. Akhirnya Alesha menurut dan duduk di sebelah ibunya."Maaf sebelumnya Pak Bu mengganggu waktunya. Perkenalkan nama saya Fahri. Kami memang belum pernah ketemu sebelumnya. Namun, kedatangan kami di sini berniat baik." Jeda Pak Fahri yang Alesha ketahui Papanya Gavin.
"Ya Allah apa ini ada hubungannya sama kejadian kemarin?" Ucap Alesha dalam hati. Pikirannya terus berkecamuk. Namun, ia mencoba menutupi rasa gugupnya dengan memilin ujung kerudungnya bak anak kecil.
"Kami ke sini ingin melamar putri bapak, Alesha untuk anak saya Gavin. Kedatangan kami kemari juga bukan tanpa alasan Pak, Bu, karena ini termasuk wasiat dari almarhum istri saya yang baru meninggal tadi siang. Ia begitu menyayangi Alesha walaupun baru pertama kali bertemu. Dan ia menginginkan agar Gavin putra Kami bisa menikah dengan anak Bapak Ibu."
Sambung Pak Fahri dengan nada sendu.'Duar'
Sebuah kenyataan yang begitu mengejutkan. Atmosfer rumah mendadak menjadi dingin. Keringat di pelipis Alesha juga sudah mulai bercucuran.
"Baik begini Pak Fahri. Saya yakin mereka ini seusia kan?" Fahri mengangguk mengiyakan.
"Nah, mereka masih sangat-sangat muda untuk lanjut ke jenjang yang lebih serius. Mereka masih anak-anak Pak. Emosi kadang suka labil. Dan salah satu impian saya juga agar putri saya bisa mendapat pria yang bertanggung jawab. Bisa membahagiakan dia, menyukupi nafkah lahir maupun batin."
Menghela nafas, akhirnya Wisnu melanjutkan ucapannya,
"Sekarang posisinya mereka berdua masih sekolah Pak. Belum ada penghasilan. Belum punya pandangan ke depannya seperti apa. Bukan bermaksud menyinggung. Tapi saya yakin setiap orang tua sama. Menginginkan yang terbaik untuk masa depan anaknya.""Iya Pak saya paham. Maka dari itu, sebelum memutuskan datang kemari. Saya sudah memikirkannya dengan matang. Bahwa pernikahan keduanya tidak harus buru-buru. Kita bisa menunggu mereka sama-sama lulus. Di samping berjalannya proses itu, saya akan mendidik Gavin, putra saya, untuk lebih mandiri dan memulai usaha supaya ada penghasilan." Jawab Fahri.
Kedua orang tua Alesha seolah terhipnotis oleh kata-kata Fahri.
"Baik, saya serahkan keputusan pada putri saya Alesha karena dia yang lebih berhak untuk menentukan hidupnya."Fahri menepuk bahu Gavin sambil tersenyum. Sebuah kode agar anaknya membuka suara.
Gavin berdehem menetralkan rasa gugup yang kini menyerangnya. Ia tampak merogoh sesuatu dari saku kemejanya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil mewah. Dibukanya, ternyata sebuah cincin berlian yang cantik. Alesha terperanga.
"Alesha Revalina Putri apakah kamu bersedia menerima lamaran saya. Menjadi pendamping hidup Saya. Izinkan saya membimbingmu. Meski saya paham, saya masih banyak kurangnya. Dengan itu, saya ingin berjalan bersama saling melengkapi." Ucap Gavin dengan suara lantangnya.
"Buset kenapa gue kayak guru bahasa indo gini sih. Pakai saya saya. Tapi kalo pakai aku takutnya gak sopan. Apalagi pakai gue."
Seperkian detik, Alesha memaku. Ia benar-benar terpesona dengan ketampanan Gavin. Apalagi di momen seperti ini. Jiwa laki nya keluar berkali-kali lipat.
(Ya, emang dia laki dodol🙄)Setelah sadar Alesha segera beristighfar.
"Astaghfirullahalazim." Ia memalingkan wajahnya ke arah lain."Gimana nak?" Tanya Fahri lembut pada Alesha yang masih mematung.
"Bismillah s-saya tt-terima lamaran Gavin." Sahut Alesha dengan gagap.
"Alhamdulillah." Terdengar ucapan syukur memenuhi seisi ruangan.
Bruk
Tiba-tiba terdengar suara nyaring dari luar. Sontak semua penghuni ruangan menoleh. Seperti bunyi benda jatuh.
"Biar Alesha yang lihat." Izin Alesha keluar. Maniknya mengedar saat di teras. Semuanya baik-baik saja. Ah paling kucing.***
Setelah sholat isya' seorang laki-laki berkemeja hitam menatap pantulan dirinya di cermin. Lengkungan senyum tak pernah luntur dari bibirnya. Meski sudah rapi, namun rasa gugup membuat dirinya tidak pede.
"Adiknya kakak yang paling jelek segajad raya ayo turun. Bunda sama ayah udah nunggu di depan." Nada, kakak Dafi menyembul di pintu. Emang kebiasaan kakaknya itu tidak mengetuk pintu.
"Ganteng gini dibilang jelek." Cibir Dafi kesal.
"Iya-iya ayo cepet turun. Jadi nggak nih?" Julid Nada.
"Ya jadilah orang udah siap gini." Sewot Dafi.
"Tapi kakak gak ikut Daf. Mau ngerevisi ulang buku kakak. Ditunggu kabar baiknya."
"Iya baweeeel."
Mobil yang ditumpangi Dafi melaju meninggalkan pekarangan rumah. Hatinya dibuat cemas tak karuan, antara gugup dan grogi. Sebentar lagi ia akan sampai ke rumah sang pujaan hati.
Barang seserahan sudah mereka siapkan meskipun cuma sedikit. Berbekal arahan dari Dafi, akhirnya mobil mereka sudah sampai. Akmal, ayah Dafi, terlebih dulu menepikan mobilnya tak jauh dari rumah sang calon menantu.
"Bismillah" Sambil melangkah ia tak lupa membasahi lisannya dengan dzikir.
Namun, langkahnya terhenti. Atensinya tertuju pada seorang wanita yang selama ini ia kagumi. Meskipun berjarak cukup jauh. Tapi Dafi masih bisa mendengar jelas perkataan mereka.
""Bismillah s-saya tt-terima lamaran Gavin." Sahut Alesha dengan gagap.
"Alhamdulillah." Terdengar ucapan syukur memenuhi seisi ruangan.
Deg
Barang yang dibawanya seketika merosot dari pegangannya. Ia langsung buru-buru mengambilnya dan berbalik arah.
"Ya Allah, jika memang Alesha tidak ditakdirkan berjodoh denganku. In Syaa Allah hamba ikhlas meskipun sakit. Innaha ma'ana." Ucap Dafi dalam hati menyemangati dirinya yang tengah rapuh.
"Loh kenapa gak masuk Daf?" Tanya Hanifah kebingungan. Terlebih melihat senyum getir Dafa.
"Salah rumah kayaknya Bund"
"Maafin Dafi telah bohong sama bunda." Dalam hati ia benar-benar merasa bersalah dengan kedua orang tuanya.
Akmal yang baru datang. Langsung dicegat Dafi. Ia tak mampu orang rumah menatap keberadaan nya di sini. Sama seperti ekspresi ibunya tadi. Akhirnya Hanifah menjelaskan pada suaminya di dalam mobil.
"Terus ini jadi gimana?" Tanya Akmal serius."Lain kali aja Yah."
***
Aaa gatega liat Dafi. sinii sama author ajaa😩
Dukung Dafi apa Gavin nih?
Tim Gavin Alesha
Tim Dafi Alesha
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Ingin Move On [END]
Teen Fiction⚠️ Siap-siap cerita ini mengandung bawang. Harap baca urut, biar paham alurnya !! Baca sampai tuntas. Sampai kalian nemuin part terindah yang bikin gagal move on😍 **** Jika aku tahu, kebahagiaan ini hanya sebatas singgah. Maka, lebih baik aku tidak...