31. Pasca Akad

85 21 2
                                    

Dilarang keras untuk plagiat !! Kalau pengen plagiat. Sepertinya salah lapak. Penulis masih amatir.

Warning⚠️ Berani plagiat berati berani tanggung resikonya nanti di akhirat. Penulis tidak ridho !

***

Acara sudah selesai. Alesha menubrukkan badannya ke kasur. Tak peduli dengan gaun yang masih menempel di tubuhnya. Matanya sudah tak kuat menahan kantuk.

"Sha bangun ambil wudhu."

"Eugh bentar dikit lagi."

"Gaada bentar-bentar. Cepetan."

"Ck iya iya." Setelah menjawab. Alesha masih terduduk dengan mata terpejam. Matanya sulit sekali diajak kompromi.

"Sha bangun."

"Iya ini bangun hmm. Punya suami gini banget sih astaghfirullah. Tukang maksa." Gerutu Alesha.

"Cita-cita masuk surga. Tapi diajak sholat males-malesan." Sindir Dafi.

Alesha berdiri menghentakkan kakinya kesal. Tapi sedetik kemudian, ia menyesal karena merasakan sakit di kakinya yang tertutup kapas.
"Sshh ah."

"Kualat kan? Sini saya bantu."

Mendengar kata-kata pedas Dafi, emosi Alesha semakin membuncah.
"Gausah."

"Oh ya sudah."

Alesha mencebik kesal. Dafi hanya berdiam bersedekap dada sambil melihat istrinya yang merajuk.

Alesha mengunci rapat-rapat pintu kamar mandi dan menyalakan keran. Baru akan mengambil air, ia ingat kakinya yang di balut plester dan kapas. Bagaimana cara wudhunya?

Alesha membuka kembali pintu kamar mandi dan berjalan terseok-seok ke arah Dafi.

"Kenapa balik lagi?" Tanya Dafi bingung.

"Ajarin wudhunya." Jawab Alesha cengengesan.

"Kamu gabisa wudhu?"

"Ya gimana mau wudhu. Kaki saya kan ditambal kapas Pak." Balas Alesha kesal. Suaminya ini lupa atau amnesia.

"Oh iya, maaf saya lupa."

"Biar saya copot aja deh." Alesha meraih kakinya tapi secepat itu ditahan oleh Dafi.

"Jangan, udah biarin gitu aja. Ayo saya ajarin wudhunya."

Sesampainya di kamar mandi. Dafi mengajari Alesha mulai dari wudhu yang seperti biasa. Dengan syarat, meninggalkan bagian yang luka. Lalu, tayamum sebanyak luka yang ditinggalkan. Setelah selesai, keduanya menjalankan sholat dhuhur berjama'ah. Dengan Dafi sebagai imamnya.

***

Setelah menunaikan sholat isya, Alesha kembali ke ranjang. Bukan untuk tidur tapi ia ingin membuka bingkisan kado yang memenuhi seisi kamar. Sedangkan Dafi, Laki-laki itu sibuk menscroll layar laptopnya, katanya buat bahan mengajar besok. Tak ada kata cuti dalam kamus Dafi.

"Kalo nanti aku nikah. Gabakalan deh ngundang segini banyaknya." Gumam Alesha dengan gunting yang ia gunakan merobek pembungkus kado.

"Saya gak ridho kamu nikah lagi." Sahut Dafi dengan tatapannya masih ke laptop.

Alesha menepuk pelan dahinya
"Eh iya sekarang udah nikah. Lupa Pak ehehe. Jangan sensi gitu dong Pak."

"Jangan panggil saya Pak. Saya gak setua itu untuk dipanggil bapak. Dan mulai sekarang biasakan panggil aku-kamu."

"Oke syarat diterima. Terus panggilnya apa dong? Akang? Om? Paman? Abi? Abah?"

Dafi diam tak menanggapi. Berdebat dengan Alesha, lama-lama bisa darah tinggi.

Aku Ingin Move On [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang