6. Rasa bersalah Dafi

99 44 1
                                    


Menatap kosong wajah di hadapannya dengan penuh penyesalan. Seketika muncul rasa bersalah di hati Dafi. Wajah teduh yang terbaring lemah dengan kelopak mata yang sedikit basah.

Tak lama kemudian, ia menyadari pergerakan kecil dari tubuh wanita itu. Gadis itu perlahan membuka mata. Sontak membuat Dafi menarik ujung bibirnya ke atas lega.

"Kamu nggak papa?" Tanyanya pada Alesha. Yaps, gadis itu adalah Alesha yang tadi sempat sesak nafas di ruangan yang gelap.

"Kenapa aku tiba-tiba di sini. Anak-anak lain yang mana kak?" Tanya Alesha dengan suara surau yang mencoba bangkit dari tempat tidurnya.

"Untuk sementara tiduran aja dulu. Sampai kondisi kamu mendingan." Ucap Dafi spontan. Ia tidak mau ambil resiko, kalau Alesha pingsan lagi.

****

Setelah proses pemeriksaan barang sudah selesai. Semua anggota digiring entah kemana. Mata mereka ditutup menggunakan slayer. Membentuk barisan memanjang, dengan kedua tangan memegangi bahu teman.

Alesha ingat betul. Di setiap pos matanya dibuka dan diberi pertanyaan seputar PMR. Jangan lupakan, bentakan yang menjadi ciri khas senior.

Kini dirinya, dan regu sekelompoknya berada di pos tiga. Satu per satu bergantian melafalkan lagu cuci tangan sekaligus gerakannya.

Sekarang giliran Alesha yang maju ke depan. Ia berusaha mengingat betul gerakan temannya. Dengan lihai ia memeragakan persis. Namun, tepat di pertengahan lagu. Ia sepertinya sudah mulai lupa.

'Aduh tadi apa yah. Gue inget tapi gue lupa liriknya.' Dengan ngawur sedikit mengecilkan volume suaranya. Alesha berharap panitia tidak menyadari kesalahannya.

"Garuk-garuk punggung tangan..." (Padahal lirik aslinya, gosok punggung tangan kiri, gosok punggung punggung tangan kanan, selipkan keduanya lah kok endingnya garuk-garuk"😂

" Coba ulangi. Yang keras, kamu sariawan." Ketus wanita berkerudung di depannya.

Alesha pun mengulanginya lagi. Tepat, di lirik Garuk-garuk punggung tangannya. Teman di belakangnya cekikikan termasuk Alesha yang menyengir konyol.

Sebenarnya senior di depannya juga keceplosan ada yang ngakak. Namun, kembali menetralkan suasana dengan memasang wajah sok judes.

"Lihat itu temanmu itu loh salah. Bantuin kek. Gak solid sama sekali. Gak ada yang ketawa. Kamu juga, udah salah, ketawa." Ketus senior.

'Dih gitu aja marah. Kalo pms ngomong. Perasaan gue PMS juga gak gitu-gitu amat', gerutu Alesha dalam hati.

Alesha menggigit bibir bawahnya menahan agar dirinya tidak ngakak saat mengulang. Dibantu dengan Beril, akhirnya dirinya mampu menuntaskan lagu dengan benar.

Sesaat kemudian, mereka disuruh berjalan lagi. Hingga kini mereka berhenti. Slayer masih terpasang menutupi mata mereka. Terdengar bisikan dari samping. "Pikiran jangan sampai kosong". Alesha tahu kalau itu pasti suara seniornya yang mencoba menakut-nakuti. Lalu, entah barang apa yang dimasukkan di masing-masing mulut kami. Yang katanya tidak boleh sampai ditelen.
'Bentukannya kayak yupi. Tapi kok baunya kayak ada ikan-ikannya. Jangan-jangan gue dikasih makanan ikan. Jangan-jangan orang di sini psikopat semua. Tolonglah, gue belum nikah. Jangan mati dulu' Alesha langsung bergidik ngeri, ingin sekali melepehkan itu.

"Gausah mikir yang aneh-aneh", suara lelaki dari samping membuyarkan lamunan Alesha. Apa ia bisa membaca pikiran Alesha. Benar-benar aneh orang di sini. Semoga saja Alesha tetap waras dikelilingi orang-orang seperti ini.

Bak tahanan, Alesha dan regu lainnya dilepaskan di suatu tempat yang benar-benar sepi. Alesha bisa merasakan kesunyian itu. Bebarengan dengan slayer pada matanya yang hendak dibuka. Panitia menginstruksikan lagi.

"Tugas kalian sekarang. Cari bet logo sampek ketemu. 15 menit kita rasa sudah cukup untuk kalian kembali."

Beriringan dengan itu mata kami dibuka. Alesha sempat mengerjap-ngerjapkan mata ke sekeliling. Namun, yang ia temui hanya kegelapan. Tidak ada senter atau apapun.

Alesha mulai merasakan keringat dingin bercucuran di dahinya. Dadanya terasa terhimpit. Nafasnya terengah-engah. Ia mencoba memberanikan diri melangkah maju. Namun, rasa sesak itu semakin menjalar. Tanpa sadar, air mata menetes dari pipinya. Bukannya ia takut, tapi sepertinya phobia akan gelap sekarang kambuh. Alesha pun tidak mengerti, kenapa di waktu gelap dadanya bisa sesak. Semakin lama ia seakan kehabisan oksigen untuk bernafas. Ia butuh cahaya walaupun cuma sedikit.

"Tolong siapapun tolong hikss."

Tangisannya semakin menjadi. Kala ia merasakan dirinya mulai hilang setengah kesadaran. Dengan suara yang masih ada, Alesha mencoba untuk berteriak lagi.

"TOLONG HIKS."

Panitia di depan yang mendengar teriakan Alesha langsung bergegas untuk mengecek ke dalam. Namun, pintu itu sulit sekali terbuka padahal tidak dikunci. Mungkin karena ruangan itu sudah lama tak terpakai, pintu itu rusak. Dafi yang melihat hal itu, langsung membelah kerumunan mendobrak pintu. Dan yah, pintu berhasil terbuka. Ia mencari keberadaan Alesha.

Dafi langsung menoleh saat mendengar ada barang yang jatuh. Ia yakin bahwa itu pasti Alesha. Ternyata benar.

"Tolong Alesha." Suara lirih Alesha masih terdengar meskipun begitu kecil. Dafi langsung berlari menuju tempat Alesha.

"Coba kamu tarik nafas." Dafi mencoba mengajak ngobrol Alesha agar tidak hilang kesadaran.

Alesha mencoba mengikuti arahan Dafi. Namun tubuhnya memang benar-benar sudah lemas.
"Aku udah gak kuat kak."

"Enggak kamu pasti kuat. Gue akan bawa kamu keluar."

"Ales--." Suara Alesha terhenti. Dengan tubuhnya yang semakin melemah. Dafi yang awalnya memapah Alesha kini panik dan beralih membopong Alesha keluar.

Dengan ilmu yang Dafi punya selama beberapa tahun mengikuti PMR. Ia berusaha membangunkan Alesha, serta menyuruh panitia lain membantunya membawa Alesha ke ruang UKS.

****
Alesha merasakan kepalanya sedikit pusing mungkin efek pingsan tadi. Ia mencoba membuka matanya dan menatap sekeliling. Kenapa ia bisa berada di sini? Dan siapa yang membawanya? Apa dia terlalu merepotkan yang lain?

Ia juga menatap ke arah sebelah yang di sana ada senior galaknya, Dafi. Ia sebenarnya gak tahan harus berlama-lama dengannya. Bisa-bisa selain sesak dia juga darah tinggi. Ia mencoba memaksakan diri untuk bangkit. Ia kira sudah agak mendingan. Namun, ternyata kepalanya semakin berdenyut.

"Arghhh." Sambil memegangi pelipisnya. Gadis dengan panggilan Alesha itu meringis kesakitan.

Dafi langsung mencegahnya dan menyodorkan air minum.
"Masih sakit? Minum dulu. Jangan dipaksa kalau masih sakit."

"Kak tap--." Belum sempat menuntaskan omongannya. Dafi lebih dulu mencelahnya.

"Ternyata selain pembangkang, kamu juga keras kepala." Cibik Dafi.

Siapa yang disini masih jengkel ama Davi. Atau malah skrg ngefans? 🤪🤪 Dingin2 tapi perhatian🥰

Maapkeen typo bertebaran. Nulis sambil ngerjain laporan KKN. Komen yhak kalo ada yg salah🤗 itung2 bantu author hihii...

Thank you

Aku Ingin Move On [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang