8. Bedah buku

82 44 0
                                    

Dilarang keras untuk plagiat!! Kalau kalian pengen plagiat. Sepertinya kalian salah lapak. Penulis masih amatir

Warning⚠️ Berani plagiat berati berani tanggung reskikonya dia akhirat. Penulis tidak ridho

***

Berkutat dengan hp dan laptop, menjadi rutinitas Dafi selayaknya siswa kelas tiga SMA. Seharian di kamar ternyata membuat Dafi si kutu buku suntuk. Sepertinya sekali-kali dia butuh refreshing. Ia menutup rapat bukunya dan menaruhnya bersanding dengan buku lain di rak.

Baru akan beberes meja. Samar-samar terdengar suara ketukan pintu. Dafi segera membukanya. Di sana terlihat bundanya yang tersenyum simpul kepadanya dengan membawa nampan yang berisi sup hangat dan air putih.

"Kamu makan dulu gih. Daritadi bunda perhatiin kamu belum makan."

Dafi mengambil alih nampan yang dibawa bundanya.
"Seharusnya tidak perlu repot-repot seperti ini Bund. Dafi bisa ambil sendiri."

"Bunda tahu kebiasaan kamu. Kalau udah nugas pasti lupa segalanya. Yaudah bunda tinggal dulu. Jangan lupa dimakan keburu dingin Daf." Dafi menganggukkan kepala dan berucap terima kasih. Setelah itu, bundanya langsung berhambur pergi katanya masih ada urusan dapur.

Sehabis makan, Dafi baru ingat akan janjinya dengan sang kakak. Hampir saja ia lupa kalau alarm pengingatnya tak berbunyi. Ternyata waktunya sebentar lagi.

Dafi langsung menyambar handuk dan berangsur mandi. Ia tak ingin kena semprot nada, kakaknya.

Tak butuh waktu lama, Dafi sudah selesai dengan mandinya. Ia menyiapkan setelan yang pas untuk ia berangkat. Setelah menimang-nimang rasanya kaos dan celana putih dengan luaran jaket abu cocok untuknya. Tak lupa dengan jam tangan kasualnya. Rambut yang sedikit basah ia sisir ke atas. Membuat pesona cowok cool melekat persis pada dirinya.

****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

****

"Sha duduk situ yuk."

"Ha iya", Alesha yang fokus dengan pandangannya langsung mengalihkan tatapannya ke depan mengikuti langkah Vani dan Lily.

Acara segera dimulai. Alesha semakin tidak sabar. Senyuman terus mengembang di bibir mungilnya. Baru pertama kalinya dia bisa menghadiri acara seperti ini. Ia pikir acara seperti ini hanya ada di cerita novel saja, ternyata memang benar adanya.

"Assalamualaikum Warohmatullahi wabarokatuh."

Sapa MC yang dijawab antusias oleh khalayak yang hadir. Selanjutnya, sesi obrolan lebih lanjut mengulik kisah di balik buku yang kian ramai didamba kaum milenial. Penulisnya ternyata begitu anggun, sopan, juga ramah. Perempuan itu menjabarkan sedikit mengenai latar belakang ia menulis buku itu, alasan mengapa dia memilih tema itu, perjuangan dia dalam menulis buku, serta masih banyak lagi.

"Kalian tahu kenapa saya memilih tema ini?" Tanya wanita itu sambil tersenyum manis ke penonton.

"Karena Anda masih muda mungkin hehe." Sahut penonton di belakang tempat duduk Alesha.

"Iya betul. Dan kalau ceritanya tentang orang tua. Jaman sekarang, mana ada orang tua baca novel. Yang ada istrinya ngedumel karena suaminya nggak pergi kerja haha." Tawa renyah penonton seketika membludak. Suasana yang awalnya hening sekarang menjadi tidak semenegangkan tadi.

"Ya itu salah satunya. Dan perlu kalian tahu. Cerita ini menarik karena di part-part ini saya selipkan kisah yang tak jauh beda dengan kehidupan saya. Walaupun ada alur yang sedikit melenceng. Tetapi saya kira maklum. Kan nggak mungkin, masa novel alurnya flat aja. Kan nggak seru ya kan." Jelas wanita itu sambil sedikit terkekeh. Penonton pun membenarkan hal itu.

Wanita itu juga membeberkan tentang alasan tersembunyi di balik genre yang ia pilih.
"Terus kenapa kok saya pilih genre yang ada islami-islaminya? Karena saya ingin sekalian berdakwah sekaligus menambah motivasi teman-teman dalam menjalankan syariat agama."

Semua orang tampak berdecak kagum. Tak terkecuali Alesha. Di umur yang masih terbilang muda, seseorang bisa menghasilkan karya yang dapat dinikmati publik. Alesha memposisikan dirinya sebagai wanitu itu, pasti orang tuanya sangat bangga kepadanya. Ia hanya berharap semoga suatu saat mimpinya dapat tercapai mulus.

****

Tetesan hujan tak kunjung berhenti. Tak ada satu pun semburat bintang yang menangkring di atas awan. Hanya ada awan kelabu yang menutupi lapisan langit. Dibanding mengeluh, Alesha lebih memilih untuk menikmatinya. Baginya, hujan adalah rahmat dari Allah. Yang di mana, di waktu tersebut doa-doa yang dipanjatkan penduduk bumi menjadi mustajab.

Tepat di depannya, mobil hitam berhenti. Ternyata mobil jemputan Vani sudah datang. Lily yang rumahnya tak jauh dari rumah Vani, ikut nebeng. Alesha sempat ditawari namun ia lebih memilih menolak karena arah rumahnya berlawanan dengan arah rumah mereka. Ia meyakinkan mereka bahwa ia tidak apa-apa di sini pasti sebentar lagi bus lewat. Meskipun ia sendiri tidak yakin, apakah di jam segini masih ada bus yang masih beroperasi.

Di sebelahnya ada masjid. Ingin sekali Alesha mampir ke sana. Tetapi sayangnya ia sekarang berhalangan sholat. Membayangkan, betapa adem dan khusyu nya orang-orang di sana apalagi di waktu hujan seperti ini. Begitu menenangkan menurutnya. Daripada kalut dengan berandai-andai, Alesha memilih menutup mata sekejap dan bermunajat.

"Ya Allah semoga sebentar lagi tumpangannya dateng."

"Aamiin." Entah dari mana suara itu berasal. Apa malaikat mengaamiinkan doa nya. Alesha langsung membuka mata dan mendongakkan kepalanya ke atas. Alesha membulatkan mata sempurna setelah mengetahui siapa orangnya.

Dia lagi? Dafi. Kenapa orang itu sering muncul di hidupnya?

Dafi terkekeh, "Ayo. Kamu mau pulang kan?"

"Iya mau pulang. Tapi lagi nunggu tumpangan. Paling bentar lagi." Tutur Alesha dengan menggigit bibir bawahnya ragu.

Sekilas Dafi melirik jam tangannya, waktu menunjukkan pukul setengah sembilan. Mana ada tumpangan jam segini.

"Serius nggak mau ikut sama gue? Yaudah." Baru sejengkal langkah. Alesha kembali memanggilnya.

"Tunggu. Ehm kak. Naik apa?" Alesha bingung karena di sekelilingnya tak ada motor atau apa
pun yang bisa dibuat tumpangan.

"Becak. Mau?" Seolah bersikap serius alesha pun menanggapinya dengan serius.

"Hah?" Tapi apa mungkin lelaki selevel dia naik becak.

Suara tawa renyah menggelegar. Kenapa ada gadis sepolos itu. Alesha mengerucutkan bibir kesal karena dirinya cuma dikerjai Dafi.

"Tuh kamu lihat. Gue ke sini nggak sendiri. Tapi ada perewangan yang gue bawa." Tutur Dafi sambil menunjuk ke arah wanita yang tengah duduk di pinggiran masjid. Lagi dan lagi, Alesha dibuat terkejut.

"Wanita itu? Yang pakai gamis biru? Dia pacar kak Dafi?", Tanya Alesha masih tidak percaya. Beribu pertanyaan ingin ia lontarkan. Namun apa haknya menanyakan itu.

"Ngawur. Dia kakak gue."

Alesha langsung beristighfar. Bisa-bisanya dia suudzon. Ia juga tidak semudah itu mempercayai jika Dafi berkata itu pacarnya. Wanita itu begitu islami menurutnya, tidak mungkin jika berpacaran.

"Wah hebat banget. Pasti kakak bangga banget punya saudara penulis." Yah, wanita itu yang diakui kakaknya Dafi. Dia adalah penulis dari bedah buku tadi.

"Enggak juga." Jawab Dafi dengan wajah datar tak berekspresi.

Alesha menghela nafas panjang. Ia heran, kenapa bisa perilaku kakak sama adik beda 180 derajat?

Maknya dulu nyidam apa sih? Kayaknya ada yang salah dengan syaraf Dafi. Kebanyakan kejedot kayaknya.

****

Gimana cerita AIMO kali ini? Seru atau B aja? Komen yhak👉

Alesha sedih nih. Katanya kok readersnya belum vote😢

Next, ditungguin Alesha. Gamau tau katanya. Pokoknya harus vote and komen🤧

Aku Ingin Move On [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang