Sebenarnya, bagaimana bentuk dunia itu berjalan? Dunia bukan hanya memiliki ruang bumi dan semesta. Dunia, seluruh elemen yang menciptakan kehidupan. Bagaimana wujudnya? Seperti apa rupanya?
Ada banyak hal yang sulit untuk dimengerti. Hidup berdampingan dengan sisi yang seimbang. Namun, nyatanya dalam satu titik ujung lain terkadang lebih banyak mendapat tekanan. Ke atas maupun ke bawah. Seimbang terlepas dari kendali yang justru melahirkan dendam hati.
Gelap terang, putih hitam, bahagia senang, kelam bayan. Semuanya terlihat sama saja di pandangannya.
Dalam ruang sempit persegi, terbaring di atas kasur layaknya benda mati. Udara terasa sempit, tak bisa bergerak ke sana kemari. Hening melengkapi hanya detak jam yang menggiring.
Dua mata itu terbuka sedari tadi. Menatap beton yang menjadi langit-langit. Kasar dan dingin, sama seperti lantai tempat kaki tanpa alasnya ketika berpijak.
Mahaka, selama tujuh belas hidup menyendiri dalam ruang sunyi.
Dulu, tiga hingga empat tahunnya tak pernah berjalan seperti ini. Ada dua pahlawan yang menjadi tameng mengisi hari-hari. Dulu, bahagia itu ada. Keluarga itu ada. Cinta dan kehangatan itu ada. Tapi semuanya terenggut tanpa ketidakjelasan.
Berbeda, alasan yang hingga sekarang Mahaka menggaris bawahi katanya.
Pahlawannya pernah bilang bahwa, lahirnya Mahaka ke bumi adalah keistimewaan. Berbedanya adalah hal yang istimewa. Mahaka menyukainya. Menyukai bagaimana dirinya berbeda dari yang lain. Memiliki dunia yang berbeda sendiri. Memiliki keluarga yang tak sama dari yang lain. Mahaka senang dengan semuanya.
Kiranya begitu. Bahagia yang merambat bukannya ikut membawa kebahagiaan. Hina, jijik, jauh dari kasta, bukan golongan. Mahaka justru mendapatkan balasan yang tidak sesuai dengan keseimbangan.
Mahaka kecil hanya bisa diam. Mulut bergetar terkatup rapat. Mata yang membulat besar basah berderai air mata. Kaki kecilnya dipaksa kuat untuk setia menopang. Mendadak tak mampu bersuara, seperti ada tali yang melilit pangkal lehernya.
Pembantaian yang dilakukan tepat di depan mata. Layaknya mimpi buruk dari yang paling buruk. Pahlawannya tak lagi dibiarkan menghirup napas bebas. Tergeletak tak berdaya menatap satu harapan. Tapi apa? Mahaka sendiri bahkan tidak tahu harapan yang dilimpahkan.
Kenapa? Apa kehidupan harus berjalan layaknya semestinya? Layaknya dalam genggaman pemilik semesta?
Mahaka hidup, punya dunia dan kehidupan. Jagat berisi pahlawan, direnggut habis karena kebijakan.
Mata Mahaka kembali terpejam. Masing-masing sudut bibirnya terukir ke atas. Mimpi buruk yang kelam nyatanya adalah kehidupan lampaunya.
Apa dulu, pahlawan Mahaka juga punya kehidupan yang sama layaknya?
Perbedaan istimewa itu. Apa pahlawan Mahaka bahagia?
ooo
Teeetttt!
Bunyi alarm kembali membangunkan. Mahaka sedikit terperanjat namun tetap tak bangun dari tempat.
Pukul lima belas lewat empat puluh lima. Sore menjelang namun tak ada yang berbeda dari bentukan keadaan ruangannya. Gelap masih menggeluti bersama suara detak jam dinding sebagai melodi.
Untuk kali ini badannya bangkit. Terduduk dengan dua kaki lurus yang ditatap diam. Seakan sebuah ukuran jalan terlihat berbayang di atasnya. Hitungan perjalanan kakinya terus melangkah tercetak. Mahaka menghembuskan napas.
Kaki telanjang bersatu dengan lantai kasar nan dingin. Sudah terbiasa. Bahkan Mahaka tidak pernah kalah dengan suhu yang membuat darah membeku. Entahlah, batinnya sudah terlampau dingin dari dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHAKA [Markhyuck]✓
General FictionNamanya Mahaka. Gadis entah berantah datang dari mana yang ingin mengubah alur kehidupan orang tuanya. Ps. much naration than dialogue