04 | Pintu Pembuka

99 14 0
                                    

Mahaka benar-benar masuk ke sekolah baru. Berdiri di depan gerbang hitam yang menjulang. Dari tampilannya, sangat jelas bahwa sekolah yang menjadi tempatnya untuk mengulang bukanlah sekolah yang biasa.

Gedung besar dengan punuk yang mengkilap layaknya ubin transparan. Hamparan memanjang pada sambungan bangunan lainnya, seperti rumah pemimpin negara bahkan bisa saja lebih besar.

"Ayo! Aku akan mengantarmu ke ruang guru."

Siswi yang Mahaka temui di halte tadi masih setia menjadi pemandu.

Mahaka menghirup napas dalam sebelum dihembuskan. Ayunan kakinya melangkah melewati gerbang. Perasaan tegang baru menyerang. Meski sejatinya Mahaka lebih didominasi oleh batin yang was-was. Ada apa dengan kehidupannya?

Memasuki gedung utama, Mahaka bisa mendapatkan lobi resepsionis. Seorang wanita muda berdiri selama Mahaka dan pemandunya menghampiri. Menanyakan perihal maksud, seperti layaknya di sebuah hotel wanita yang disebutkan tengah menjalankan piket itu lantas melakukan panggilan. Mahaka mendapat culture shock yang besar.

"Kau bisa membawanya ke ruang guru," katanya. "Dan untukmu, selamat datang di sekolah. Semoga kau betah dan senang menjalani keseharian mu."

Mahaka mengangguk. Sambutan yang luar biasa mewah layaknya fisik gedung.

Mahaka tidak menjadi pusat perhatian. Bagi di sekolah yang biasa saja, orang baru akan menjadi topik utama. Namun, untuk ini sedikit lebih baik bagi Mahaka. Tidak menyukai kerumunan dan menjadi pusat pandangan, Mahaka berjalan santai di belakang pemandunya meski beberapa kali mendapat sapaan senyuman.

Gedung mewah, tentu Mahaka tak menaruh keraguan akan adanya sebuah elevator. Masuk dan naik pada lantai tiga. Dari opsi yang terpajang, angka yang berderet tersusun hingga angka enam. Dalam artian, sekolah mewah ini memiliki enam tingkatan lantai. Apa ada ruangan khusus bisnis di sini? Mungkin saja sekolah ini hanya berkamuflase dari kantor pejabat tinggi.

"Aku hanya bisa mengantarmu sampai di sini. Nanti ada Pak Tom yang membawamu ke ruangan guru. Aku harus segera ke kelas. Sampai jumpa!"

Mahaka merenggut dalam batin. Di lorong panjang yang luas dan hening ini, seorang diri tanpa siapa pun. Mencari maksud dari pemilik nama panggilan Pak Tom namun yang Mahaka dapat hanyalah angin dingin yang bersemilar.

Mahaka insiatif berjalan sendiri. Walaupun pelan, mungkin di tempat lain Mahaka bisa bertemu dengan pemandunya yang baru. Berdiam diri pun hanya akan membuang waktu.

Beberapa pintu besar Mahaka lewati. Tidak tahu pasti kasat pembatas itu menunjukkan ruangan apa. Mungkin saja sebuah lorong baru ketika di buka. Anggapan layaknya hotel ternama, mungkin saja.

"Nona Mahaka?"

Pria berumur namun belum menunjukkan keriput. Mahaka mendapatkan senyum ramah yang kedua kalinya dari orang yang berbeda.

"Berjalan sendiri karena lama menunggu, maafkan aku, Nona."

Mahaka menerjap. "Ah, tidak. Aku hanya sekadar melihat-lihat. Bukan salahmu, Tuan."

"Pak Tom, Nona bisa memanggilku itu. Aku bagian pegawai TU di sekolah ini," lugas Pak Tom. "Mari, ruang guru berada di ujung."

Mahaka kembali menjadi anak bebek. Berjalan pada lorong sepi hingga berhenti di depan pintu cokelat yang berbeda sendiri dari morif sebelumnya.

Tok
Tok
Tok

Cela yang terbuka lebar, Mahaka di sambut dengan pemandangan ruang guru yang begitu luas. Layaknya dalam sebuah ruang labirin. Dalam ruang memiliki ruang lain. Tiap pengajar, tiap ruang. Dindingnya dari kaca yang transparan namun kabur seperti terlihat kasar.

MAHAKA [Markhyuck]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang