Mahaka baru tiba di sekolah bersama Vouz. Seragam bersih namun tertutup jaket tebal yang sedikit kebesaran. Vouz memberikan pakaian hangat itu untuk Mahaka. Karena mimpi buruk kemarin, Mahaka sempat mendapat demam tak terlalu tinggi.
Seperti pada umumnya, sekolah yang ramai murid-murid mulai berlarian masuk ketika melihat Vouz datang bersama Mahaka. Mereka melempar sapa sebelum kabur kemudian.
"Jika kau merasa sudah tidak mampu, segera ke ruanganku. Ya?"
Mahaka mengangguk singkat setelah kepalanya mendapat elusan selamat tinggal. Vouz berlalu menuju ruang pribadi di lantai yang berbeda setelah mengantar Mahaka ke kelasnya.
Sepi dari biasanya. Kelas Mahaka masih berisi beberapa murid yang duduk berjauhan. Mahaka berjalan menuju tempatnya. Duduk diam menjadi peserta yang melingkupi keheningan.
Kursi milik Haka masih kosong. Kemungkinannya lelaki berkulit tan itu belum datang lagi. Jam di pergelangan tangan sudah menunjukkan pukul setengah delapan. Masih ada waktu setengah jam lagi sebelum bel masuk berbunyi.
Mahaka memilih untuk menatap keluar jendela. Daun yang menari pelan, mendayu tertiup angin yang berhela. Beberapanya jatuh berguguran. Langit cerah dengan matahari yang hadir tepat di atas. Awan pun tak ingin kalah ikut menjelajahi dinding bumi yang begitu birunya.
"Selamat pagi, Mahaka!"
Lean masuk dengan semangat yang tak pernah luntur. Duduk di kursinya kemudian berbalik menatap. Mahaka mengangguk memberi reaksi.
'Anak ini lumayan aneh. Cantiknya hanya menjadi cover.'
Lean tersenyum kemudian berbalik. Menghadap papan dan menghela napas beratnya. Memilih mengalihkan pikiran dengan melihat pantulan dirinya pada cermin genggam sebelum memainkan ponselnya.
Mahaka melirik dari belakang bagaimana Lean yang menata dirinya. Hanya sehentar sebelum dirinya kembali mengalihkan pandang pada keadaan luar yang cerah.
Suara gemuruh bersama teriakan yang lantang seketika terdengar. Dari jendela kelas yang berada di dekat pintu masuk, sekelompok murid lelaki terlihat melintas di sana. Senyum mereka kian melebar setelah berhasil menjahili salah satu teman mereka. Yang merengguk, Haka namanya.
Mahaka menatap dalam diam. Kelompok anak lelaki yang Mahaka kenal. Bahkan dua di antaranya adalah awal hidup dirinya lahir ke dunia. Sisanya, Mahaka hanya mengenal mereka sebagai teman yang setia.
Kontak mata terjadi. Bukan antara Mahaka dan Haka yang kian kesal dengan kawanannya. Lelaki berkulit putih dengan mata yang sipit menatapnya.
"Oh! Hai, Mahaka. Namanya Mahaka, kan?"
Semuanya sontak mengalihkan pandangan. Ikut menatap Mahaka secara keseluruhan, termasuk Haka dan Maha.
"Ngomong-ngomong, namanya unik. Gabungan nama kalian berdua," celetuknya sembari menunjuk Maha dan Haka bergantian.
Mendengar itu Mahaka memalingkan wajahnya. Mendengar sebuah pernyataan yang terlalu jelas. Tak ingin terlihat jelas dan memilih mendukung pikiran kebetulan mereka.
Kawanan itu berpisah. Terutama Maha yang berada di kelas yang berbeda. Meninggalkan usapa kepala yang diberikan pada Haka layaknya Vouz pada dirinya. Dari ujung mata Mahaka melihat.
Haka masuk dan duduk di tempatnya. Sempat mendengar dengkusan kasar yang menandakan kekesalan masih singgah. Sebelum kemudian Haka beralih memandangnya.
"Selamat pagi, Mahaka. Cuaca hari ini cerah, ya?" sapanya.
"Ya."
Haka melipat bibirnya sejenak. Pandangannya kemudian menelaah pada jaket kebesaran yang menutup badan Mahaka. Haka ingin menelaah wajahnya namun Mahaka masih terlalu larut untuk menatap keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHAKA [Markhyuck]✓
General FictionNamanya Mahaka. Gadis entah berantah datang dari mana yang ingin mengubah alur kehidupan orang tuanya. Ps. much naration than dialogue