18 | Berbagi Hal

34 9 0
                                    

Jalan raya terlihat ramai. Kendaraan tiada henti bergantian berlalu lalang melepas kebisingan. Para pejalan kaki membantu menghidupkan malam di bawah kerlap-kerlip lampu penerang jalan. Bangunan yang berjejer dengan tinggi yang berbeda penuh dengan mereka yang melakukan berbagai macam tujuan dan urusan.

Pelayan kafe keluar dengan sebuah mampan. Dua gelas yang berisi cairan berbeda diletakkan bergantian di atas meja. Sepiring lebar makanan ringan dan sebuah mangkuk kecil layaknya makanan penutup, menjadi hal terakhir bagi sang pelayan turunkan kemudian berlalu masuk kembali.

Haka menyesap minumannya. Sebuah jus lemon yang begitu segar berpadu dengan es batu yang mengkilap menari di dalam. Gelembung-gelembung kecil yang memenuhi dinding kaca gelas membuatnya terlihat begitu menarik. Tidak terlupa dengan biji buah selasih yang menghias di dasar gelas. Haka menyukai lemon slash-nya malam ini. Terlihat begitu lebih baik dari sebelum-sebelumnya.

Tidak sendirian. Tentu saja Haka berada di sini sebab dibawa pergi oleh seseorang. Selepas dari Asgar, menonton pertandingan Jaiden yang berhasil menjadi pemenang, tanpa basa-basi banyak Haka bergegas menarik pelaku yang membawanya keluar dari rumah.

Maha hanya diam, duduk di depan Haka yang nampak tenang dengan makanannya. Jarinya mengapit sebatang nikotin yang terbakar. Maha memang merokok, hanya di kala waktu dirinya ingin. Dan biasanya di saat itu datang, artian lain Maha memiliki kepala yang tengah ribut saat ini.

Haka mengunyah makanannya dengan tenang. Meski sekitar tempat mereka duduk terlalu bising dengan orang-orang yang entah siapa, mereka tidak kenal. Berada di area luar kafe bukanlah suatu hal yang bagus, maupun buruk juga. Tapi Maha sudah lebih dulu mengambil tempat di luar sebab alasannya yang ingin menyesap batang nikotinnya.

Mata lelaki berkulit tan itu menatap Maha yang masih setia memandang. Melakukan kontak mata dalam diam meski mulut Haka masih setia sibuk mengunyah makannnya. Keduanya tetap diam, seperti enggan untuk mengeluarkan sepatah kata. Membiarkan para pelanggan lain yang berada di seberang mereka terus ribut dengan kegiatannya.

Sekali lagi, Haka menyesap minumannya. Menepuk tangan, menghilangkan remah dari roti lapis bakar yang sempat dia pegang. Punggungnya kemudian bersandar pada kursi, setelah beberapa detiknya napas Haka terlepas dengan sedikit berat.

"Mereka kembali dengan pintaan tuntutan penuh harap lagi," ucap Haka. Terdengar seperti pertanyaan tapi juga sebuah pernyataan.

Maha menyesap panjang batang rokoknya dan melepas asap mengepul di udara. Belum mencapai setengah batang itu terbakar, Maha sudah membuangnya ke tanah dan diinjak tanpa balas kasihan.

Haka hanya diam di tempat melihat reaksi Maha. Kala lelaki itu mulai meneguk segelas minuman yang rendah alkohol sekali tangkas, Haka berpikir kalau kali ini lebih buruk dari yang buruk.

"Yeah ... Dan karena itu, rasanya aku ingin mencabut telingaku untuk berhenti mendengar mereka," jawab Maha.

Raut wajah lelaki itu nampak frustasi dan kelelahan. Tapi setengah kuat Maha masih mampu menunjukkan raut kehangatan untuk membuat Haka melepas rasa khawatirnya.

"Ayah tidak berhenti menyinggung pasal Kanada. Aku sampai hapal kapan dia akan mulai membahasnya, menarikku ke dalam ruangan, berdua, dan menghabiskan sepanjang waktu hanya untuk mendengarnya," celoteh Maha.

"Lebih buruk. Entah apa yang dilakukannya hingga tiba-tiba, Kakek ikut terhasut dengan pikiran Ayah. Aku sempat berpikir kalau lelaki tua itu tengah dihipnotis olehnya. Padahal sebelumnya, dia mengatakan kalau akan melepasku dengan pilihanku sendiri. Bukankah orang dewasa begitu aneh, Haka?"

Maha merasa haus kembali, maka itu dia memanggil pelayan yang sama untuk membawakan minuman yang sama pula.

Haka sendiri sedikit meringis di tempatnya. Menjadi seorang anak yang berada dikeluarga terhormat tentu sangat memberikan beban yang tak kalah besar. Haka tidak bisa membayangkan dirinya untuk berada di sana. Bahkan mengharapkan terlahir dengan keturunan darah birupun Haka enggan.

MAHAKA [Markhyuck]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang