Jam pulang sekolah, seluruh murid memenuhi lahan parkir untuk persiapan pulang. Termasuk kumpulan anak motor besa, Haka dan kawan-kawan.
Dalam setiap langkah, Haka hanya berdiam diri. Lebih tepatnya sedang mencerna kejadian yang terjadi sebelumnya. Tepat di ruang kesehatan, sesaat memeluk Mahaka sementara menangis bersama Maha. Kepalanya berapa kali memiring sebab memikirkan hal itu. Membuat Ren yang berjalan di belakangnya menyerit menatap sambil bersedekap dada.
Hingga sampai barisan kendaraan roda dua mereka. Haka masih setia dengan ekspresinya. Yang kali ini berhasil membuat semua kawannya bingung menatap.
"Kau kenapa?" sahut Jaiden.
"Hm?" Haka menoleh sejenak sebelum menggeleng. "Tidak apa."
Jaiden berkedip lalu teralih pada Maha. Wajah dingin dan datar yang sudah sangat biasa itu sebenarnya tidak masalah. Hanya saja, ada kesan baru dan terlihat mirip dengan ekspresi Haka saat ini. Mengisyaratkan kalau dua lelaki itu memiliki kesamaan dalam memikirkan sesuatu.
"Rasanya aneh," ungkap Haka.
Tangannya yang memegang helm hitam besar itu terhenti di atas jok motor. Semua pasang mata mengarah padanya yang mana Haka sendiri terlihat seperti sedang menghayal.
"Aku tidak tahu apa yang terjadi pastinya. Tapi ... tangisannya membuatku merasa menyesal."
"Menyesal?" Ren bersuara.
"Seperti ... apa, ya? Aku melakukan sesuatu yang sangat buruk padanya. Benar-benar buruk. Tapi bingungnya, aku tidak tahu itu apa." Haka berbalik. "Atau itu hanya perasaanku saja, ya?"
Jaiden menggaruk pelipisnya. "Kau ini bicara apa?"
"Hanya mengutarakan apa yang aku rasakan saja. Bagaimana denganmu, Maha? Kau juga merasakannya?"
Kali ini semuanya berpaling pada Maha.
Lelaki itu diam sejenak sebelum membuka mulutnya. "Aku tidak ingin memikirkannya."
Kelopak mata Haka turun beberapa kali. "Benar. Mungkin hanya perasaan kita saja."
Tiga temannya yang mendengar obrolan singkat ini terasa tidak masuk akal. Jaide terlebih lagi berapa kali menggaruk kepalanya menatap Haka dan Maha secara bergantian. Sisanya, Norman dan Ren hanya diam dengan kebingungan.
Tepat ketika ingin bersiap dengan kendaraan masing-masing, seorang pria terlihat keluar dari gedung sekolah. Pakaiannya yang berwibawa membuat murid-murid yang baru saja ikut keluar beralih menatapnya. Bisikan-bisikan kecil perlahan ikut keluar menggiringi tatapan mereka. Bahkan tidak terkecuali pada lima lelaki yang bersiap pulang tadi.
Pria itu kemudian berhenti tepat di depan mereka. Norman, Jaiden, Ren, hingga Haka lantas memberi bungkuk sebagai sapaan selamat sore. Berbeda sendiri dengan Maha yang bersitatap dengan mata datarnya.
"Selamat sore Mr. J," sapa Haka.
Yang disapa hanya menatap dalam diam. Tatapan yang terlihat begitu mirip dengan tatapan Maha. Lalu berselang detik, mata hitam itu berpaling ke Maha yang masih setia menatapnya.
"Kau perlu menjelaskan banyak padaku hari ini," ucap Mr. J.
Maha tidak memberi jawaban. Bahkan pria itu pun tidak. Memilih berlalu meninggalkan mereka yang sempat menatap Haka sekali lagi. Dan yang ditatap pun seberusaha keras untuk memberi senyum baiknya.
Berlalunya Mr. J membuat ketiga lelaki di belakang menghela napas lega.
"Ayah Maha masih tetap seseram itu," pukas Norman.
"Kau benar," setuju Jaiden yang disambung anggukan kepala oleh Ren.
Tidak ada yang menutarakan komentar lain selanjutnya. Mereka kali ini benar-benar berberes untuk pulang ke rumah masing-masing walau dalam kondisi yang tidak tenang. Paling utama adalah Haka.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHAKA [Markhyuck]✓
General FictionNamanya Mahaka. Gadis entah berantah datang dari mana yang ingin mengubah alur kehidupan orang tuanya. Ps. much naration than dialogue