Dan ucapan Jaiden memang benar. Berita soal hubungan menyimpang Maha, anak bungsu dari Mr. J ternama menimbulkan banyak desas-desus komentar. Tidak jarang di depan rumah keluarga besar itu dikerumuni oleh beberapa wartawan. Mengambil kesempatan untuk menghasilkan lewat berita menggemparkan.
Bagi Mr. J ini tentu saja sebuah masalah. Dalam pekerjaan termasuk namanya sendiri akan mendapatkan dampak. Menegur Maha pun rasanya sudah cukup sia-sia untuknya. Namun, Mr. J bukanlah pria yang kenal dengan sebutan menyerah. Bahkan jika harus melakukan tindakan kasar sekalipun, tidak memandang bulu, selama mencapai tujuan dan menyelesaikan masalah akan dia lakukan.
Sementara di sekolah, tidak hanya Maha, Haka pun ikut terseret di dalamnya. Sebuah rapat bersama orang tua murid yang diadakan kemarin berhasil mengambil keputusan untuk memberi ruang khusus bagi keduanya. Menolak anak-anak mereka untuk berbaur, dengan alasan takut akan penyakit yang menular.
Maha tidak masalah. Menurutnya itu lebih bagus. Rautnya tidak pernah berubah meski ayahnya mengucap pembelaan diri di depan podium. Maha bahkan berbanding setuju dengan Mr. J. Membuat suasana jauh lebih riuh lagi.
Dikucilkan, dihindari, dan benar-benar memiliki kelas sendiri. Hanya berdua kecuali di jadwal pulang sekolah di mana Dean akan ikut serta di dalamnya. Hukuman mereka masih terus berlanjut hingga mereka benar-benar saling memaafkan satu sama lain. Namun, apa yang diharapkan? Dean justru jauh lebih keras kepala di saat Haka mengatakan kejujurannya dan Maha yang terlihat tidak peduli. Bagi Dean, mencengcengi pasangan ini memberi rasa hibur untuknya. Ditambah dengan kemenangan orang-orang sekitar yang mendukung pikirannya. Dean luas biasa senang.
Meski begitu, tiga serangkai Haka bertindak terkecuali. Jaiden, Ren dan Norman tetap bersikap biasa. Orang tua mereka memang ikut serta dalam rapat namun, masing-masingnya tidak memberi komentar. Kata mereka, bukan pertemanan yang diputus dalam suatu hubungan yang salah. Selama anak-anak mereka tahu dan masih berada di jalan yang benar, itu tidak akan menjadi masalah. Tentu saja ungkapan itu membuat Haka senang.
Dan soal Bunda. Wanita kepercayaan Haka semasa rapat tidak pernah membuka mulutnya. Kecuali di saat waktu baginya naik ke podium. Bunda hanya terus mengucapkan maaf dan tertunduk enggan melakukan kontak mata dengan seluruh manusia yany ada.
Haka sedih, tentu saja. Kepulangan mereka setelah rapat hanya menghasilkan kebisuan. Haka enggan menegur sementara Bunda terus mengurung diri dalam kamarnya. Hingga hari ini, percakapan bisu itu terus berlanjut memberi dampak dari kegiatan hari-hari Haka.
Tak
Sekotak susu karamel mendadak terhentak di mejanya. Haka mendongak perlahan, lalu berhenti ketika mendapat raut datar Mahaka. Gadis itu tidak bersuara. Setia dengan tampangnya sebelum menarik kursi Dean sebagai tempat duduknya.
"Maha?"
"Ruangan Pak Vouz," jawab Haka sembari membuka bungkus pipet susunya dengan perlahan.
Tidak ada lanjutan setelahnya. Haka hanya duduk diam menikmati minuman kesukaannya dengan pikiran yang berkelana. Termasuk Mahaka sendiri yang duduk diam memandangi dari samping.
"Bunda masih tak ingin bicara," ungkap Haka kemudian. "Sepertinya dia kecewa."
"Memang," balas Mahaka cepat. Refleks membuat lelaki menoleh.
Tampang sedih Haka makin menjadi setelah jawaban Mahaka. Dia mendesah, melepas pipet dari mulutnya lalu menutupi wajah dengan telapak tangan.
"Apa yang harus aku lakukan?"
"Tidak ada," jawab Mahaka lagi.
Haka terdiam. Di balik telapak tangan itu sejatinya kening Haka berkerut kasar. Sedikit kesal dengan semua jawaban yang dilontarkan Mahaka. Sungguh tidak membantu sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHAKA [Markhyuck]✓
General FictionNamanya Mahaka. Gadis entah berantah datang dari mana yang ingin mengubah alur kehidupan orang tuanya. Ps. much naration than dialogue