21 | Teman-Teman

42 11 0
                                    

Di pekarangan belakang rumah, Norman bersama Mahaka berdiri saling tak berjauhan. Menikmati angin sepoi dengan langit yang kini perlahan menujunkkan kilap jingga.

Mahaka memandang lurus ke depan, selagi Norman sibuk untuk menepuk sebuah bangku.

"Silakan duduk, Mahaka."

Mahaka menoleh, berjalan pelan dan mendudukkan dirinya di bangku kayu yang bergelombang. Norman pun begitu, tepat bersebelahan.

Tidak ada pembicaraan selanjutnya. Keduanya nampak menikmati kebisuan dengan langit petang yang menjadi tontonan. Lain tempat dengan Haka dan dua yang lainnya. Masih bisa terdengar bagaimana keriuhan mereka dengan Haka yang lebih mendominasi.

Norman menoleh, menatap Mahaka yang diam asik menikmati kegiatannya.

"Ku dengar, kau di Asgar kemarin malam," sahut Norman.

"Ya," jawab Mahaka tanpa menoleh.

Norman kembali menatap ke depan. "Sepertinya, kau tengah membiasakan diri dengan lingkungan baru mu."

Tatapan Mahaka turun pada padang rerumputan halaman.

"Di sini indah kan, Mahaka?"

Angin kembali bertiup, dengan sedikit lebih kencang, berhasil melambaikan helaian rambut keduanya.

"Aku pernah berpikir untuk selalu hidup di masa seperti ini. Masa tenang, di mana aku menghabiskan seluruh masa remajaku dengan begitu baik. Tidak terbebani akan pikiran yang perlu menyiapkan masa depan. Aku menyukai masa ini, bersama teman-temanku hingga tidak kenal waktu. Masa ini benar-benar masa yang orang-orang bilang penuh kejayaan."

Mahaka masih menjadi pendengar sejati.

"Tapi, bagaimanapun pikiran paksa kehendak itu, aku tetap tidak akan bisa menghentikan waktu. Bahkan jika aku kembali ke masa lalu, masa depan tetap akan datang."

Baru kali ini, Mahaka dengan pelan meggerakkan kepalanya menatap Norman. Lelaki itu tersenyum tipis dibalik bibirnya yang masih terlihat pucat.

"Keinginan memang tidak selamanya akan terkabul, Mahaka. Karena dunia dan waktu bukan milik kita."

Norman ikut menoleh bersitatap dengan Mahaka. "Pasti sangat berat mencoba untuk menerima kehendak-Nya. Tapi percayalah, ada sesuatu yang indah akan datang setelah itu."

Mata Norman tertutup. Bukan karena mengantuk, tapi lelaki itu tersenyum dengan mata terpejam.

Sekali lagi angin bertiup, mengangkat poni Norman dengan begitu halus. Seperti waktu yang berjalan dengan begitu lambat, Mahaka menyaksikan bagaimana Norman tersenyum di depannya.

"Di sini kalian rupanya. Sedang apa?"

Jaiden memunculkan dirinya. Seragam sekolah tidak lagi membaluti badannya. Tersisa kaus putih oblong tanpa lengan, sukses menampikkan otot-otot besar itu.

"Tidak ada. Hanya membicarakan pasal kedatangan Mahaka di Asgar kemarin," jawab Norman.

"Benar. Hal itu menjadi pembicaraan yang cukup hangat."

Jaiden mengambil posisi duduk melantai.

"Orang-orang di sana mungkin sempat melihatmu, Mahaka," sambung Jaiden lagi.

"Kenapa?"

"Apa?"

"Kedatanganku di Asgar."

"Bukan apa-apa sebenarnya." Norman menjawab membuat Mahaka berpaling menatapnya. "Mereka mungkin sedikit terkejut mendapat wajah baru di arena. Kau tahu, Asgar itu arena balap yang bukan sembarangan orang bisa berada di sana."

MAHAKA [Markhyuck]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang