Club penggemar Mahaka benar-benar terbentuk. Menjadi topik paling panas dan tersebar luas dengan cepat. Jumlah yang menjadi penggemar bahkan tidak main-main. Dalam dua hari mampu mengumpulnya sebanyak seribu akun yang menyukainya. Lapak-lapak yang menampilkan foto Mahaka diambil dalam mode candid, angka yang menyukainya mampu mencapai ribuan.
Hal ini bahkan sampai ke tangan Vouz. Ibu jari yang bergerak pelan menarik halaman sosial media penuh dengan gambar-gambar Mahaka, perasaan Vouz kian berkecamuk.
"Padahal aku baru menegurnya dua hari yang lalu."
Vouz menggeleng, menaruh ponsel di atas meja dan memilih berkutat pada pekerjaannya. Sayangnya, belum mencapai dua menit, pintu besarnya terbuka tanpa diketuk. Vouz mendongak, gadis yang menjadi topik panas anak-anak sekolah menunjukkan dirinya dengan raut datar.
"Bisa bantu aku?"
Vous berkedip. "Ada apa?"
Mahaka menutup pintu, menghela napas dan mengambil tempat duduk di sofa besar depan Vouz. Menyandarkan punggung hingga pangkal leher, membuat wajahnya mengadah pada langit-langit.
"Kau baik-baik saja?"
Kepala Mahaka menoleh. "Tidak. Jauh dari kata baik-baik saja." Raut merengek Mahaka terbit.
Vous menutup kerjaannya dan mendengkus geli. "Soal club penggemarmu?" Reaksi yang diberi Mahaka, anggukan kepala yang berarti benar. "Bukankah kau sendiri yang mengizinkan mereka membentuknya?"
"Ya, tanpa sadar," balas Mahaka. Suaranya nampak lemah, penuh kejengahan.
"Lalu, apa yang kau inginkan? Aku perlu membantu apa?"
Mahaka kembali menatap langit-langit. "Berikan mereka alasan pasti untuk menutup club itu. Aku lelah menyapa orang asing."
Vouz tersenyum. Senang mendapat reaksi Mahaka yang ternyata tidak terlalu menyukai pembentukan club penggemarnya.
"Bantu aku." Mahaka merengek lagi. Kali ini dengan wajah yang lebih memelas.
Vous terkekeh. "Tentu. Akan aku bantu," jawabnya. "Ngomong-ngomong, apa kau sudah makan?"
Mahaka menggeleng. "Aku sudah bilang lelah dengan menyapa orang asing. Meski tampilan mereka senada denganku. Tetap saja."
"Ingin makan bersama?"
Badan Mahaka tertarik untuk duduk tegak. "Di luar sekolah?"
Sebelah alis Vouz terangkat. "Berniat membolos?"
Mahaka melipat bibirnya ke dalam. "Hanya bertanya."
"Dasar," cibir Vouz. Dirinya kemudian berdiri menghampiri Mahaka untuk diajak keluar.
Mahaka kehilangan hampir setengah tenaganya. Memiliki penggemar ternyata tidak semenyenangkan itu. Sisi baiknya bisa dikenali oleh banyak orang, tapi melelahkan harus berhadapan dengan mereka. Terlebih, seharusnya Mahaka melihat sisi ke depan kalau semua perhatian akan tertuju padanya. Menjadi pusat perhatian dan beberapa kamera yang mengambil gambar tanpa izin. Semuanya menguras tenaga Mahaka secara spontan.
Vouz berjalan tenang di samping Mahaka. Menatap gadis itu dengan kepala yang sedikit menunduk, setelahnya tersenyum tipis. Vouz tahu kalau Mahaka tidak nyaman selama memiliki ribuan penggemar. Entah apa yang Mahaka pikirkan sampai menyetujui pembuatan club itu. Katanya tidak sadar, Vouz setuju.
Kantin ramai, tentu karena waktu isturahat yang memberi kebebasan seluruh murid untuk mengisi tenaga. Vouz datang bersama dengan Mahaka di sampingnya. Seperti dengan yang bagaimana akan terjadi, seluruh pasang mata langsung tertuju pada mereka. Vouz menarik Mahaka untuk mengambil bagian dalam antrean untuk makanan chef.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHAKA [Markhyuck]✓
General FictionNamanya Mahaka. Gadis entah berantah datang dari mana yang ingin mengubah alur kehidupan orang tuanya. Ps. much naration than dialogue