Hai.
First off all, aku mau minta maaf karena cerita ini tidak pernah ku up lagi seperti konsisten sebelumnya. Hal ini dikarenakan aku yang sudah menginjak semester akhir tahun kuliah, membuat waktu untuk menulis jadi lebih sedikit. Am sorry.
And as my apology, aku beri LAST CHAPT. Chapter ini akan menjadi rangkuman semua yang terjadi, termasuk Mahaka yang menyelesaikan urusannya dan sebagai penutup cerita.
Aku minta maaf sekali lagi karena terlihat tidak bertanggung jawab dalam menyelesaikan cerita ini. Tapi aku juga berterima kasih pada kalian yang masih membaca dan setia menunggu cerita ini untuk selesai. Thank you.
And last, kemungkinan juga aku tidak akan meluncurkan cerita baru dalam waktu dekat, tapi kuusahakan akan ada.
Thanks again. Be healty, and don't forget to be happy cus you deserve it.
***
09.30 AM. Parkdale, Toronto, Ontario, Kanada.
Puluhan anak kecil berhamburan keluar dengan seragam sekolah kanak-kanak. Beberapa orang tua terlihat sudah menunggu sang buah hati. Seruan manis dan senyuman hangat yang menyambut pelukan di jam pulang. Curhatan-curhatan kecil yang terlontar tentang kisah hari ini. Juga beberapa pengajar yang ikut mengantar beberapa kanak lainnya.
Terkecuali satu. Gadis kecil yang berdiam diri di depan pintu keluar gedung sekolah kecilnya. Tanpa guru yang menemani di samping, terlihat sudah sangat paham akan keterlambatan sang jemputan. Itu bahkan tidak membuatnya kecewa. Memilih bermain dengan badannya sendiri. Bergerak kanan-kiri selagi memberi lambaian pada teman-temannya yang sudah pergi.
"Belum di jemput lagi, Mahaka?"
Gadis kecil itu mengangguk. "Daddy sudah bilang ke Mahaka kalau akan telat beberapa menit. Dia akan datang bersama Papa."
"Baiklah. Selagi menunggu, ingin Ibu menemanimu?"
Dia menggeleng. "Ibu guru punya banyak pekerjaan. Mahaka akan baik-baik saja."
Guru itu tersenyum. "Gadis yang hebat." Elusan manis pada kepala gadis kecil itu sebagai perpisahan untuk mereka. Walau rasa tidak rela meninggalkannya sendirian masih ada.
Mahaka setia di sana. Memandang gerbang sekolahnya di mana jalan besar tempat kendaraan berlalu lalang terlihat. Dia melipat bibirnya. Menatap sekeliling yang sudah sepi. Dia lalu menggeleng.
"Papa bilang tidak akan terjadi apa-apa. Mahaka hanya perlu menunggu di depan sekolah."
Aksi manisnya yang setia sabar itu tanpa sepengatahuan disaksikan oleh seorang gadis di seberang kanan. Dia tersenyum, duduk di bangku berwarna merah muda dengan kaki yang terlipat. Mantel krem yang dikenakan sedikit dieratkan. Hari ini masih termasuk musim salju yang bahkan sedikit-sedikit masih dihujani benda halus itu.
Dia lalu berdiri. Melangkah pelan dan pasti tanpa suara. Namun, hal untuk tidak membuat Mahaka sadar sepertinya tidak berhasil. Gadis kecil itu menolehkan kepala. Berkedip dengan lucu beberapa kali tanpa mengeluarkan suara. Dia tetap tersenyum, niat menunjukkan keramahan.
"Hai," sapanya kemudian. Bukannya mendapat balasan, Mahaka justru mengambil langkah menjauh darinya. "Itu tidak salah. Kau memang tidak boleh berbicara dengan orang asing, tapi kau bisa percaya padaku. Aku pengecualian dari orang asing."
Mahaka menggeleng. Kembali mengambil langkah mundur.
Gadis itu lalu berjongkok. Meraih saku mantel dan mengeluarkan sebungkus jeli berbentuk beruang. Dia membukanya tanpa segan. "Aku tau kau suka jeli beruang. Aku pun begitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHAKA [Markhyuck]✓
General FictionNamanya Mahaka. Gadis entah berantah datang dari mana yang ingin mengubah alur kehidupan orang tuanya. Ps. much naration than dialogue