08 | Ketakukan Yang Belum Hilang

64 12 0
                                    

Jam kelas berjalan dengan hening dan tertib. Seluruh pelajar yang memasang fokus ada materi pengajar di depan. Kepala yang bergerak ke atas dan ke bawah, sinkron dengan tangan yang bergerak lincah di atas kertas halaman.

Di antara puluhan pelajar, hanya Haka yang konsentrasinya terpecah dua bagian. Memang dirinya menyimak penjelasan, namun tak bisa dilepas kalau pikirannya juga mengarah pada Mahaka yang tengah duduk di sampingnya. Menopang dagu dan menulis dengan begitu santai. Seperti tampang tak minat, Haka beberapa kali mencuri pandang tanpa ketahuan.

Mengingat kejadian di basecamp tadi siang. Ucapan Maha masih tergenang dalam kepala. Haka juga kebingungan akan itu. Pasal Mahaka yang mengetahui akan kesukaan dirinya dan Maha. Padahal, gadis itu baru menjadi bagian sekolah beberapa jam yang lalu. Sudah begitu banyak keanehan yang terjadi.

"Haka, memiliki masalah pada tempat papan bergantung?"

Kepalanya dengan cepat menoleh. Rasa canggung yang menghampiri kian membesar saat seluruh pasang mata beralih fokus padanya.

"Maaf, Bu."

"Sepertinya kau memiliki urusan dengan Mahaka. Menatapnya terus menerus dengan rasa penasaran. Kau bisa lakukan itu nanti setelah kelas ini selesai."

Sorakan riuh seketika berseru, menggema penuh kelas yang dilanda malu-malu.

Haka tersenyum canggung, menoleh pada Mahaka yang masih setia dengan ekspresi perasaannya. Sedikit beruntung dengan itu.

Kembali dilanjutkan, Haka menghela napas berat dan menggelengkan kepala. Tertangkap basah yang cukup memalukan baginya.

Mahaka melirik dari sudut mata. Meski terlihat tidak peduli, sejatinya Mahaka tahu kalau lelaki itu sedari tadi menatapnya. Mahaka hanya ingin terlihat santai dan biasa. Meski dalam diri, kebahagiaan itu tak pernah berhenti meletup-letup.

Kelas akhir selesai. Deringan bel menggema sepenjuru sekolah. Melakukan penutupan hingga semuanya sibuk mengemas barang-barangnya.

Sama seperti Mahaka. Meski terlihat banyak berbeda karena barang yang dipunya tidak sebanyak yang lainnya. Kegiatan mengemasnya hanya berjalan begitu singkat. Menyangga ransel dan hendak berjalan duluan meninggalkan kelas.

Haka melirik, mempercepat gerakannya hingga kini berhasil berjalan di belakang Mahaka.

"Hei, Haka sepertinya benar-benar memiliki urusan dengan Mahaka."

Seruan yang sama kembali ribut. Haka memberi isyarat diam dengan meletakkan jari telunjuknya di atas bibir.

Jalan mengekor yang penuh kebisuan. Haka sejatinya memiliki kesempatan hanya lorong jalan terasa begitu mendesak. Banyak murid lain yang berjalan berlawanan sehingga menghalang jalan.

Mahaka tiba-tiba berhenti di depan. Berbalik dan menatap Haka yang tengah berdesis mengigit kukunya. Sontak kegiatan itu terhenti dengan tangan yang turun cepat.

"Apa?" tanya Mahaka.

Haka berkedip cepat beberapa kali. Tangannya menggaruk pipi seraya mengulum bibir.

"Itu ... Aku ingin bertanya sesuatu padamu."

Sebelah alis Mahaka menukik.

"Kau tahu dari mana kalau aku suka susu karamel?"

Mahaka menatap diam. "Hanya itu?"

Mulut Haka terbuka sedikit, menampilkan dua gigi kecil layaknya seekor kelinci.

"Oh? Juga, Maha menanyakan pasal permen rasa jeruknya," sambung Haka.

Mahaka menghela napas pelan. Berbalik sempurnya menghadap Haka masih dengan ekspresi bertanyanya.

MAHAKA [Markhyuck]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang