Mahaka sampai di rumah, lebih tepatnya di rumah Vouz sebagai tempat sementara. Disambut oleh beberapa maid rumah yang mengambil alih ransel sekolahnya.
"Ah, tolong cucikan celana training teman sekolah ku. Aku akan mempulangkannya besok."
"Tentu, Nona."
Mahaka beralih menuju kamar. Rumah besar hanya berteman dengan pembantu rumah tangga. Rasanya seperti tidak jauh beda dengan kamar apartemen masa lalunya. Lebih tepatnya di masa depan.
Membaringkan badan dan menatap langit-langit putih pucat. Mahaka terdiam dengan pikiran yang bekelana. Seragamnya belum lepas, masih terlalu malas untuk dilakukan. Mahaka hanya ingin tenggelam dalam kenangan yang baru saja terjadi beberapa jam yang lalu. Di aula lapangan basket sekolah, bertanding dengan Maha. Senyum simpul yang tipis lantas terbit di wajahnya.
Bangun mengambil posisi duduk, Mahaka melirik ponselnya untuk menatap jam. Pukul tiga menjelang setengah empat sore. Menghela napas pelan sebelum benda pipih itu dia biarkan tergeletak di kasur dan beranjak menuju kamar mandi. Mahaka ingin membersihkan diri sebelum turun menuju dapur mengisi kekosongan perutnya.
ooo
Sama seperti Haka yang baru sampai di kediaman. Bedanya, lelaki itu nampak sedikit brutal membuka sekat penghalang jalan utama. Membuat penghuni dalam rumah menatapnya kaget bercampur risau.
"Kau ini! Bunda harus mengganti pintu yang keberapa kali kalau kau terus membukanya seperti itu?"
Haka hanya melepas cengirannya seraya menggaruk tengkuk. "Maaf, terlalu semangat. Aku hanya sudah lapar."
Bunda mendengkus sebentar. "Dasar. Lekas ganti seragammu dan turun untuk makan. Ingat! Jangan lakukan hal yang sama pada pintu kamarmu jika kau tidak mau untuk Bunda yang membantingmu."
Haka bergerak hormat. "Siap, laksanakan!"
Terbirit-birit menuju kamar dan segera mengganti seragam. Hari ini entah mengapa Haka memiliki semangat yang menggebu besar. Entahlah, antara pertandingan basket Mahaka dan Maha di sekolah tadi yang berhasil dimenangkan oleh gadis situ, atau perkara Maha yang meminta untuk menemaninya jalan malam nanti sebagai penghibur kekalahan.
Haka menggelengkan kepalanya kuat. Pipinya sedikit bersemu sesaat menatap pantulan wajahnya pada cermin wastafel kamar mandi.
"Apa yang kau pikirkan, Haka? Lelaki berisik itu hanya ingin ditemani mencari hiburan, bukan kencan," ucapnya memprotes diri.
Tadi, memang selepas pertandingan, Haka mencerca Maha tiada habisnya. Menjadi satu-satunya penonton yang tersisa menatap Maha latihan basket bersama anggotanya, tidak jarang Haka melepas celetuk untuk menyindir lelaki itu secara kuat. Berhasil memancing kejengkelan yang justru menjadi hiburan tersendiri bagi Haka. Dan kini, justru dirinya malah berbalik mendengkus.
Maha memang mengatakan untuk menemaninya mencari hiburan kekalahan, tapi Haka sendiri tidak bisa mengganti simpulan kalau maksud dari ketua tim basket itu adalah mengajaknya berkencan. Sungguh, demi apa pun, Haka sendiri juga kesal dengan pikirannya sendiri.
"Berhentilah! Kau terlihat seperti orang gila dimabuk cinta," tegur Haka pada dirinya sendiri.
Menghela napas panjang dan tegas mencoba untuk melupakan pikiran anehnya. Setelah lebih baik, dirinya lantas bergegas menuju dapur. Hewan peliharaan dalam perutnya sudah bergerumuh hebat meminta makanan.
Bunda melirik sejenak dari kegiatan menyiapkan makanan di atas meja. Haka sudah duduk manis di tempatnya dengan sendok dan mata yang bergerak lincah menatap makanan membuatnya menggelengkan kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHAKA [Markhyuck]✓
General FictionNamanya Mahaka. Gadis entah berantah datang dari mana yang ingin mengubah alur kehidupan orang tuanya. Ps. much naration than dialogue