Tiga motor besar berbanding satu. Mahaka menatap diam pada para penguntit yang mengikutinya sedari pulang sekolah. Masih tertutup helm besar dengan kaca hitam, namun di dalamnya Mahaka tetap konsisten memasang raut datarnya.
Sebuah ancangan pedal gas yang ditarik berapa kali. Melepas suara besar nan ribut yang cukup memekikkan telinga. Lagak penguntit terlihat bermaksud menggoda Mahaka. Dan setelah keheningan tiga detik lamanya, salah satu dari deretan tiga motor besar itu menarik gas menghampiri Mahaka dengan kecepatan yang kuat.
Mahaka meremat pedal kanan dan rem secara bersamaan. Menghitung waktu kecepatan bagi satu penguntit itu mendekatinya dengan arah lurus. Jarak hampir satu meter, Mahaka melepas rem dan melaju dari arah yang berlawanan. Membuat penguntit itu terkejut dan segera menghindar hingga jatuh berderit dengan aspal arena.
Mahaka tidak melihatnya. Fokus berpandang ke depan di mana dua sisanya juga ikut menarik pedal. Satu dari mereka mengambil jalur depan dengan mendekati Mahaka lebih dulu. Mahaka langsung bergeser dan menabrakkan dirinya dengan penguntit yang di belakang. Satu kembali tumbang.
Tersisa lawan yang seimbang akan jumlah masing-masingnya. Dengan jarak puluhan meter membentang, penguntit terakhir menarik pedal dengan kecepatan yang jauh lebih cepat dari dua sisanya. Tidak memberikan persiapan panjang bagi Mahaka untuk memprediksi gerakan berikutnya dan di waktu yang merugikan, pedal motor Mahaka mengalami macet kesulitan untuk bergerak.
Semakin mendekat dan panik jelas kentara dari balik kaca helm hitamnya. Sontak tidak memiliki pilihan lain selain turun dari motor untuk menghindar, membiarkan bagian depannya tersenggol, terderet beberapa meter dari tempatnya.
Penguntit itu tidak sepenuhnya menabrak Mahaka karena motor lain datang dari awah yang menyilang. Tanpa ragu menabrak hingga membuat sang pengendara terpental jauh bersama motornya walau sempat mengenai motor depan Mahaka. Gadis itu terbelak.
"Kau tidak apa, Mahaka?"
Melirik begitu mendengar suara familier yang menyapa. Wajah Haka bercampur panik beserta heran menyapu retinanya. Kepalanya berakhir mengangguk.
Penguntit yang ditabrak berhasil tidak sadarkan diri. Dari kecepatan yang didapatkan, sudah sangat pasti itu bisa terjadi. Pelakunya langsung memutar motor dan ikut menghampiri.
"Kau tidak apa?" Maha melepas helmnya.
"Ya."
Tangan Haka tanpa segan menarik ke atas kaca helm Mahaka. "Kira saja kau menangis. Tapi sepertinya benar-benar tidak apa."
Mata Mahaka hanya melirik sebagaimana biasanya.
Di saat Mahaka dalam kawasan kekhawatiran mereka, dua motor yang awalnya tumbang di awal kembali berdiri dan bergerak mendekat. Semuanya menarik perhatian dan dengan cepat menghindar untuk tidak terkena lindas.
"Sialan," desis Jaiden.
Norman dan Ren tidak kalah kagetnya dengan aksi dua orang asing itu. Bahkan mereka kembali memutar balik arah dan menjadikan Mahaka sebagai titik utama. Maha dan Haka yang melihat itu sontak bersamaan menarik dua tangan Mahaka dari arah yang berbeda. Panik saling bertukar pandang, Mahaka dengan gesit menarik diri mendorong dua laki-laki itu bergantian dan berguling menjauh.
"Apa-apaan, ini!?" teriak Haka.
Mahaka melepas helmnya. Penguntit itu tidak akan berhenti selama Mahaka belum berhasil menjadi korban. Kembali mendekat, Mahaka ancang-ancang mengayun helm besarnya untuk dijadikan benda keras alat memukul. Menumbangkan satu orang yang jatuh dari motor.
Kembali menyisahkan satu penguntit yang masih bertahan. Tidak ingin membuang waktu terlalu banyak, Jaiden mengambil tindakan dengan berlari cepat dan menendang sang pengendara. Motor mereka berakhir berjalan sendiri hingga jatuh terseok menabrak dinding arena.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHAKA [Markhyuck]✓
Ficción GeneralNamanya Mahaka. Gadis entah berantah datang dari mana yang ingin mengubah alur kehidupan orang tuanya. Ps. much naration than dialogue