47 | Di Bawah Langit Petang

37 16 0
                                    

Renungan panjang di ruangan Vouz akhirnya selesai. Ketiga tokoh utama dibubarkan dengan tingkat waktu yang berbeda. Namun, bukan berarti mereka bebas dari hukuman. Vouz memberi kelas tambahan dengan menggabungkan ketiganya dengan limit waktu yang tidak ditentukan. Bergantung pada kapan mereka akan kembali berbaikan.

Haka keluar yang terakhir. Dari awal mendapat renungan cemoh Vouz, pikiran Haka ke mana-mana. Telinganya terpasang tapi tidak sepenuhnya mendengar. Ada banyak topik yang justru bergentayangan di kepalanya dan dari semua yang ada, rata-rata adalah soal Mahaka. Tentang siapa gadis itu sebenarnya.

Sedikit tersentak begitu keluar dari ruang guru. Haka mengira kalau dirinya akan pulang sendirian hari ini, nyatanya Maha berdiri sembari bersandar di dinding samping pintu.

"Kau belum pulang?"

"Kau juga belum pulang."

"Maha." Yang dipanggil berdeham. "Siapa Mahaka?"

Maha berkedip lalu berderi tegak. "Tidak tahu."

Pandangan Haka teralih pada jalan lorong yang sepi. Maha memberi dorongan pelan pada bahunya untuk berjalan.

"Dia mirip denganmu," kata Haka. "Dan juga denganku."

Maha masih belum membuka suara. Kalau ingin dikatakan penasaran, dirinya pun memang begitu. Ada banyak tanda tanya soal siapa Mahaka. Wajah yang tidak asing. Perpaduan wajah Haka dan dirinya sendiri, Maha mengakui itu. Beberapa sifat yang terlihat mirip. Kadang Haka, kadang dirinya juga. Maha tidak bisa menyangkal.

Tapi, kembali kekepercayaan. Hal itu terlalu mustahil untuk dipercaya jika memang terjadi. Lagi pula, mana ada manusia super di dunia ini? Orang tidak bisa seenaknya menyebrangi waktu kembali ke masa lalu atau ke masa depan. Itu mustahil.

"Maha, apa kau tidak penasaran?" Maha melirik Haka yang lebih sedikit pendek darinya. "Aku punya pertanyaan. Banyak sekali. Saking banyaknya, aku bingung ingin bertanya dari mana. Apa Mahaka tidak keberatan? Maksudku ... Jika dia berkenan menghentikan semua pikiran omong kosong ini. Itu terlalu sulit untuk bisa dipercaya. Kau paham maksudku, kan? Kau berpikiran yang sama juga, kan?"

Maha menghela napas. Tebakan Haka memang benar. Bahkan sangat-sangat benar.

Keduanya sampai di lantai menuju kelas namun harus terhenti dengan kehadiran topik utama pembicaraan bingung mereka.

Mahaka berdiri di depan elevator yang digunakan Maha dan Haka dari lantai 3. Menjinjing dua tas berpemilik dua orang itu sendiri.

"Kupikir, dia bicara terlalu banyak," kata Mahaka.

Haka berjalan lebih dulu keluar dari elevator. "Kau ... Baik-baik saja?"

"Kurasa." Tangannya memberikan tas Haka. Lalu dia berpaling pada Maha yang masih diam. "Maaf harus membuat kalian berurusan yang tidak seharusnya."

"Uh? Tidak. Ini bukan salahmu. Kau—"

"Kalian pasti bingung, kan?" sela Mahaka. "Hal yang sangat mustahil untuk terjadi."

Maha ikut mendekat lalu mengambil tas yang disodorkan Mahaka. "Kau siapa sebenarnya?"

Tidak punya banyak waktu untuk mengulur. Maha sudah berada di ambang batas penasaran. Dia ingin tahu apa yang terjadi sebenarnya.

Mahaka tidak menjawab. Dia melirik jam pada pergelangan tangan. "Masih ada beberapa jam sebelum malam. Ingin jalan-jalan? Bertiga."

Haka berkedip beberapa kali sedangkan Maha menutup mulut rapat.

"Aku sudah izin."

Haka mengulum bibirnya. "Tidak masalah, tapi—"

"Iya, aku tahu. Kuberitahu pelan-pelan," sela Mahaka lagi.

MAHAKA [Markhyuck]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang