Pintu ruangan pribadi itu dibuka kasar. Pelakunya adalah Mahaka sendiri. Tidak peduli dengan sahutan kaget guru-guru juga Vouz yang mengejar di belakang.
Ini sebab laporan dari kejadian kacau di kantin. Mahaka berlari bak orang dikejar hewan buas menuju tompat. Bahkan melewati elevator yang seharusnya membuat gadis itu lebih cepat sampai namun memilih menuruni anak tangga dengan sekaligus.
Sedangkan kantin, sahutan orang-orang yang menyuruh berhenti terus terlantang. Beberapa dari mereka mencoba memisahkan namun justru menjadi korban.
Perkelahian yang tidak seimbang. Dean harus menghadapi Maha dan Haka tanpa henti. Seperti orang kesetanan. Haka termakan emosi perihal ayahnya sedangkan Maha tidak terima Haka luka-luka.
Jaiden sempat ingin ikut handil namun ditahan oleh gelengan Norman.
"Jangan campuri mereka, Jai."
"Tapi-"
Norman berpaling. Tatapannya sungguh aneh bagi Jaiden hingga membuat keningnya berkerut. Bahakn Ren memilih diam ikut tidak menyahut.
"Katakan sekali lagi, bajingan! Katakan apa yang baru saja kau ucapkan soal ayahku!?"
"Beraninya kau melayangkan tangan kotormu di wajah Haka! Kau, bedebah sialan!"
"Kalian manusia-manusia haram! Merusak norma kehidupan dan pantasnya tidak hidup di dunia suci ini!"
Kekacaukan makin bertambah besar. Beberapa meja dan bangku makan bergeser dari tempat seharusnya. Ketiganya tidak berhenti bahkan ketika Mahaka sudah sampai di lokasi dengan napas yang berderu. Terikut dengan Vouz yang berdiri di belakang penuh terkejut.
Pemimpin sekolah mengambil langkah lebar memasuki kantin.
"Kalian bertiga hentikan sekarang juga!!"
Teriakan menggema itu berhasil mengundang rasa takut. Untuk pertama kali di dengarkan oleh mereka. Kebanyakan meringsut mundur menjauh begitu Vouz melangkah masuk dengan wajah tegas pada mereka bertiga.
Vouz melirik pada Jaiden dan kawan-kawan. "Menikmati perkelahiannya, Tuan-Tuan?"
Sindiran dengan suara yang dingin itu mengundang rasa merinding. Jaiden buru-buru menarik Maha sedangkan Haka di tangan Norman. Ren dengan setengah ikhlas menarik Dean dengan sedikit bumbu balas dendam menarik kerah seragamnya. Cukup membuat lelaki babak belur itu merasa tercekik sebentar.
"Apa masalah kalian? Kalau ingin menunjukkan jati diri, katakan padaku. Biar kuberi ruang yang lebih lebar untuk kalian. Perlu jika ingin saling membunuh."
Tidak ada yang berani membuka suara saat ini. Yang terdengar hanya deru napas tiga lelaki kelelahan dari aksi tadi. Wajah mereka tidak luput dari luka dan darah. Hal yang membuat Vouz menghela napasnya menunjukkan lelah.
"Kalian bertiga ikut ke ruanganku."
"Kata siapa kau boleh membawa bajingan itu?"
Seakan tatapan penghuni ruangan beralih ke belakang. Di mana Mahaka berdiri dengan tatapan diam seperti patung tanpa emosi menatap ada Dean.
"Ini adalah urusanku, Mahaka. Kau-"
"Beraninya kau menyentuh mereka," sela Mahaka.
Vouz memutar badan sepenuhnya. "Mahaka-"
Gadis itu mengambil langkah pelan namun pasti. Tanpa ada niatan berpaling dari Dean.
"Tanganmu ...."
Aura dingin Mahaka memberi kesan yang tidak jauh tipis dari Vouz sebelumnya.
"Beraninya tanganmu."
"Mahaka, kau-"
Langkah gadis itu kian berubah cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHAKA [Markhyuck]✓
General FictionNamanya Mahaka. Gadis entah berantah datang dari mana yang ingin mengubah alur kehidupan orang tuanya. Ps. much naration than dialogue