Triiingggg!!
"Sekian kelas kita hari ini. Kewajiban kalian Bapak ingatkan lagi. Kumpul sebelum masa akhir."
Seluruh buku yang terbuka lebar kini tertutup dengan hentakan. Peregangan badan dilakukan dan sahut menyahut mulai terdengar.
Bangku milik Lean tampak ramai. Murid perempuan nampak berkumpul, berbincang dengan nada menggoda.
Mahaka hanya diam duduk di tempatnya. Tersisa beberapa orang termasuk dirinya dan sekumpulan teman Lean di kelas. Haka sudah berlari duluan. Sejak kelas berlangsung, kakinya tak bisa diam bersama dengan gerakan yang gelisah. Mahaka tebak, anak itu memiliki urusan dengan perutnya. Antara kantin, atau mungkin kamar mandi.
Mahaka berkemas. Mengambil ponselㅡpemberian Vouz yang baruㅡdan beranjak. Gerakannya yang diam berjalan keluar dari kelas menjadi perhatian Lean dan teman-temannya. Tepat sedikit jauh dari kelas mereka nampak mengejar.
"Hai, Mahaka. Mau ke kantin?" tanya Lean.
Mahaka melirik sebentar sebelum menjawab dehaman.
Lean bertukar pandang dengan yang lain. Gadis itu kemudian berdeham, menarik lengan Mahaka yang digantungkan pada lengannya.
Mahaka menunduk memandang bergantian dengan Lean. Gadis itu tersenyum lebar menebar kemanisan.
"Kau ini unik, Mahaka. Aku selalu penasaran untuk dekat denganmu. Kau tidak keberatan, kan?"
Diamnya Mahaka Lean anggap sebagai jawaban. Gadis itu terus berjalan dengan manis di samping Mahaka layaknya teman yang begitu akrab. Tidak terlupa dengan kawanan lainnya yang berada di belakang.
Sepanjang jalan, mereka menjadi perhatian. Bagaimana tidak, ada banyak desas-desus bagaimana famous-nya Lean di sekolah. Banyak yang memuji gadis itu, entah dari luar maupun dalamnya. Mereka mengatakan bahwa berbaur dengan Lean menjamin kehidupan yang indah di sekolah. Mereka tenar, penuh anggun, cantik dan berwibawa.
Tapi lain hal dengan Mahaka. Hidup bertahun-tahun dalam kesendirian, dikucilkan, tak ada yang mengajak berbicara lebih baik baginya ketimbang dalam keramaian dan menjadi pusat pandang.
Maka Mahaka menghentikan pandangan memuja itu. Berhenti melangkah yang membuat Lean dan kawan-kawannya heran menatap. Melepas genggaman gadis manis itu kemudian berujar.
"Kau terlalu merepotkan untuk dekat denganku."
Perginya Mahaka setelah itu membuat Lean dan yang lainnya terdiam tanpa bahasa. Senyum kecut tipis Lean sempat terbit setelah dengkusannya.
"Gadis itu memang cantik. Tapi lagaknya terlalu sombong seperti orang penting."
"Dia berlagak besar karena keluarga dari keturunan Pak Vouz. Kupikir seperti itu."
Dan lantunan lainnya yang mengambil paham sikap Mahaka terus keluar, masuk dan berulang ke dalam kepala.
Lean melipat tangan di dada. "Ada saatnya dia akan memohon untuk berteman denganku."
ooo
Mahaka sampai di kantin yang jelas ramai akan murid lain. Ratusan mulut yang terbuka melepas suara menggema bercampur dengan suara orang lain.
Mahaka mengambil makanan bagian antrean. Berterima kasih pada Maha yang menguruskan kartu debit murid untuknya meski harus mendapat banyak paksa dan desakan dari Haka.
Berjalan dalam barisan antrean, Mahaka hanya menaruh pasang fokus pada mampan silvernya. Mengisi segala makanan yang tertera melalui pelayan yang ada. Selesai, kartu debit pun dipakai untuk membayar. Semacam tagihan pajak, Mahaka tidak tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHAKA [Markhyuck]✓
General FictionNamanya Mahaka. Gadis entah berantah datang dari mana yang ingin mengubah alur kehidupan orang tuanya. Ps. much naration than dialogue