Semuanya memberi ruang. Awal yang hanya ada kawanan Maha bersama Mahaka, kini kian bertambah dengan anggota basket lainnya. Di lapangan, Maha dan Mahaka terlihat serius bersama.
Haka menonton di sisi lapangan. Seorang diri memakai seragam di antara kaus merah anak-anak basket. Dirinya duduk penuh antusias, untuk pertama kali menonton permainan Maha walau kecil penuh dengan aura meriah yang mengintimidasi.
"Dia siswi baru itu, kan?"
Haka mengangguk tanpa menoleh pada murid yang bertanya. Badannya sedikit mundur ke belakang dengan kepala yang sedikit miring pula.
"Ini akan hebat!" antusiasnya dalam gumaman.
Fokus pada Maha dan Mahaka. Dua manusia berbeda gender ini, setelah membuat kesepakatan kini berjalan ke tengah lapangan untuk memulai permainan.
Sejujurnya, Maha tidak terlalu mengambil pusing dengan ini. Hanya saja, Jaiden dan mereka yang lain terus mendesaknya dengan membawa jabatan. Hal itu yang mau tak mau membuatnya harus melakukan ini demi mendapat keyakinan sebagai kapten tim.
"Aku tahu kau keberatan," ucapan Mahaka membuat konsentrasi Maha terpanggil.
"Apa?"
"Mereka," Mahaka menjeda. "Kau hanya perlu untuk tidak menggubrisnya."
Maha diam, ucapan Mahaka ada benarnya. Tidak ada salahnya untuk mengajukan atas ketidakpeduliannya. Toh, ini bukan hal yang terlalu penting untuk dilakukan.
Tapi entah mengapa, batin Maha justru menolak. Seperti ada sebuah tarikan yang menyuruhnya untuk tetap mencoba bermain bersama Mahaka.
"Tidak, ini bukan karena mereka. Tapi karena diriku sendiri. Aku ingin menguji sampai di mana kehebatanmu dalam bermain. Aku sedikit menaruh keraguan," pukasnya.
Mahaka menaikkan dua alisnya dan berwajah santai. Sisanya, Maha berjalan sedikit menjauh membawa bola basket. Lelaki itu sudah menaruh kesiapan untuk memulai. Posisi tangannya bahkan sudah pas untuk mengoper bola namun Mahaka meminta jeda.
"Bisa aku ajukan sesuatu?"
Maha mengangguk sekali.
"Aku ingin memakai celana."
Jeda yang cukup lama dengan Maha yang berkedip beberapa kali. Badannya yang tegap kini perlahan sedikit melonggar. Baru lepas itu tatapannya menurun pada seragam Mahaka, jelas masih menggunakan rok sedikit di atas lutut.
Maha kemudian membuang pandangannya pada kumpulan penonton dadakan.
"Ada yang bawa celana olahraga?" sahutan Maha cukup untuk membuat mereka mendengar sebab menggema.
Haka berdiri dengan topangan lutut. Gerak-gerik yang kalang kabut mulai ikut mencari keperluan yang diterakkan oleh Maha.
"Dia yang bermain, kau yang kepanasan," sindir Ren.
Haka menoleh. "Oh, Ren! Kau kan, kecil. Mungkin celana basketmu pas untuk Mahaka. Pinjamkan padanya!"
Ucapan itu sukses membuat Ren melotot tak terima.
"Enak saja! Lalu aku memakai apa? Hanya pakaian dalam?"
"Bertukar dengan Mahaka. Ayolah, ini hanya sebentar. Apa kau tidak ingin melihat kekalahan Maha sebentar lagi? Aku bertaruh Mahaka lebih hebat darinya."
Ren berdesis panjang dengan pandangan tajam. "Terserah dengan ucapanmu. Tapi aku tetap tidak akan memberikan."
Haka melepas decihan dan menatap Ren dari sudut matanya. Haka ingin meminjamkan tapi seperti yang dikatakan Ren, tidak mungkin lelaki itu memakai rok Mahaka nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHAKA [Markhyuck]✓
Genel KurguNamanya Mahaka. Gadis entah berantah datang dari mana yang ingin mengubah alur kehidupan orang tuanya. Ps. much naration than dialogue