49 | Poin Penting

47 13 0
                                    

Asgar tidak pernah sepi. Selalu dipenuhi anak-anak dari setiap sisi kota. Menjadi tempat ajang pembuktian diri. Tempat taruhan anak usia dini. Bahkan tidak segan aksi perkelahian hingga sengaja atau tidaknya menjadi bukti kejadian.

Jaiden baru selesai dalam taruhan balapnya, lagi. Kembali menang berkali-kali, mengundang pelacur-pelacur kecil mengerumuni. Sayang, semuanya tidak begitu menarik bagi pembalap handal itu. Dada besar yang terlihat transparan bersama dengan badan yang terbungkus kain ketat, hal itu justru mengundang gejolak menjijikkan untuknya.

Ren lebih suka menyesap batang nikotin terbakar itu ketimbang mendekati arena. Kumpulan orang-orang yang justru terlihat bodoh untuknya. Bermodal motor besar yang dijadikan sebagai tempat sandaran. Gayanya terlihat sangat santai jauh dari perhatian.

Ditemani Norman yang sekadar berdiri menunggu Jaiden keluar dari lautan pelacur muda. Mulutnya sedari tadi tidak berhenti mengunyah permen karet yang entah sejak kapan. Ren melirik, memperkirakan kalau permen itu sudah terlalu hambar untuk terus dikunyah.

"Dada montok sialan. Mengotori mataku saja," keluh Jaiden begitu sampai menghampiri keduanya.

"Kenapa tidak letuskan saja? Aku tidak yakin kalau itu dada sungguhan," sambung Norman.

"Ide yang bagus." Selepasnya, dua manusia yang terlihat mirip itu melepas kikik bersama.

Ren melepas asapnya melebur dalam udara. "Jadi, berapa yang kau dapat?"

Jaiden tersenyum. Merogoh saku dan mengeluarkan sebuah ksrtu debit berwarna hitam. Kartu yang berjenis unlimited alias tanpa limit habis.

Ren melepas senyum miring. "Sepertinya Dewi Fortuna berada dipihakmu sekarang."

"Lebih tepatnya, anak bodoh yang bahkan membawa motor saja belum tahu," balas Jaiden.

"Mungkin dia bosan dengan kartu itu. Jadi diberikan percuma dalam perlombaan konyol," sambung Norman.

Sang pemenang hanya menggeleng singkat sambil mendelik bahu.

"Maha tidak turun hari ini," pukas Ren. Melempar batang nikotinnya ke tanah kemudian di injak.

"Sepertinya akan semakin sulit untuknya. Perseteruan dengan Mr. J kuyakin akan lebih besar. Apa lagi setelah bocah berengsek itu mengetahui semuanya. Mustahil beritanya tidak tersebar," jelas Jaiden. Merebut satu batang nikotin milik Ren untuk ikut dibakar.

Tidak ada komentar setelahnya. Baik Ren maupun Jaiden sudah jatuh menikmati racun yang bisa menghitankan organ tubuhnya itu. Menaruh fokus pada arena yang kembali diributkan oleh suara-suara mesin lantang. Perlombaan kembali bermula. Sempat ada sahutan untuk Jaiden namun dia menolak.

"Oh, ya," Jaiden berpaling. "Soal Mahaka, bagaimana?"

Ren melirik. Begitupun Norman.

"Sejujurnya, aku juga penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi. Soal ucapan si berengsek itu. Aku menerka banyak soal maksud keturunan Maha. Maksudku, siapa?" Satu hembusan asap lepas. "Mereka memang melakukannya, walaupun di luar kendali."

"Dan itu karenamu," sindir Ren.

Jaiden terkekeh. "Well, aku hanya menawarkan di awal. Bukan prasangkaku kalau mereka akan tergiur dengan minuman itu."

Ren merotasikan matanya lalu kembali menyesap batang nikotin terbakar. "Awal masuk dia memang sudah terlihat aneh. Itu jelas."

"Siapa?" tanya Jaiden.

"Mahaka, bodoh. Bahkan kau sendiri yang tersadar lebih dulu begitu melihat wajah keduanya."

Korban umpatan halus Ren hanya mengangguk seperti burung. Membuat pelaku mendelik tajam lalu berpaling ke Norman. Keterangan, masih mengunyah permen karet tidak bergunanya.

MAHAKA [Markhyuck]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang