Chapter 46
Dua tahun berlalu dengan cepat tapi sayangnya rasa sakit dihati Taehyung tidak bisa sembuh dengan cepatnya. Dan Taehyung pikir mungkin dirinya akan membutuhkan waktu lebih lama lagi untuk bisa sembuh, bukan sekedar dua tahun. Bisa jadi lima tahun, sepuluh tahun, lima belas tahun atau puluhan tahun lamanya lagi. Taehyung tersenyum, berdiri sambil memandangi hamparan bunga yang tumbuh mekar di kebun bunganya ini. Kebun bunga yang sedari musim panas setahun yang lalu sudah Taehyung buat, Taehyung usahakan menjadi kebun bunga yang paling cantik. Yang sebenarnya dia persembahkan untuk seseorang, seseorang yang paling dia rindukan.
"Tuan Kim...!"
Tanpa menolehkan kepalanya (Sudah tahu siapa yang memanggilnya itu), Taehyung menjawab. "Ada apa?"
Yena masih saja merasa takut setiap kali dia berbicara dengan Taehyung. Tapi jika bukan Yena, tidak ada lagi pelayan yang lebih berani selain dirinya. Semua pelayan mengandalkan Yena, Huft...
Yena memerhatikan sekelilingnya, tersenyum dan merasa sesak didalam dadanya kemudian ia justru berkata. "Jika Sooyoung ada disini, dia pasti akan menyukai kebun bunganya ini. Sooyoung pasti betah berlama-lama disini, apalagi di musim semi seperti ini." Lagi, Yena tersenyum lalu air mata mengalir dari sudut matanya dan dengan cepat Yena menyekanya sambil menambahkan. "Aku masih ingat, sore itu dia menggandeng tanganku disini, membawaku masuk kedalam agar kami berdua tidak kedinginan. Dia bahkan menyampirkan mantelnya untuk ku. Astaga...!" Air mata Yena turun lebih deras hingga dia harus kembali menyekanya. "Maafkan aku karena harus membahas ini! Maaf, tuan Kim...!"
Taehyung masih memunggungi Yena dan memang dia sama sekali tidak berniat untuk berbalik. "Kenapa bisa kau punya kenangan indah bersamanya pada sore itu sedangkan aku tidak?"
"Hah?" Yena berkedip cepat, merasa bingung sebelum pada akhirnya dia jadi merasa tidak enak setelah mengerti. "Bukan begitu, tuan Kim, bukan begitu!"
Taehyung tersenyum, hanya setengah dan dua tahun yang telah berlalu ini memang membuatnya jadi semakin jarang tersenyum (paling-paling tersenyum malas dengan setengah hati seperti barusan saja). "Bukan begitu adalah kalimat yang paling sering Sooyoung katakan padaku." Kini Taehyung berbalik, menatap Yena (tentu dengan tatapan tajamnya) lalu Taehyung menambahkan. "Bukan begitu, Yena?"
Yena tersenyum, menganggukan kepalanya tapi sedetik kemudian ia menggelengkan kepalanya sambil berkata. "Aku ingat sekali! Sooyoung bilang dia ingin tuan Kim menunggunya sore itu. Sooyoung bilang, dia ingin mengatakan sesuatu pada tuan Kim. Sooyoung bil-"
"Sooyoung sudah bahagia saat ini, jadi...." Taehyung menarik nafasnya, menjeda kalimatnya kemudian menyambungnya sebelum menghela nafasnya lelah (tetap sambil menatap Yena tajam). "Jadi, sebenarnya apa yang ingin kau sampaikan padaku sore ini?"
Ah benar! Yena lupa kalau ada hal yang harus dia sampaikan saat ini pada majikannya ini. Yena tersenyum, merasa serba salah kemudian dia menjawab. "Lee Jia datang lagi! Dia bilang dia tidak akan mau pulang sebelum tuan Kim menemuinya. Jia bilang, dia tidak akan takut diusir ataupun diseret keluar seperti sebelumnya. Jadi tuan Kim, apa yang harus kami lakukan pada Jia sekarang ini?"
Taehyung menajamkan tatapannya dua kali lipat lebih tajam, menahan kesal karena dua tahun ini tempramen nya jadi semakin buruk saja. Yena bahkan diam-diam sudah melangkah mundur saat ini sambil menundukan kepalanya.
"Dasar brengsek!"
Yena mengangkat kepalanya sejenak, melirik Taehyung tapi kemudian ia menundukan kepalanya lagi (tentu takut). Dan, siapa yang dimaksud brengsek oleh tuannya ini memangnya? Si Lee Jia itukah? Apa Yena? Ya Tuhan...! Kenapa Yena harus selalu dihadapkan dengan tuan Kim yang pemarah ini sih?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fake Wedding
FanfictionKami menikah! Tapi bukan menikah! Ini semua hanyalah sesuatu yang harus dilakukan, walau tidak diinginkan. Yah...begitulah!