Chapter 20
Delapan menit sebelum kedatangan Taehyung yang sudah berlari menuruni tangga darurat:
"Park Sooyoung?!"
Sooyoung menolehkan kepalanya kemudian mengedipkan sepasang mata bulatnya, bertanya-tanya didalam pikirannya sendiri lalu lelaki yang baru saja memanggil namanya itu tersenyum dan berkata. "Jeremy! Apa kau ingat denganku?"
Sooyoung ingat (walau lagi-lagi lupa dengan nama lelaki itu tapi ia memang ingat makanya ia hanya diam saja saat ini). Sooyoung tersenyum membalas Jeremy yang ramah padanya itu. Jeremy melangkah, mendekati Sooyoung. "Apa hari ini adalah hari yang special?" Ekspresi Sooyoung terlihat bingung lalu Jeremy menambahkan. "Karena aku pikir kau tidak pernah berkunjung ke sini sebelumnya, jadi aku rasa ini adalah hari yang special. Atau..." Jeremy sempat membasahi bibirnya dulu sebelum melanjutkan. "Ini semua memang takdir?!"
Lagi, Sooyoung mengedipkan sepasang mata bulatnya. Ia tidak mengerti, benar-benar tidak mengerti. Kemudian Jeremy yang memahami Sooyoung segera melebarkan senyumannya, merasa tidak percaya sebelum ia kembali membuka suaranya. "Apa kau belum membuka hadiah yang aku berikan waktu itu?"
Kedua alis Sooyoung terangkat, sedikit terkejut. Hadiah katanya! Jangankan membuka hadiah yang waktu itu, Sooyoung bahkan lupa dan tidak tahu letak keberadaan box kecil pemberian Jeremy untuknya itu. Dengan wajah semakin tidak enak, Sooyoung berkata. "Maaf, aku-"
"Sudah aku duga ada yang tidak beres!" Lagi, Jeremy tetap menunjukan senyuman ramahnya, tidak marah atau merasa kesal lalu ia menambahkan. "Lalu, apa Yena memberitahumu kalau aku sempat berkunjung ke rumahmu dan meninggalkan kartu namaku padanya untukmu?"
Sooyoung yang tidak mengerti, merasa semakin tidak mengerti. Dan walau ia belum mengerti, ia tetap merasa bersalah entah karena apa pada Jeremy. "Maaf, aku..." Sooyoung mencoba menatap sepasang mata Jeremy yang berbinar tulus, yang menatapnya sedari tadi dengan penuh perhatian. Tatapan itu..
Lagi dan lagi Jeremy tersenyum. Tatapan matanya tidak pernah lepas dari Sooyoung. "Aku tidak akan pernah menyalahkanmu, jadi jangan minta maaf! Park Sooyoung..." Jeremy sengaja memberi jeda untuk sesaat, membiarkan Sooyoung mendengar nada suaranya, memahami suaranya dan membiarkan Sooyoung untuk lebih lama membalas tatapannya itu.
"Seharusnya aku yang meminta maaf padamu. Harusnya aku tidak membiarkanmu menunggu hari itu. Dan seharusnya, aku datang lebih awal padamu."
Seharusnya aku yang meminta maaf padamu. Harusnya aku tidak membiarkanmu menunggu hari itu. Dan seharusnya, aku datang lebih awal padamu. Apa maksud dari perkataan Jeremy untuknya itu memangnya? Sooyoung mengernyit. Sepasang mata bulatnya masih terus memerhatikan Jeremy (yang terus tersenyum sambil memandanginya dengan tatapan yang menurut Sooyoung terasa tidak asing).
Jeremy melangkah mundur, tersenyum sebelum berkata. "Aku akan menunggumu, seperti kau yang menungguku di bawah pohon oak hari itu." Lagi, Jeremy melangkah, semakin menjauh, dan jauh. Jeremy bahkan baru berhenti melangkah saat ia dan Sooyoung sudah berjarak sekitar sepuluh meter. Jeremy berdiri menghadap Sooyoung yang masih berdiri diam ditempatnya, mereka saling memandang hingga Sooyoung menjadi orang pertama yang membalikan tubuhnya untuk menghentikan acara pandang memandang itu.
"Bisakah kau mengenaliku, Park Sooyoung?"
***
"Taehyung, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan padamu."
"Ayo ke ruanganku dan bicarakan disana!"
Sooyoung menganggukan kepalanya, mengikuti langkah Taehyung tapi lagi-lagi ia melirik Jeremy yang masih saja memerhatikannya di sana. Jeremy tersenyum pada Sooyoung, mirip senyuman seseorang yang Sooyoung kenali lewat sepasang mata yang berbinar ceria. Lalu langkah Sooyoung terhenti, ia mematung begitu saja di tempatnya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fake Wedding
Fiksi PenggemarKami menikah! Tapi bukan menikah! Ini semua hanyalah sesuatu yang harus dilakukan, walau tidak diinginkan. Yah...begitulah!