My Purpose

316 85 16
                                    

Chapter 22

"Ibu...!" Sooyoung berumur lima tahun, berlari menghampiri Yuri untuk memeluk orang tua itu.

Tapi Yuri justru mencegahnya. Yuri menatap datar Sooyoung kecil dan berkata. "Aku bukan ibumu! Jadi berhentilah memanggilku ibu. Kau tidak punya ibu, Park Sooyoung! Kau juga tidak punya siapa-siapa. Dan aku, akulah yang akan membesarkanmu jadi menurutlah padaku!"

***

"Bukankah sudah aku bilang untuk tidak menghabiskan makananmu? Berapa kali aku harus bilang kalau kau hanya boleh memakan dua potong dagingnya saja? Kenapa kau justru menghabiskannya? Kau mau berat badanmu bertambah, menjadi anak gemuk seperti Yena?" Yuri berkata dengan nada yang manis sambil mengelus lembut rambut dikepala Sooyoung (Sooyoung masih delapan tahun saat itu), tapi ekspresi wajahnya Yena sama sekali tidak manis. Wajah orang tua itu terlihat dingin dengan tatapan mata tajam seolah ingin  memberi peringatan pada Sooyoung untuk tidak melakukan apa yang dia larang dan harus melakukan apapun yang dia minta atau Sooyoung akan mati dengan kejam ditangannya itu.

"Kau harus menjadi anak manis yang penurut! Jadi selalu menurutlah padaku, Park Sooyoung! Mulai besok, kau hanya boleh makan sekali dalam sehari!"

***

Saat itu usia Sooyoung sembilan tahun ketika ia mengintip dari jendela kamarnya ke arah taman di depan dimana Yena dan anak-anak yang lain juga ada Jiyeol disana tengah bermain bola. Mereka semua terlihat bersenang-senang, bermain dan berlari bersama-sama. Yuri masuk kedalam kamar Sooyoung, mendekati Sooyoung dan mengelus lembut rambut panjang Sooyoung seperti biasanya.

Ibu kepala panti itu tersenyum menatap pantulan wajah Sooyoung yang manis dari jendela kamar itu. "Apa kau tahu Sooyoung?" 

Sooyoung tidak tahu, tidak mau tahu dan tidak mau menjawab jadi dia hanya diam saja lalu Yuri tersenyum (licik) dan membuka suaranya kembali. "Tuan Kim tidak jadi mengadopsimu! Kabarnya putranya tidak setuju dan kabur. Jadi kau akan tetap disini, menjadi asset terbesarku."

Tangan Yuri berhenti untuk mengelus rambut Sooyoung, senyumannya juga berhenti, terganti dengan ekspresi keras saat Yuri menambahkan. "Jadi kau tahu apa yang harus kau lakukan jika tetap di sini bersamaku, bukan? Kau harus tetap menurut padaku! Jadilah anak manis yang penurut!"

***

Saat pertama kalinya Sooyoung mengikuti les ballet (terpaksa dan harus menuruti kemauan Yuri) hampir seluruh telapak kaki Sooyoung lecet. Kuku disetiap sudut jempol kakinya bahkan terlihat sangat mengerikan karena darah yang keluar seolah membeku begitu saja karena tidak sempat diberi obat dan justru terus dipaksakan untuk menjadi tumpuan dari berat tubuhnya itu.

Sooyoung yang masih berumur sembilan tahun itu tidak menangis dan hanya menarik nafasnya dalam-dalam saat ia membuka stocking dari seragamnya itu. Rasanya perih, sangat perih! Tapi Sooyoung masih tidak menangis. Bukan karena ia tidak ingin menangis, tapi justru karena ia harus menahan tangisannya itu, mencoba mengatur segala bentuk dari perasaan. 

Yuri masuk seperti biasanya ke dalam kamar Sooyoung (Tanpa mengetuk pintu lebih dulu). Wajahnya terlihat kesal lalu ia bertolak pinggang didepan Sooyoung sambil berkata. "Kenapa kau pulang sendiri? Bukankah aku sudah bilang kalau tuan Kim akan menjemputmu setelah kau selesai latihan sore ini?"

Sooyoung segera merubah cara duduknya (sebelumnya cara duduknya tidak elegan karena kakinya itukan sakit. Tapi karena Yuri masuk dan dia tidak ingin ada masalah yang lebih berat lagi, maka Sooyoung memaksakan kakinya untuk menepak lantai, mengadu sepasang telapak kaki yang penuh lecet itu ke lantai marmer yang dingin). Sooyoung menundukan kepalanya lalu Yuri mengangat sudut kanan bibirnya, tersenyum tidak tulus dan licik sebelum menambahkan. "Tuan Kim datang ke tempat lesmu tadi itu. Bukankah aku sudah bilang untuk menunggunya dan jangan pulang sendirian? Apa kau mencoba menjadi pembangkang, Park Sooyoung?"

The Fake WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang