Chapter 2
"Apa Taehyung menyusahkanmu, Sooyoung?"
Sooyoung menolehkan kepalanya, menatap ayah mertuanya yang kini tersenyum dan menambahkan. "Tentu saja kau tidak akan pernah mau menjawab kalau putraku itu menyusahkan atau merepotkanmu, bukan? Kau itu perempuan baik-baik, putri terbaik yang ayah miliki."
Kim Tan lagi-lagi tersenyum kemudian ia meluruskan kepalanya untuk menatap pemandangan halaman belakang rumahnya itu. Mereka masih berdiri berdampingan di taman belakang, menatap langir sesekali. "Kau tahu, Sooyoung? Pertama kali ayah melihatmu saat kau kecil dulu, ayah kira kau mirip sekali dengan ayah. Kau anak yang sangat manis, baik hati dan juga penurut. Tipikal anak perempuan idaman semua orang tua. Dan karena rasa suka ayah padamu itu, dari situlah ayah terus mengunjungi panti. Ayah bahkan berharap suatu hari nanti bisa mengangkatmu sebagai anak ayah sendiri. Tapi masalahnya Taehyung kecil saat itu tidak setuju. Dia bahkan kabur karena aksi berontaknya itu, membuat ibunya menangis dan memohon pada ayah untuk tidak megangkatmu sebagai anak kami."
Kim Tan menarik nafasnya, menghempaskannya perlahan dan tersenyum kembali untuk melanjutkan ucapannya yang barusan. "Beruntungnya setelah dewasa, sifat pembakang Taehyung tidak terlalu sekuat dulu. Ia juga tidak pilih-pilih atau langsung menolak ketika ayah menunjukan fotomu padanya. Bisa jadi dia lupa padamu. Anak perempuan yang dulu ingin ayah angkat. Tapi seteleh ayah pikir-pikir..." Kini Kim Tan menolehkan kepalanya kembali, menatap Sooyoung dan dari binaran matanya tampak berbeda seolah sepasang bola matanya bergetar ingin menangis saat menambahkan. "Apa menurutmu ayah terlalu egois karena memaksakan kehendak ayah saja, Sooyoung? Karena sedari dulu, ayah tidak pernah bertanya tentang pendapatmu. Apa sebenarnya kau setuju dengan pernikahan ini? Ataukah, kau punya lelaki pilihanmu sendiri? Ayah macam apa yang begitu egois sepertiku, bukan?"
Sooyoung tersenyum, cantik seperti biasanya. Benar-benar seperti bisanya. Ia akan tersenyum setiap kali orang lain melontarkan banyak pertanyaan tentang dirinya seolah ia memang tidak ingin menjawabnya. Atau, ia memang berusaha sebisa mungkin untuk menghindarinya. "Aku rasa menikah dan menjadi menantu ayah lebih baik dari pada menikahi orang lain dan punya mertua yang belum tentu menyayangiku seperti ayah sekarang ini."
Kim Tan tersenyum, "Benar! Itu ada benarnya. Setidaknya ayah jadi tidak begitu merasa bersalah karena sekarang kau berada dalam naungan ayah. Setidaknya, tidak ada ayah mertua jahat yang berada didekatmu." Kim Tan bergerak, mengarahkan tubuhnya untuk menghadap Sooyoung. Sambil bertolak pinggang, lelaki tua yang masih terlihat cukup tampan itu berkata. "Ingat pesan ayah yah nak! Jika Taehyung mengganggumu, merepotkanmu atau bahkan sampai menjahatimu, kau harus mengadukannya pada ayah! Jangan takut pada suamimu itu! Adukan saja semuanya pada ayah jika Taehyung me-"
"Memangnya aku kenapa?"
Sooyoung mengangkat kepalanya kemudian segera memalingkan wajahnya saat sepasang mata tajam Taehyung tengah menatapnya. Sedang Kim Tan, kini berdecak sambil memandangi putranya sendiri dengan cukup sinis. Ia bahkan masih bertolak pinggang seperti sedang siap-siap memarahi Taehyung. "Bukankah ibumu bilang untuk datang sebelum makan malam agar kita bisa makan malam bersama? Kenapa kau baru datang sekarang sih? Benar-benar tidak mengerti aturan dasar!"
Taehyung mengambil langkah semakin mendekati ayahnya. Ia baru berhenti melangkah saat ayahnya berjarak sekitar satu langkah orang dewasa saja. Kemudian ia menolehkan kepalanya ke arah Sooyoung, menatap Sooyoung yang tengah menundukan kepalanya (seolah takut Taehyung datang untuk menyeret paksanya, yang benar saja?!). "Apa acara membicarakanku sudah selesai? Kalau sudah, bisakah kau pulang sekarang?"
Sooyoung sadar kalau sindiran barusan itu untuknya, juga pertanyaan itu. Jadi dengan perlahan, Sooyoung mengangkat kepalanya. Ia menatap Taehyung (mungkin itu untuk yang beberapa kalinya dalam satu tahun ini) kemudian ia menganggukan kepalanya sebelum dengan cepat kepalanya menoleh pada ayah mertuanya. "Ayah, aku rasa aku harus pulang saat ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fake Wedding
Fiksi PenggemarKami menikah! Tapi bukan menikah! Ini semua hanyalah sesuatu yang harus dilakukan, walau tidak diinginkan. Yah...begitulah!