Chapter 17
"Apa kau menyukainya, Sooyoung?"
Sooyoung menolehkan kepalanya pada Jiyeol. Kedua tangannya berpegangan erat pada leher kuda-kudaan yang terus saja berputar. Mereka berdua tengah menaiki wahana komidi putar saat ini. "Apa kau pikir aku tidak berani menaiki wahana lain selain ini yah?"
Jiyeol tertawa sebelum berkata. "Coba lepas pegangan tanganmu dulu sebelum kita menaiki wahana lainnya!"
"Tidak mau!" Sooyoung meluruskan kepalanya, mengerucutkan bibirnya. "Aku suka naik ini, membuatku merasa seperti tuan putri."
"Kau itukan memang tuan putri! Ibu Yuri memperlakukanmu seperti tuan putri sejak dulu. Semua anak bahkan iri melihatmu."
Sooyoung kembali mengerucutkan bibirnya sebelum menoleh dan menatap kesal Jiyeol. "Bukan keinginanku! Lagi pula bukankah sudah aku bilang kalau orang tua itu begitu karena mencoba memanfaatkanku?" Sepasang mata bulat Sooyoung yang baru berumur sepuluh tahun itu berkaca-kaca, mengingat-ingat apa saja yang telah ibu kepala panti asuhannya itu lakukan padanya lalu ia menambahkan. "Aku bahkan tidak bisa memakan makanan yang aku sukai karena mual. Perutku sakit setiap kali ia mengajak ku menemui banyak orang. Itu sangat menyiksa, asal kau tahu saja!"
Jiyeol yang usianya lebih besar lima tahun dari Sooyoung, lebih mengerti akan perasaan dari anak perempuan itu. Jadi dengan senyuman cerianya, Jiyeol berkata. "Kalau begitu jangan ungkit si tua itu lagi! Ayo kita main sepuasnya hari ini disini kemudian makan semua makanan manis yang kau sukai itu. Bagaimana?"
Sooyoung tersenyum, meluruskan kepalanya. Sepasang matanya yang sebelumnya terlihat berkaca-kaca itu kini berganti ceria dalam sekejap. Suaranya juga riang seperti anak perempuan seusianya yang tengah berbahagia saat ia berkata. "Setelah ini, kita main ice skating saja! Aku rasa aku sudah tidak ingin naik roller coaster, kita kesana saja, ke area Ice Skating, bagaimana?"
Jiyeol terus memerhatikan Sooyoung, menurutnya Sooyoung yang tersenyum tulus itu adalah Park Sooyoung yang paling cantik. Kemudian Jiyeol berdecak sebelum dengan pura-pura kesal dan berkata. "Ck! Kenapa kau suka sekali main ice skating sih? Bukankah ulang tahunmu yang lalu-lalu juga kita habiskan hanya untuk bermain ice skating saja?"
"Aku suka karena suasana didalam sana itu seperti negeri dongeng."
"Negeri dongeng?"
Sooyoung menganggukan kepalanya. Lalu Jiyeol berpikir untuk beberapa saat. Anak remaja laki-laki itu seketika tersenyum dan berkata. "Karena kau suka tempat yang seperti negeri dongeng, suatu saat aku akan membawamu ke Hallstatt saat aku besar nanti."
Sooyoung mengernyit, kebingungan kemudian ia menoleh pada Jiyeol untuk bertanya. "Kau bilang apa barusan? Hall-?"
"Hallstatt! Kabarnya itu adalah sebuah desa yang terlihat seperti negeri dongeng. Kau bilang kau suka suasana seperti di negeri dongeng bukan?"
Sooyoung menganggukan kepalanya, mencoba mengerti tapi kemudian ia kembali bertanya. "Dimana tempat itu? Apa kita tidak bisa ke sana sekarang saja?"
"Tentu saja tidak bisa! Tempat itu ada di Austria, sangat jauh!" Jiyeol tersenyum, tampan dan sangat tulus saat ia menambahkan. "Saat besar nanti, aku akan mengajakmu ke tempat itu. Kalau kau mau, kita bahkan bisa tinggal di sana."
Sooyoung tersenyum lalu meluruskan kembali kepalanya. Umurnya saat itu masih sepuluh tahun, tapi sikap dan cara berpikirnya saat itu sudah dipaksa untuk menjadi lebih dewasa dari yang seharusnya. Jadi anak perempuan manis yang sering dicap sebagai anak yang penurut itu merasakan sesuatu didalam hatinya, rasa kecewa lebih tepatnya. Secara tidak sadar, Sooyoung berkata . "Aku rasa aku tidak akan pernah bisa ke sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fake Wedding
FanfictionKami menikah! Tapi bukan menikah! Ini semua hanyalah sesuatu yang harus dilakukan, walau tidak diinginkan. Yah...begitulah!