16

4K 192 3
                                    

Sangga terus menunduk di samping Annette yang mengemudi. Sebenarnya Varon yang akan mengantarnya tapi ayahnya  mendapat telfon dan pergi dengan buru-buru.

"Berhenti menangis!"

Lagi-lagi Sangga berusaha diam. Tadi setelah ibunya keluar dari kamar mandi, kekesalan wanita itu padanya semakin bertambah hanya karena dirinya belum bisa memakai celana dengan benar.

"Kenapa tidak minta bantuan pada pembantu saja? Lihat sudah pukul berapa sekarang, kau akan terlambat bodoh!" Dengan tidak berperasaan Annette mendorong kepala Sangga.

Mobil sudah sampai di depan sekolah, tapi bukannya berhenti di depan gerbang, Annette malah memarkir di seberang jalan.

"Turun"

"Bibi tapi——"

"Turun!" Emosi yang terus tersulut saat bersama Sangga membuat Annette tidak sedikitpun merasa kasihan pada sang anak.

"Banyak mobil bibi" Cicit Sangga

"Aku tidak peduli, keluar dari mobilku" Annette menarik paksa anak itu sampai akhirnya keluar dari mobilnya.

"Bibi"

"Pergi sana! Aku akan melihatmu dari sini"

Betapa teganya membiarkan Sangga menyebrangi jalan seorang diri. Biarpun kendaraan sedang tidak begitu ramai tapi ini terlalu beresiko untuk anak lima tahun.

Tidak berani untuk melawan, akhirnya Sangga berusaha mengumpulkan keberaniannya untuk menyebrang. Namum baru saja hendak melangkah, seorang wanita yang berprofesi sebagai guru menarik tangannya.

"Jangan terlalu kasar pada anakmu, nyonya" Ucap wanita itu tiba-tiba. Ia langsung menggandeng Sangga guna menahannya agar tetap di sampingnya.

"Tidak usah ikut campur" Annette menatap malas wanita di depannya lalu berbalik masuk ke dalam mobil. Terlampau malas untuk berdebat sekarang.

"Ayo sayang jangan takut, ada ibu bersamamu"

"Terima kasih " Sangga berusaha tersenyum. Dengan pelan anak itu mengusap pipinya yang masih basah.

°°°

"Sangga sudah ke sekolah?

"Hm"

"Kau membuatkannya bekal juga, kan?"

Annette lupa tentang itu, tapi apa pedulinya?

"Sudah" Annette memutuskan panggilan sepihak.

"Merepotkan. Belum satu hari menjadi istri si brengsek, sudah membuatku naik darah saja" gerutunya sambil terus memotong  buah yang akan dia jadikan salad.

Sekarang dirinya hanya menjadi wanita pengangguran yang terus berada di rumah. Mertuanya yang menyuruhnya seperti itu, katanya biar saja Varon yang bekerja sebab anaknya itu masih mampu membiayai hidupnya dan Sangga. Sebenarnya ia ingin menolak, tapi mengingat usahanya yang semakin sepi peminat akhirnya ia menurut saja.

Omong-omong tentang usaha, Annette teringat sesuatu. Kembali di ambilnya ponselnya, berniat menghubungi asistennya yang sudah dua minggu ini ia lupakan.

"Safa"

"Kemana saja kau dua minggu ini?! Kau menelantarkan ku!"

Annette tertawa kecil mendengar Safa yang menggerutu di seberang.

"Maafkan aku, ada urusan yang harus di selesaikan di rumah"

AFFECTION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang