11

4.6K 183 1
                                    

Annette terus berdecak malas. Terhitung tiga minggu ini ponselnya selalu berisik karena mendapat telepon atau pesan dari Sera.
Sebenarnya bukan hanya Sera, ayahnya juga sering mengiriminya pesan yang menurutnya sama sekali tidak penting. Yang mana isinya hanya seputar 'Sudah berubah pikiran?' atau 'Waktumu tinggal satu bulan lagi sayang'  benar-benar menguras kesabaran.

Di antara kedua pengirim pesan itu, ada perbedaan yang ia lakukan . Jika pesan dari Pram ia baca, maka berbeda dengan Sera. Pesan dari wanita itu tidak pernah sekalipun ia buka sebab tidak mau lagi berurusan dengan orang-orang panti asuhan itu. Cukup bertemu untuk terakhir kalinya saat membawa Sangga pergi, sekarang dan seterusnya tidak ada akan lagi.

Saat ini seperti biasa Annette berada di ruang kerjanya di temani Safa yang tengah menikmati makan siang. Gadis itu terlihat sangat bersemangat menikmati tiap suapanya, membuat wanita di depannya mendengus sambil  menutup wajahnya dengan tangan.

"Bagaimana kalau kau berlibur dulu?"

Annette mendongak, matanya menyipit sinis.

"Tidak" ucapnya tanpa minat.

"Kenapa? Itu kan bagus untuk mu yang stress seperti sekarang ini. Aku merekomendasikannya agar pikiranmu kembali fresh"

"Aku tahu, tapi masalah ku saat ini bukanlah sesuatu yang bisa ku tinggalkan untuk pergi berlibur"  Wanita yang lebih tua itu menatap Safa lelah

"Ya sudah, kalau begitu ayo ceritakan masalahnya"

"Tidak!"

Safa mendelik tajam "Dasar aneh, tak perlu berteriak begitu"

"Biar saja aku aneh atau jadi gila sekalipun, asalkan tidak jadi menikah dengan pria brengsek itu" Ucapan tanpa sadar itu membuat Safa melotot.

"Apa!" Annette terlonjak lantas menatap Safa yang kini telah berdiri.

"Dengan siapa kau akan menikah, kenapa tidak pernah cerita padaku?!" Safa mulai di dera kekesalan.

Dalam sekejap mereka diam saling bertatapan, hingga tak lama kemudian Annette balas berteriak.

"Kenapa kau berteriak padaku?!"

Safa mengulum bibir karena Annette mengangkat tangan menunjuk dirinya bengis. Perlahan gadis itu kembali duduk.

"Maaf tak sengaja, tapi—"

"Diam! Jangan tanya tentang hal apapun padaku. Lupakan, Aku tidak akan menikah, tadi itu hanya asal bicara. Sekarang buatkan aku susu"

Safa memutar bola mata sinis "Dasar tak jelas" ucapnya sebelum lari menghindari lemparan pulpen dari Annette.

"Kau ku pecat!" Teriak Annette membabi buta.

°°°

"Halo?"

"Iya, besok aku akan masuk. Maaf jika merepotkan selama beberapa minggu ini"

"Iya"

Varon mengusap wajahnya kasar.   Masalah tentang Annette belum selesai dan masalah pekerjaan kini ikut menumpuk.

"Sangga" Varon mendekat pada Sangga yang terlihat mulai mengantuk.

"Pindah ke kamar?" Anak itu mengangguk lantas mengalungkan tangannya di leher Varon.

"Sebelum tidur, kita sikat gigi dulu" Sangga tidak banyak bicara sebab matanya sudah sangat berat.

Dua orang berbeda usia itu kini berdiri bersisian di dalam kamar mandi di temani sunyi.

AFFECTION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang