Sangga terus memindahkan tanah sambil tertunduk. Tidak sedikitpun anak itu mengangkat pandangan sebab Annette tepat di sampingnya, mendekat padanya setelah Riri meninggalkan mereka lima menit yang lalu.
"Kenapa tidak membangunkan aku dan ayahmu tadi?" Dengan pelan Annette bergerak membantu Sangga yang terlihat begitu kaku. Diam-diam ia tersenyum.
"Kenapa, hm?" Wanita cantik pemilik gummy smile itu perlahan mengelus rambut sang anak, tapi siapa sangka sedetik kemudian ia menariknya membuat Sangga tersentak.
"Bibi"
"Apa? Jawab pertanyaannya sekarang" Kalimat Annette tetap bernada lembut, berbeda dengan tarikannya di rambut Sangga.
"A..aku tidak dengar saat nenek menyuruhku" Jawab anak itu terbata.
"Bohong! Kau pasti menghindari ku kan?" Sentak Annette
"Tidak bibi"
"Benarkah?" Rasa sakit membuat Sangga buru-buru mengangguk, ia takut sang Annette akan berbuat lebih.
"Kalau begitu mulai besok, selalu bangunkan aku saat pagi"
"Iya" Akhirnya tarikan tersebut terlepas, meninggalkan denyutan yang lumayan sakit.
"Annette" Baru saja anak itu bernafas lega, suara sang ayah yang mengudara sedikit keras di belakang mereka agaknya akan membuatnya mendapatkan rasa sakit yang lain lagi. Karena tanah yang sejak tadi ia genggam terlempar begitu saja ke arah Annette, dimana di gumpalan kotor tersebut ternyata terdapat hewan kecil yang paling di benci wanita itu.
"Sa——argh!!!" Annette jelas histeris. Wanita itu berlari kearah Varon dengan teriakannya, meminta agar cacing yang kini berada di dalam sepatunya segera di hilangkan.
"Varon!" Annette menjerit keras saat Varon hanya diam di tempatnya. Ia ingin menangis sekarang, ini benar-benar menjijikan.
"Berhenti bergerak, Annette" Suara Varon mengudara berat setelah tangannya meraih lengan Annette.
"Cepatlah!"
Buru-buru Varon menarik sepatu khusus berkebun yang istrinya kenakan setelah berhasil membuatnya duduk.
"Sudah" Annette langsung bernafas lega dengan tubuh yang sesekali bergidik geli.
Saat masih mengatur nafasnya, perlahan matanya bergulir kearah Sangga "Anak kurang ajar!" Ia bangkit hendak menuju sang anak namun Varon buru-buru menahan lengannya.
"Ini bukan salah Sangga, ini salahku. Seharusnya aku tidak memanggilmu dengan keras seperti tadi" Varon berusaha membuatnya kembali duduk.
"Lepas! Kau sama saja dengannya. Sama-sama menyusahkan!" Sentak Annette kasar.
Di depan mereka Sangga terus diam.
"Kenapa kau hanya diam, huh? Minta maaf padaku!" Annette berhasil lepas dari sang suami, dengan kasar di seretnya Sangga agar berlutut di kakinya.
"Annette jangan keterlaluan, dia anakmu!"
"Dia bukan anakku!" Teriak Annette
"Anak haram sepertinya tidak pantas di akui sebagai anakku. Dia hanya anakmu, bukan aku""Beraninya kau menyebut dia seperti itu? Sangga —" Kilatan amarah mulai tersulut dari mata Varon yang kini menyorot tajam.
"Memangnya kenapa, keberatan?" Tantang Annette
"Dia anakmu!"
"Omong kosong!"
"Sangga memang kesalahanku, tapi seharusnya kau sadar ayahnya masih bertanggung jawab dan semua orang tahu itu adalah aku. Jadi tidak ada yang boleh menyebutnya anak haram termasuk dirimu!" Tekan Varon dengan suara pelan namun dingin. Di tempatnya Annette entah mengapa hanya diam sambil melihat bagaimana pria itu mendekat pada Sangga lalu membawanya pergi.

KAMU SEDANG MEMBACA
AFFECTION
RomantizmRasa sakit yang terus menyapa, membuat Annette hampir kehilangan kewarasan. Masa lalu kelam yang terus terbayang, menjadi penyebab utama dirinya membenci orang yang dulu begitu ia cintai. "Aku tidak akan pernah mencintaimu lagi walaupun kau berada l...