Kendati sudah beberapa kali mengunjungi tempat penampungan anak itu, nyatanya Annette kesana hanya untuk memastikan apakah anak itu masih hidup atau telah mati.
Saat itu malam benar-benar sangat pekat. Sepekat hati dan pikiran seorang perempuan berusia sembilan belas tahun yang berdiri menunggu pintu di depannya terbuka. Dirinya sungguh buntu sekarang, sangat membenci takdir yang membuatnya berada di lingkaran kesakitan ini.
Di usianya yang masih sangat belia, dirinya telah memiliki seorang anak hasil dari sebuah kesalahan yang pria bajingan lakukan padanya. Garis takdir ini sungguh ia benci.
Tak sabar menunggu, tangannya dengan sadar mencengkeram lengan bayi yang bahkan baru beberapa jam lalu dia lahirkan itu. Suara pintu terbuka mengalihkan atensinya, namun agaknya dirinya tak sedikitpun berniat mengendurkan cengkramannya bahkan sampai menghiraukan tangisan mahkluk kecil itu.
Tanpa bicara Annette mengulurkan tangannya, menyodorkan sang bayi pada wanita cantik yang ia perkirakan berusia sama dengannya. Gadis di depannya itu mematung bahkan tak bersuara melihat penampilan Annette yang begitu berantakan.
"Rawat bayi sialan itu, aku tidak sudi merawatnya" Setelah mengucapkan kalimatnya, Annette pergi dengan tergesa tanpa menunggu apa tanggapan gadis pemilik panti.
Empat tahun setelah kedatangannya dengan seorang bayi itu, entah apa yang ia rasakan, di tahun kelima ia datang kembali namun masih dengan hati yang sekeras batu. Beralibi jika kedatangannya hanya untuk memastikan apakah anak sialan itu masih hidup atau tidak.
"Kau, yang datang kesini di malam itu kan?" Vanya bertanya.
"Ya. Apa dia sudah mati?" Vanya tahu siapa yang dimaksud wanita di depannya.
Tak ingin memberi sekat antara ibu dan anak, ia menunjuk kearah seorang balita yang tengah bermain sendirian di temani mobil-mobilan miliknya.
Senyum sinis terbit dari wajah Annette.
"Masih hidup ternyata" wanita itu mendongak, menutup mata sejenak sambil menghela napas
"Seharusnya aku tak usah membawanya kesini saat itu" Agaknya Annette sedikit menyesal membawa anak itu ke tempat ini, seharusnya dia tenggelamkan saja di sungai atau membiarkannya dikerumuni semut di taman dekat apartemennya.
"Anak adalah anugrah untuk orang tuannya" celetukan Vanya mengundang tawa sinis Annette
"Jika kau merasakan apa yang terjadi denganku, mungkin kalimat itu tidak akan pernah kau katakan bahkan mendenganya saja kau merasa jijik" Annette melangkah setelah melempar beberapa kerikil yang sejak tadi di genggamannya ke arah anak kecil di depan sana.
Sejak saat itu, Annette berkunjung beberapa kali dalam setahun di tahun berikutnya. Tiga kali ia datang dengan bingkisan untuk anak-anak disana, tentu saja menguranginya satu. Tak menghitung anak laki-laki pembawa sial itu di list yang akan dia berikan bingkisan.
Ia pun juga sudah memberi peringatan pada Sera dan Vanya agar selalu melewati anak itu saat pembagian hadiah darinya.
Jadikan ia anak terakhir yang mendapat pembagian.
Pesannya dan tak ingin di bantah.Sera dan Vanya hanya patuh, karena takut sebab Annette adalah satu-satunya donatur yang menaungi panti asuhan itu setelah berhasil menyingkirkan donatur sebelumnya.
Alhasil, karena bocah itu yang terakhir, ia tak mendapatkan apa-apa yang sukses membuatnya menjadi bahan ejekan teman-temannya.
Sebenarnya bisa saja mereka membeli satu lagi untuk anak itu, tapi mengingat tempat ini berada jauh dari pusat perbelanjaan, membuat mereka mengurungkan niat
KAMU SEDANG MEMBACA
AFFECTION
عشوائيRasa sakit yang terus menyapa, membuat Annette hampir kehilangan kewarasan. Masa lalu kelam yang terus terbayang, menjadi penyebab utama dirinya membenci orang yang dulu begitu ia cintai. "Aku tidak akan pernah mencintaimu lagi walaupun kau berada l...