Matahari telah menampakkan dirinya namun Annette masih terlelap di samping Sangga dengan tangan yang bertaut erat dengan milik sang anak. Semalam wanita itu terus terjaga menunggu kehadiran Varon yang menghilang tak bisa di hubungi. Membuat Riri dan Kavi pulang saat hampir menjelang subuh.
Pukul tujuh pagi mata sembabnya terbuka dan sadar bahwa masih dirinya dengan Sangga di ruangan ini, Varon belum datang. Perlahan ia beralih menatap lamat wajah Sangga, di kening anak itu ada benjolan yang sedikit besar yang membawa tangannya hinggap di sana sekedar mengelus pelan.
"Sangga belum ingin bangun? Sangga tidak mau memberitahu ibu mana yang sakit?" ucapnya pelan lalu kembali merebahkan kepalanya di samping tangan Sangga. Air matanya kembali mengalir membuatnya merasa pusing di posisi itu.
"Sangga harus tahu kalau ibu selalu sayang. Maaf kalau selama ini tak bisa menyatakannya secara langsung, nak. Ibu terlalu buta dengan rasa sakit yang ayahmu berikan sampai tak bisa mengatasinya sendiri. Maaf sudah menyakitimu"
Tidak ada yang lebih menyesakkan dari penyesalannya pada Sangga, membuat Annette hanya bisa mengusap dada.
"Kalian pasti membenci ku" Ya. Itu pasti, Varon yang sangat menyayangi Sangga pasti akan membencinya dan anak yang selalu ia sakiti ini juga pasti memendam perasaan itu.
Pelan-pelan Annette beranjak ke kamar mandi, membasuh wajahnya yang terasa lengket. Setelah selesai dan baru saja keluar, pintu ruangan di depannya terbuka menampilkan Dava dan Vanya.
"Varon belum datang?" Dava bertanya sambil melirik Vanya yang mendekat pada Sangga.
"Belum"
"Semalam ponselnya sempat aktif tapi tak kemudian tidak bisa di hubungi lagi"
Annette mengernyit "Apa kau sempat melacak dimana dia semalam?" Dava menggeleng.
"Tapi kau bisa melacaknya?"
"Iya"
"Tolong lacak——"
Pintu ruangan kembali terbuka namun berbeda dengan yang tadi, suaranya keras menyentak. Varon muncul dengan mata menyorot tajam ke arah ranjang Sangga lalu pada Annette yang kini membeku di tempatnya. Jika semalam wanita itu menunggu kedatangan pria ini, maka sekarang tidak, ia seperti tidak siap berhadapan dengan suaminya setelah melihat amarah itu nyata menyapa netranya.
"Kau mencelakainya lagi?"
Pertanyaan dingin dan tajam menusuk telinga setiap orang yang ada di ruangan tersebut. Semuanya diam bahkan Vanya yang sejak tadi mengajak Sangga berbicara.
"Aku tanya kau mencelakainya lagi?! Apa tidak puas selama ini membuatnya sakit, huh?!"
"Varon...." Bibirnya yang bergetar berusaha Annette tahan. Wanita itu menggeleng berusaha meraih tangan suaminya.
"Aku tak mungkin mencelakainya seperti ini"
"Kau pikir aku percaya? Selama ini aku selalu memperhatikan mu. Bagaimana kau membenci Sangga, mengabaikannya bahkan tak segan berlaku kasar padanya saat kau marah. Kau pikir aku tak tahu?!" Teriak Varon
"Emosimu, ingat kita di rumah sakit" Peringat Dava. Pria itu berjalan kearah Vanya yang terlihat ketakutan.
"Ingin keluar?" Tanyanya pelan. Vanya menjawab tidak sebab takut Annette akan menerima kekerasan fisik dari Varon yeng terlihat begitu emosi.
Varon tak merespon sepupunya itu, ia justru masih tetap mengunci Annette dalam tatapannya.
"Apa kau sadar kau wanita menyedihkan?"
Annette diam seolah mempersilahkan Varon melanjutkan kalimatnya.
"Menyedihkan karena masa lalu yang tak sesuai harapanmu kau mengatur hidupmu dalam amarah lalu menyalurkannya pada anakmu sendiri! Terserah dirimu, teriaki aku pria brengsek tak punya hati karena memang aku awal mula semua itu. Tapi jangan pura-pura bodoh dengan menutup kenyataan bahwa kau yang paling brengsek disini! Membenci Sangga hanya karena lahir dari perbuatan kotor pria yang telah menolakmu adalah kenyataan paling miris yang aku temui seumur hidup dan sialnya, itu ada di diri istriku sendiri! Wanita yang tak seharusnya aku nikahi! Bodohnya aku memilih jalan ini hanya karena mengharapkan kebahagiaan Sangga tanpa memikirkan rasa sakit lebih yang akan dia dapatkan"
Annette tercengang tak percaya. Semua kalimat Varon begitu merendahkannya, meski pria di depannya ini menjelaskan jika ia juga andil dalam masa lalu kelamnya.
"Lantas sekarang kau menyesal sudah menikahi ku?"
Annette setia mantap Varon yang masih menatapnya tajam. Terlihat pria itu mengangguk pasti.
"Tidak ada alasan untuk merubah rasa sesal ku, aku muak denganmu. Sekarang keluar!" Selesai. Varon ingin Annette pergi dan tetap menganggapnya sebagai pelaku di peristiwa ini.
Annette menggeleng "Aku ingin bersama Sangga" ucapnya lirih.
"Dia tidak membutuhkanmu, keluar Annette!"
"Varon stop" Dava menginterupsi lagi.
Varon menoleh pada sang sepupu "Kalian membelanya? Dia penjahat Dava, dia selalu menyakiti anakku!"
"Tidak" Balas Annette dengan air mata menetes.
"Persetan! Keluar dan jangan dekati anakku lagi jika berniat menyakitinya atau aku akan membawanya pergi"
"Kau egois"
Varon tertawa sumbang sambil menunjuk dirinya sendiri "Aku egois?"
Annette mengangguk mantap "Kau selalu menyalahkan ku saat Sangga kesakitan tanpa pernah mau tau jika penyebab semua itu adalah dirimu. Di awal kau sudah mengatakannya sendiri bahwa aku adalah wanita menyedihkan, tanpa menyadari jika aku seperti itu karena dirimu!"
"Aku sudah berkali-kali meminta maaf, tapi apa? Kau tidak mau mendengarnya kan? Jadi dimana letak keegoisanku itu, katakan!"
Annette buntu, tak ada yang bisa ia katakan lagi. Semua kalimatnya habis berdebat dengan suaminya sendiri. Sudah pernah ia katakan bukan? Varon dan emosinya bukan tandingannya.
Akhirnya kepalanya menunduk rendah. Jika selama ini ia mengangkat wajah angkuh, maka hari ini ia kalah. Hatinya yang masih terluka karena keadaan Sangga tak lekas sembuh karena suaminya menyalahkannya habis-habisan. Maka tanpa memandang semua orang yang ada di ruangan itu, Annette melangkah pergi setelah meninggalkan kecupan singkat di bahu Sangga.
Di tempatnya Vanya menggeleng sedih melihat punggung wanita itu yang terlihat rapuh.
"Kau keterlaluan " Ujarnya sambil mengarahkan tubuh pada Varon. Sesama wanita ia mengerti apa yang Annette rasakan.
"Kau menutup mata dari kesalahanmu dan menyalahkannya begitu saja. Kau harusnya mengerti, dia seperti itu karena tak bisa menyalurkan rasa marahnya meski tetap salah karena menjadikan Sangga sebagai objek"
Vanya menatap Sangga sejenak lalu kembali pada Varon "Kejadian tadi malam bukan salah siapa-siapa, tak ada yang tahu jika Sangga bangun dari tidurnya dan terjatuh dari tangga"
Vanya bangkit lantas mengelus kepala anak kesayangannya "Cepat sembuh sayang" bisiknya pelan sebelum akhirnya pergi juga sambil diam-diam mengharap Varon mengerti apa yang ia sampaikan.
Tapi agaknya itu hanya harapan sebab ternyata di sisi Varon tak ada satupun rasa bersalah tentang kalimat bahkan perlakuannya pada Annette. Yang salah dimatanya tetap wanita itu. Ia sudah minta maaf bahkan bertanggung jawab jadi tak ada lagi salahnya, ini terjadi karena sikap Annette yang menurutnya keterlaluan.
°°°

KAMU SEDANG MEMBACA
AFFECTION
RomantikRasa sakit yang terus menyapa, membuat Annette hampir kehilangan kewarasan. Masa lalu kelam yang terus terbayang, menjadi penyebab utama dirinya membenci orang yang dulu begitu ia cintai. "Aku tidak akan pernah mencintaimu lagi walaupun kau berada l...