42

2.7K 173 65
                                    

Annette baru saja bangun tapi presensi yang berdiri menatapnya dengan senyum kotak membuat moodnya langsung menurun.

"Pagi, aku sudah menyiapkan bekal untuk Sangga sekolah. Mandilah, aku akan mengantarmu ke kafe"

Annette bangkit duduk "Mana suratnya?" Tanyanya tajam.

Varon langsung bungkam. Haruskah langsung membahas ini?

"Mana suratnya?!"

"Aku sudah merobeknya"

Tangan Annette mengepal "Bajingan!"

"Kau hanya sedang marah padaku. Kau tidak menginginkan hal ini, Anne" Varon berusaha menurunkan emosi sang wanita. Namun gagal, terbukti dari tamparan yang ia terima.

Tawa pelan Annette suarakan "Kau pikir setelah semua yang terjadi aku hanya emosi sesaat? Aku marah sampai kapanpun, aku nembencimu! Harus bagaimana lagi menunjukannya?!"

Varon bergeming. Sesaat kemudian Annette tiba-tiba mengangguk dengan raut wajah muak.

"Baiklah, jika kau tidak ingin menandatangani nya. Tapi mulai sekarang jangan harap aku akan menganggap kehadiranmu dirumah ini. Lakukanlah apa yang kau mau"

°°°

Vanya berkunjung hari ini. Sejak tadi wanita itu terus bersama Sangga, mengabaikan Annette yang semakin menekuk wajah.

"Kau serius hanya ingin bermain dengan Sangga?"

"Ya, apa lagi? Aku bosan bersamamu, jadi lebih baik bermain bersamanya saja"

Annette mendengus "Aku menyuruhmu kesini untuk menemaniku bicara. Kenapa sekarang kau menyebalkan?"

"Apa memangnya yang ingin kau bicarakan? Katakanlah aku sudah disini sekarang"

Diam-diam Vanya mengulum senyum. Sudah menjadi kebiasaannya membuat Annette kesal setelah hubungan mereka terjalin lebih baik.

"Aku ingin mengajakmu dan Sangga pergi kemping"

Vanya yang awalnya berniat mengabaikan, langsung berbalik antusias.

"Kapan?!"

Annette mendelik tajam. Tadi mengabaikan, sekarang begitu exited saat membahas tentang kesukaannya.

"Dua hari lagi. Aku akan meminta izin pada suamimu, tenang saja. Kau senang bukan?"

Vanya mengangguk dengan senyum cerahnya "Kau memang terbaik, Anne"

Annette tersenyum bangga kemudian bangkit berniat ke dapur. Namun baru saja langkahnya menapak satu kali, tubuhnya terhenti karena Varon tiba-tiba muncul dengan sebuah buket bunga di gendongannya.

Apa lagi yang dilakukan si bodoh ini?

Langkah pria itu berhenti tepat di depannya. Dengan percaya diri ia uluran buket mawar biru tersebut.

"Selamat atas pembukaan cabang baru kafenya"

Annette mengangkat alis mengejek, perlahan gesturnya berubah. Tangan terlipat angkuh.

"Siapa?" Tanyanya begitu asing.

Varon menunduk sejenak "Untukmu, selamat atas hasil kerja kerasnya. Aku bangga padamu" Tangannya semakin mendekatkan bunga itu. Senyumnya begitu tampan menghiasi wajah namun agaknya itu tak di takdirkan bertahan lama sebab langsung tergantikan ekspresi pias kala Annette dengan kasar menepis buketnya lalu menginjaknya penuh emosi.

AFFECTION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang