Kalimat pelayan itu sukses membuat hati Annette perlahan terasa di tekan. Semua sendinya melemas sampai langkahnya begitu berat mengikuti wanita muda itu lengkap dengan tatapan kosong kala melihat tubuh Sangga bergerak tak berdaya di gendongan seorang pelayan pria.
"Sangga" Tangan Annette bergetar berusaha mengambil alih tubuh sang anak.
Baru tadi Sangga ia perbolehkan memanggilnya ibu namun sekarang mulut mungil itu tertutup rapat tak menjawab panggilannya sama sekali.
"Aku ikut, anakku!" Vanya berteriak di balik tubuhnya.
"Vanya tak perlu ikut sayang, ibu tahu kau khawatir tapi ingat kondisimu, sebentar lagi Dava akan datang" Tahan Riri
Annette abai dengan sekitar namun tak bisa di tepis jika ada amarah dalam hatinya sebab di saat seperti ini semua pria yang harusnya di andalkan tiba-tiba ada urusan sekaligus.
"Sangga bangun!" Annette menggeram marah sambil memeluk menggoyangkan Sangga.
"Annette tenanglah"
Annette berusaha menahan diri, namun ia bingung bagaimana cara mengenyampingkan rasa cemasnya.
"Dimana Varon? Tolong hubungi dia ibu" pinta Annette gusar. Namun sayangnya bahkan hampir belasan kali nomor suaminya itu di panggil tak ada satupun yang terjawab.
"Brengsek!" Makinya, tak ambil pusing dengan kehadiran Livi dan Riri di sampingnya.
"Annette..."
Annette menggeleng, matanya mulai berkaca-kaca "Aku takut, ibu"
Riri paham kekhawatiran wanita ini maka senantiasa ia mengelus punggungnya berharap dia bisa tenang.
"Sangga ku, ibu" Annette berbisik lirih di ikuti air mata yang akhirnya mengaliri pipi. Ia menatap Riri dengan wajah ketakutan, sungguh ia tak bisa menerima takdir yang lebih buruk lagi dari kemarin. Maka mengabaikan bagaimana tangannya yang sudah di penuhi oleh darah, wanita itu kuat-kuat memeluk kepala Sangga.
°°°
"Tolong anak saya!"
Tiga orang mendekat dengan cepat lantas meraih tubuh Sangga lalu di baringkan ke sebuah brangkar.
"Ibu tenang kami akan menanganinya"
"Tolong" Tangis Annette pecah lagi.
Sangga akhirnya masuk ruang ICU meninggalkannya yang kini menumpu tubuh pada lutut. Hatinya sakit, di tambah Varon tak bisa di hubungi membuatnya sangat ingin meluapkan amarah.
"Dimana Varon ibu?" Tanyanya lirih.
Riri menggeleng tak tahu.
"Ibu sudah menelepon ayah dan Dava untuk mencari suamimu itu dimana"
Hampir dua jam menunggu, akhirnya Dokter yang menangani Sangga keluar.
"Bisa bicara dengan orang tua pasien?"
"Saya" Dengan cepat Annette berdiri menyusul langkah sang dokter dengan perasaan takut.
"Silahkan duduk"
Annette mengangguk. Saat ini wajahnya masih berantakan namun ia terlampau tidak peduli, Sangga lebih penting daripada rasa malunya.
"Pendarahan di kepalanya sedikit beresiko tapi untung saja tidak merusak jaringan yang ada di otak. Intensitasnya tidak terlalu parah, namun dampaknya anak anda mungkin akan mengalami mual, pusing dan bahkan penglihatan kabur saat sadar nanti. Dalam kasus ini dibutuhkan kurang lebih dua minggu untuk efeknya hilang"
KAMU SEDANG MEMBACA
AFFECTION
RandomRasa sakit yang terus menyapa, membuat Annette hampir kehilangan kewarasan. Masa lalu kelam yang terus terbayang, menjadi penyebab utama dirinya membenci orang yang dulu begitu ia cintai. "Aku tidak akan pernah mencintaimu lagi walaupun kau berada l...