28

4.1K 246 32
                                    

Emosi part II malam ini!

———

Hari ini Varon memutuskan untuk pulang. Kabar tentang Sangga yang telah keluar dari rumah sakit sudah ia dengar dari salah satu suruhannya. Untung saja prediksi tentang anak itu yang tak akan sadar selama dua minggu meleset, sebab ternyata jagoannya itu begitu kuat melewati rasa sakitnya dan pulih dengan cepat.

Saat ini ia baru saja masuk ke dalam rumah orangtuanya. Senyum kotak khasnya menghiasi wajah, terlihat begitu bersemangat menyapa semua orang yang ada di rung tamu.

"Dari mana kau?" Suara dingin sang ayah menyapa datar, membuat senyumnya menghilang seketika.

Varon melirik Annette sebentar.

"Tentu saja bekerja, apa lagi?" Ujarnya santai sambil menduduki sofa di samping istrinya.

"Sangga istirahat?"

Annette tak menjawabnya.

"Kau terlihat begitu santai saat berbohong, nak. Apa sudah sering melakukannya?" Riri tersenyum tenang, menyedot atensi Varon.

"Apa maksud ibu?"

"Ah, pria bodoh" Batin Annette.

"Kau beralasan bekerja padahal dua hari ini kau tidak muncul di perusahaan. Dari mana? Kau sadar bukan jika anak kalian sakit?" Varon mengepalkan tangan di balik sakunya. Ibunya pasti tahu hal ini karena Annette.

"Kalian bertengkar?"

"Ya. Dia pergi karena menghindari ku, jadi aku saja yang menjaga Sangga" Jawab Annette tanpa takut.

Kavi mengangguk pelan "Sepertinya itu hanya alasan, ayah rasa ada yang lain selain itu"

Annette mengangguk setuju, malas menepis perkataan sang mertua. Toh ia tak rugi.

"Jadi?" Kavi menatap sang anak dingin.

"Oke, aku di apartemen dua hari ini. Tapi aku disana hanya untuk menjernihkan pikiranku"

"Keterlaluan. Kau pikir Annette tidak menginginkan hal itu juga? Melihat sikapmu ini lama-kelamaan ayah curiga ada yang tengah kau sembunyikan"

Varon tertawa canggung "Ayah meragukan ku?"

"Jujur saja iya" Jawaban spontan Kavi membuat emosi Varon semakin naik.

"Aku tidak seperti itu ayah, sungguh" elaknya.

Melihat suaminya yang mengetatkan rahang, Riri mengelus lengannya. "Sudah, jangan mencurigainya seperti itu. Sekarang kembalilah ke kamar kalian, Sangga akan ketakutan  jika tak menemukan orang tuanya di kamar"

Annette langsung berlalu setelah pamit, mengabaikan atensi Varon yang kini berjalan di belakangnya.

"Wanita sialan" Desisan tajam dari balik tubuhnya terdengar. Annette tersenyum sinis, ia tahu Varon pasti akan marah sebentar lagi. Dan benar saja, sesaat setelah pintu kamar tertutup lengannya di tarik kasar.

"Kau melaporkanku, huh?!"

"Kenapa, marah?" Tantang Annette.

"Oh, ingin merusak hubungan ku dengan keluargaku ternyata" Benar-benar tak bisa di percaya. Sikap manis saat itu ternyata busuk. Annette mengangguk paham.

"Kalau kau berpikir seperti itu, terserah. Aku tak peduli"

"Sialan kau!"

"Kau pun sama"

Mendengar kalimat tersebut amarah Varon semakin tersulut. tangannya terangkat manis hendak menampar Annette namun wanita itu dengan cepat mundur.

"Kalau takut denganku, jangan banyak tingkah! Aku bisa saja menyakitimu lebih dari apa yang kau pikirkan sekarang?! Diam! Sampai apa yang aku rencanakan selesai. Setelah itu kau bebas melakukan apapun yang kau mau!"

"Mari bercerai" Ucap Annette tiba-tiba. Dirinya benar-benar tidak sanggup lagi.

"Itu akan terjadi, tapi nanti. Untuk sekarang aku masih ada sesuatu yang ingin ku tunjukkan padamu, tapi diam-diam saja nanti keluarga kita mengetahuinya"

"Brengsek!" Annette merasa matanya panas lagi. Tidak, air mata tidak boleh ada di situasi seperti ini.

Varon mengangguk kemudian dengan santai mendekat pada Sangga "Cepat pulih dan juga besar anak ku" Bisiknya di telinga Sangga sambil melirik Annette remeh

"Sini bergabung, kau tidak mengantuk?"

Annette tak menjawabnya. Wanita itu memilih meninggalkan kamar. Air mata sudah menggenangi kedua netranya, nafasnya memburu. Ia butuh ruang untuk menyalurkan emosi sekarang. Tak lama langkahnya sampai pada sisi taman komplek yang sedikit gelap. Suara isakan bahkan teriakannya tidak terdengar sedikitpun, namun gestur melempar sesuatu yang sejak tadi ia genggam sudah menggambarkan bagaimana emosi menguasainya saat ini. Cincin pernikahan.

"Sekalipun aku sangat mencintaimu, itu tidak akan pernah menjadi alasan untuk aku bertahan disini. Pria brengsek tidak pantas mendapat apa yang ia inginkan!"

Tekadnya sudah bulat, setelah Sangga sedikit lebih pulih dari hari ini, mereka akan pergi. Kemanapun tanpa Varon ketahui. Annette akan pastikan itu.

°°°

"Sangga mau kemana?" Annette menatap  Sangga yang terlihat siap dengan tas lego miliknya.

"Pergi dengan bibi Vanya, boleh?" Anak itu mendekat padanya.

Annette mengangguk "Boleh. Tapi jangan nakal disana, kau tahu kan bibi sedang membawa baby?"

"Iya. Ibu juga jangan menangis lagi kalau ku tinggalkan. Ibu jelek kalau sedang menangis" Sangga mengelus area bawah Annette.

"Tidak. Hari ini ibu akan pergi juga bersama bibi Safa jadi pasti tertawa terus"

Sangga terlihat diam sebentar "Sepertinya seru, apa aku ikut ibu saja?"

"Eh.. bagaimana dengan bibi Vanya?"

"Sebenarnya aku kesana karena disini membosankan. Jadi boleh yah aku ikut? Bermain dengan bibi Safa seru. Aku juga ingin menagih janjinya untuk pergi ke taman bermain"

"Ah, kau masih mengingatnya ternyata. Baiklah tunggu sebentar ibu akan mengganti baju"

"Oke" balas Sangga ceria. Entah kenapa setelah pulang dari rumah sakit anak itu sangat suka berada di dekat Annette dari pada Varon.

"Selesai, ayo"

Dengan semangat Sangga menggandeng tangan Annette, sambil sesekali berceloteh agar ibunya tertawa sebab tahu jika wanita kesayangannya sedang tidak baik-baik saja.

"Hari ini kita harus bersenang-senang!" Teriak Sangga setelah keduanya sudah berada di dalam mobil. Tak henti-hentinya ia berbicara membuat Annette bersyukur masih ada yang menemaninya dan menyemangati saat ia hampir menyerah dengan keadaan.

"Peluk ibu" Tangannya ia rentangkan sebentar sebelum akhirnya Sangga menyambutnya, memberikan beberapa kecupan ringan di wajahnya.

"Jangan terlalu bersemangat sayang, ibu sedang menyetir" Tawa dari bibir mungil Sangga menguar. Masih dengan posisi duduk di pangkuan sang ibu, anak itu menatap Annette intens.

"Kenapa melihat ibu seperti itu?" Annette tertawa pelan.

"Ibu cantik"

"Ya ibu tahu" mereka terkekeh bersama.

"Kalau begitu jangan menangis lagi, nanti cantiknya hilang. Ayo senyum, ada aku disini yang bisa memeluk ibu"

Kalimat itu menyentuh relungnya, Annette ingin menangis lagi namun buru-buru ia mengulum bibirnya, lantas mengangguk kuat dengan mata berkaca-kaca.

"Kalau begitu teruslah disini dan peluk ibu"

°°°

Kalo gak nge-feel lagi maafkan yah, soalnya aku mau cepat-cepat konflik ini selesai;)

AFFECTION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang