BAB 5 [RATU FELICIA]

10.7K 1K 144
                                    

"Membuatmu cinta saja susah. Apalagi harus bersaing dengan yang kamu cintai."

.

.

Banyak yang berubah dari kerajaan Saba sejak terakhir kali Nora mengunjunginya. Bagi perempuan berumur 22 tahun ini, Saba sudah selayaknya rumah kedua yang lama tak ia datangi.

Lima tahun lebih dia menghabiskan hidupnya di kerajaan ini sampai akhirnya Lukas datang dan membawanya serta Hera tinggal di kerajaan Sandor.

Meski tak banyak hal yang tersisa dari kenangan masa kecil itu, tapi Nora tetap merasa rindu pada tempat lahirnya dulu.

Maka tak heran jika sejak tadi mata perempuan ini tak lepas menatap ramainya pejalan kaki yang menepi demi membiarkan rombongan kereta kuda milik sang putra mahkota melintas.

Yang sedang sibuk dengan pekerjaan mereka pun ikut berbondong-bondong mendekati tepi jalan berharap bisa melihat wajah sang pangeran. Mereka memanggil, menyerukan nama Eros kemudian tersenyum cerah ketika sang pangeran menoleh dan menyunggingkan senyum tipis kearah mereka.

Dari tempatnya duduk Nora mengamati semua itu. Mengamati mata-mata yang memandang penuh kagum sosok Eros yang duduk diatas kuda. Juga mengamati wajah-wajah kuyu dari sebagian besar orang yang ada disana.

Mata perempuan ini memicing, mencoba memastikan dengan lebih jelas apa yang ia lihat. Hingga detik berikutnya Nora tanpa sadar menahan nafas. Kepalanya bahkan sampai membentur kayu ketika roda gerobak yang membawanya melindas batu dan membuat gerobak itu berguncang keras.

"Kakak baik-baik saja?" tanya Berry. Meski tidak bisa melihat ia tetap merasakan kegelisahan dari orang yang duduk disampingnya.

Nora mengerjap pelan. Ia menatap sekeliling dan tanpa sadar menghela nafas lega ketika mereka mulai memasuki gerbang istana.

"Aku baik-baik saja," jawab Nora. Ia kemudian mengambil sapu tangan lalu menggulungnya menjadi sebuah penutup mata.

Nora harus bersikap sewajar mungkin. Berbaur dengan para gadis buta ini agar tidak ada seseorangpun tahu bahwa selama ini ia hanya berpura-pura menjadi perempuan tunanetra.

Gerobak itu berhenti bergerak dan tak lama setelahnya seseorang prajurit membuka pintunya.

Nora dengan patuh mengikuti arahan yang diberikan meski didalam hati diam-diam memaki karena prajurit itu telah lancang menarik tangannya dengan keras. Tidak tahukan dia jika tangan ini adalah tangan yang sama yang berhasil membuat putra mahkota mereka mengerang menahan nikmat.

Nora tidak tahu apa yang sedang terjadi didepan, tapi ia bisa mendengar semua orang berseru memanggil nama sang raja.

Eros meletakan pedangnya ditanah kemudian merendahkan tubuhnya dengan menekuk satu kaki khas seorang kesatria untuk memberi salam hormat pada sang ayah.

Raja Henry tersenyum cerah. Dua tangannya meraih bahu Eros dan menuntunnya untuk kembali berdiri tegak. Dari ekspresinya terlihat sekali jika sang raja tampak begitu bangga pada sang putra mahkota.

"Selamat datang putraku!" suara beratnya mengalun memasuki telinga. Terdengar tegas dan hangat layaknya seorang raja yang bijaksana.

"Terimakasih ayah. Maaf tidak bisa menghadiri pesta perayaan pernikahamu yang ke dua tahun." Eros mengucapkannya dengan sangat datar. Tak ada satupun ekspresi yang muncul diwajahnya.

Meski begitu Raja Henry tetap tertawa. Binar-binar bahagia tak juga surut dari matanya. Terlebih ketika ia mengangkat tangan dan mengisyaratkan seseorang untuk mendekat.

ROYAL CHEATINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang