BAB 46 (Eros Calon Cogil)

7.4K 729 52
                                    

Membaringkan dirinya diatas ranjang, Nora menatap langit-langit kamar yang asing. Demi mengikuti semua rangkaian upacara pernikahan, selama beberapa hari kedepan dia akan menetap di kerajaan ini

Nora berguling menghadap jendela kamar yang lebar. Dia menghela nafas merasa sangat lelah. Setelah apa yang Eros lakukan padanya didalam aula, besok pagi Nora tidak akan terkejut apabila banyak tudingan miring tentang dirinya.

Seorang wanita yang beberapa tahun lalu resmi dilengserkan sebagai putri mahkota kini mulai menggoda raja dari negeri Saba.

Kira-kira seperti itulah sindiran yang akan Nora dengar ketika dia menunjukan wajah didepan umum. Semakin dia pikirkan, semakin kuat pula keinginan Nora untuk mengutuk Eros.

Susah payah Nora menarik diri dari kehidupan sosial, kini dia justru menjadi topik utama pembicaraan para bangsawan. Tahu begini Nora akan menolak ajakan Eliot datang kemari dan memilih untuk mengunjungi desa-desa terbelakang yang masih luput dari perhatian anggota kerajaan.

Tuk

Bulatan tanah liat sebesar kuku dilempar dan mengenai kaca jendela kamar yang Nora tempati. Nora tidak langsung beranjak dari atas ranjang. Dia menatap lurus kearah jendela menunggu sampai bulatan tanah liat selanjutnya kembali dilempar.

Tuk

Tak

Jelas sekali ada seseorang yang sengaja melakukannya. Bulatan tanah itu tidak mungkin terbang dengan sendirinya. Malas-malasan Nora menurunkan kakinya dari ranjang. Dia tidak berpikir itu adalah sesuatu yang bisa membahayakan nyawanya sebab Nora tidak merasakan aura membunuh disekitarnya.

Saat dia membuka jendela besar kamar yang terletak dilantai dua, dibawah sana, tepat dibawah pohon tabebuya, Eros berdiri sembari memegang segumpal tanah liat. Pria itu tersenyum ketika mata mereka bertemu pandang.

"Apa yang sedang Anda lakukan?"

"Kemarilah, ada yang ingin aku katakan padamu."

Nora tidak tertarik. Dia menutup kembali jendela kamarnya. Belum menjauh dari sana ketika seseorang menarik jendela dan membukanya dengan paksa.

"Yang Mulia!"

Eros sampai harus menggunakan sihir teleport untuk menjangkau perempuan yang sedang melotot galak kearahnya.

"Berikan aku waktu sebentar saja untuk berbicara."

"Saya tidak ingin mendengarnya."

"Kumohon, Nora... sebentar saja."

Nora tidak menjawab dan Eros memanfaatkan moment tersebut untuk mengutarakan isi hatinya.

"Aku menyesal. Apa yang aku katakan padamu lima tahun yang lalu, aku sangat menyesalinya—"

"Yang Mulia." Nora memotong, "Sungguh aku tidak peduli dengan penyesalanmu. Sekarang semua itu bukan lagi urusanku."

Jika Eros benar-benar menyesal, seharusnya dia tidak akan butuh waktu lima tahun untuk mengatakannya. Dimana pria itu ketika Nora susah mati mengobati diri dari sakitnya patah hati.

Pernahkan dia berpikir untuk mencari dan membujuk Nora lagi?

Tidak. Eros pasti tidak akan pernah melakukannya.

Dia yang dengan dingin hati pergi tidak akan mengerti sebanyak apa Nora berusaha pulih. Ada waktu dimana Nora tidak sanggup menahan segala rindu. Bermodal tekad Nora pergi ke Saba hanya untuk melihat gambaran keluarga sempurna Eros dan Felicia.

Felicia dengan perut buncit berjalan dengan anggun disamping Eros. Mereka terlihat begitu bahagia menyusuri taman istana Saba yang indah. Pemandangan yang membuat Nora sekali lagi luluh lantah.

"Anda pernah bertanya apakah saya membutuhkan Anda dihidup saya, bukan?"

"..."

"Saat itu saya tidak bisa menjawab tanya Anda. Saya ragu, saya tidak tahu. Tapi, sekarang saya mengerti. Dalam hidup saya, saya sama sekali tidak membutuhkan Anda."

Bohong.

Nora mencoba menulikan diri dari isi hati. Biarkan dia menjadi bodoh untuk diri sendiri. Biarpun dalamnya berantakan, Nora akan berusaha tetap menunjukan pagar kokoh didepan rumahnya. Eros tidak akan tahu bahwa rasa itu masih sekuat dulu.

"Tidakkah kau mau memberiku satu kesempatan?"

Kini Eros terdengar memohon. Ini situasi yang tidak dia mengerti. Benaknya tak pernah berpikir Nora akan menolaknya setegas ini. Setelah dibuat terbang atas respon Nora saat didalam aula pesta, kini Eros dibuat kalah. Hadirnya nyatanya tidak berarti apa-apa.

Lebih baik Nora marah atau membencinya. Itu jauh lebih baik dibandingkan pengabaian yang perempuan ini coba berikan.

Jangan menyerah.

Nora tidak boleh menyerah atas dirinya.

"Aku mohon..."

"Hari ini saya benar-benar lelah. Jika Yang Mulia masih ingin berada disini maka saya izin untuk keluar dari kamar ini. Saya rasa para dayang tak akan keberatan mengantarku ke kamar lain."

Eros buru-buru menahan Nora. Wajahnya sangat layu, seperti seseorang yang dihantam kenyataan setelah menumpuk harapan yang berlebihan. Dengan pelan Eros melepaskan pergelangan tangan Nora. Menatap perempuan itu dengan mata sayu.

"Aku akan keluar. Selamat beristirahat."

Hanya dalam hitungan detik kamar itu menjadi hening. Hanya terdengar hela nafas Nora yang berat. Dia tidak bisa menyangkal bahwa kebohongan yang paling melelahkan adalah saat dia berusaha membohongi diri sendiri.

Lantas setelah malam itu berlalu apa Eros benar-benar pergi menjauh? Pria itu justru semakin menempel. Dia menulikan telinga, menebalkan muka dan melumpuhkan logika untuk terus berada disekitar Nora.

Keras kepala.

Bebal dan menyebalkan.

"Kepala saudaraku bisa berlubang jika Anda terus menatapnya seperti itu."

Orang-orang yang semula fokus menikmati irisan daging diatas meja makan sontak menoleh kearah Eliot lalu dengan cepat menyadari siapa yang dimaksud oleh pangeran satu itu.

"Apa ada yang salah dengan hidangannya, Yang Mulia?" Raja dari Kerajaan Sekutu akhirnya membuka suara. Dia tampak lega ketika melihat Eros tersenyum dan menggelengkan kepala.

"Hidangan yang juru masak Anda sajikan sungguh luar biasa."

"Senang rasanya mendengar pujian dari Anda. Tapi, seperti yang Pangeran Eliot katakan, mengapa sejak tadi Anda hanya melihat Putri Zainora?"

Diam-diam Nora menendang kaki Eliot. Gara-gara mulut besar pria itu kini semua mata semakin intens menatap kearahnya. Nora melirik Eros ketika firasatnya mendadak memburuk.

"Ah, saya hanya kagum dengan kecantikan Putri. Dia membuat saya merasa sedang melihat seorang Dewi." Eros menopang dagunya. Tak lupa tersenyum manis menatap wajah Nora yang memerah.

Ucapannya jelas menarik banyak reaksi. Para Lady yang sejak awal merasa iri kini semakin menunjukan ketidaksukaannya pada Nora. Setelah kembali ke kehidupan sosial sekarang Nora harus sabar mendapatkan banyak tambahan pembenci.

Sialan!

Lebih sial lagi karena saat ini dia tidak bisa memaki dan hanya bisa tersenyum sopan layaknya seorang tuan putri. Apa tidak boleh dia melempar piring didepannya kearah Eros?

Bersambung....

Kangen ga sama aku?

Makasih banyak loh udah nunggu. Tapi engga sampe karatan kan? wkwkw

Karena masih banyak yang engga follow instagram aku makanya pada bingung aku ilang kemana. 

Jadi guys, syukur alhamdulillah minggu-minggu kemarin itu aku ada sidang propsal. Aku perlu fokus persiapan jadi baru aktif nulis lagi di bulan Februari. 

Dan yah, seperti yang udah aku duga. Kalo udah lama engga nulis itu jadi kaku banget. Aku perlu penyesuaian lagi sampai bisa nulis bab yang lebih panjang dari ini.

see uu next week 

ROYAL CHEATINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang