BAB 11 [API SUCI]

9.4K 1K 259
                                    

"Masih sakit?" tanya Eros beberapa saat setelah Tabib Daaris meninggalkan kamar. Ia menarik kursi dan meletakannya disamping ranjang.

Mata pria itu mengamati Nora yang berbaring pasrah. Kaki kiri perempuan itu dibebat dengan kain.

"Lumayan. Aku jadi tidak bisa bergerak kemana-mana," keluh Nora. Belum apa-apa dia sudah membayangkan akan semenderita apa hidupnya selama beberapa hari kedepan.

"Itu akibatnya kalau kamu terus berkeliaran tanpa pengawasan."

"Aku hanya ingin kembali ke Paviliun. Rasanya tidak nyaman berada didalam kamar orang lain saat pemiliknya tidak ada."

Eros menghela nafas mendengarnya. "Setidaknya mintalah bantuan kepada penjaga."

"Lain kali akan ku coba," jawab Nora tidak mau membantah. Beruntung kali ini Eros menerima begitu saja jawaban dari Nora.

Pria itu tidak lagi bersuara. Hanya matanya saja yang kini menatap intens Karberos yang bergerak mencari posisi nyaman untuk tidur. Anjing besar itu meletakan kepalanya diatas perut Nora.

"Sejak kapan kau memeliharanya?"

Nora mengelus kepala Karberos, membuat anjing besar itu mendengkur senang.

"Saat usiaku 5 tahun. Aku melihatnya jatuh kedalam parit."

"Dan kau yang saat itu masih berusia 5 tahun mencoba untuk menyelamatkannya? Kau masuk kedalam parit itu?"

"Apakah itu terdengar aneh?"

"Tentu saja." Eros menjawab cepat, "Aku bisa membayangkan bagaimana repotnya ibumu menjagamu."

"Jangan bicara begitu! Aku yakin dulu kamu juga nakal."

Eros tersenyum penuh kemenangan mendengarnya. "Kau bahkan sadar kalau kamu nakal," ia terkekeh geli ketika melihat wajah Nora mengerut sebal.

"Dan aku tidak senakal yang kamu bayangkan. Aku anak baik." Ada nada getir yang terdengar saat Eros mengatakannya, namun Nora berusaha mengabaikan itu. Tidak baik mengungkit masa lalu orang lain. Nora sendiri tidak akan suka jika harus menceritakan rasa iri yang dulu kerap kali ia rasakan saat melihat anak-anak lain bermain bersama ayah mereka.

Mungkin Eros kecil juga merasakan hal yang sama. Walau terdengar cukup mustahil sebab pria itu sudah tinggal diistana sejak ia masih berada didalam kandungan sang ibu.

Tapi siapa yang mau menjamin? Tapi ya sudahlah. Nora akan jadi manusia paling sensitif saat membicarakan topik seputar ayah.

Gadis itu melirik kearah Eros yang tak lagi bersuara. Dari tempatnya berbaring, Nora bisa melihat jika pikiran pria itu sedang menerawang jauh.

Tapi yang lebih menarik perhatian Nora adalah bercak merah yang menyembul malu-malu dari balik kerah baju yang Eros kenakan.

Nora tidak perlu bertanya dari mana Eros mendapatkannya. Tapi tetap saja hal itu selalu sukses membuat Nora mengerjap tak percaya.

Tiba-tiba saja satu keraguan menyusup kedalam hati. Benarkah ia tetap berniat mengejar perhatian pria ini? Apakah Nora yakin ia bisa menerima hubungan antara Eros dan Felicia jika suatu saat nanti dia benar-benar jatuh hati?

Membayangkannya saja sudah membuat Nora meringis.

Sepertinya dia tidak bisa lebih lama bermain dengan hati. Mungkin saat ini dia masih bisa berpikir dengan benar. Tapi Nora jelas tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi nanti. Dia tidak ingin menjadi wanita bodoh hanya karena sesuatu bernama cinta.

Kisah hidup Hera sudah lebih dari cukup mengajarkannya untuk berhati-hati.

Lagi pula tujuannya melakukan hal seperti ini bukan karena itu.

ROYAL CHEATINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang