BAB 42 [Dua Perempuan Gila]

8.1K 865 156
                                    

Hal pertama yang Hera lihat ketika keluar dari kamar Nora adalah wajah masam Lukas. Pria itu terlihat sangat kesal ketika Hera berjalan menghampirinya.

"Kenapa kau harus repot-repot mengurus anak itu? kembalikan saja dia ke Saba. Bukankah mereka punya air yang bisa menyembuhkan segala penyakit!"

Hera tidak menjawab. Dia lebih memilih untuk melangkah melewati pria tua itu. Mendengarkan Lukas sama saja seperti menambah sakit kepala.

"Kenapa kau tidak menjawabku?! Ah, jangan-jangan kau juga menyukai anak itu!"

Dibandingkan pria muda seperti Eros, Jendral Sebastian jauh lebih menarik. Duda beranak satu itu semakin menggoda saja untuk dilihat.

"RATU!"

Hera memutar bola matanya dengan jengah. Lupa dia jika Lukas bisa membaca pikirannya. Pada akhirnya Hera menghentikan langkahnya dan berbalik badan menghadap sang suami yang sedang merajuk.

"Aku akan memeriksa keadaan Pangeran Azriel terlebih dahulu baru setelah itu kita bicara, ya?" bujuk Hera.

"Apalagi yang perlu dibicarakan?! Bukankah kau sudah memutuskan untuk memihak anak itu!"

"Mana mungkin aku memihak pria lain." Hera mengelus rahang Lukas, "Suamiku setampan ini bagaimana bisa aku mengabaikannya."

Diam-diam Lukas tersenyum. Sialan, bisa-bisanya dia kalah hanya dengan satu usapan dari Hera.

"Tunggu aku dikamar," bisik wanita licik itu, "Aku punya hadiah untukmu." Hera melirik kearah selangkangan Lukas, membuat mata pria itu berkilat senang.

"Khem, terserahmu saja lah!" ucap Lukas buru-buru. Tanpa menunggu jawaban dari Hera, dia langsung berjalan cepat menuju kediamannya.

"Dasar pria tua mesum!" dengus Hera menatap punggung sang suami dengan jengah.

Istana Sandor terbagi menjadi beberapa bagian utama dan kediaman Putra Mahkota berada di sisi timur istana. Hera harus melewati taman dan koridor panjang agar bisa sampai ketempat Azriel.

Hera tersenyum menjawab salam hormat dari para prajurit yang berjaga didepan kamar Azriel. Ia sudah akan melangkah masuk ketika mengingat sesuatu.

"Azura," panggil Hera. Gadis muda yang tidak lain adalah anak semata wayang dari Jendral Sebastian langsung berdiri sigap menunggu perintah. Hera hampir tertawa melihatnya.

"Ambil baki itu dan bantu aku mengganti perban Pangeran Azriel."

Azura mengerap bingung. Matanya secara bergantian menatap Hera dan baki berisi peralatan medis yang ada ditangan seorang dayang.

"Sa...saya Yang Mulia?" Azura bertanya ragu.

"Ya. Kau bisa melakukannya untukku kan?"

"Bisa, tapi..."

"Bagus," sela Hera membuat Azura menelan kembali kalimatnya. Dengan pasrah dia menerima baki yang disodorkan oleh seorang dayang. Ia lalu ikut melangkah memasuki kamar sang putra mahkota.

Wajah Azura memerah ketika ia melihat Azriel duduk bersandar diatas ranjang dengan bertelanjang dada. Dia mati-matian menjaga mata agar tidak menatap kearah yang berbahaya. Bisa mati Azura jika sampai ia pingsan karena menahan malu.

"Sepertinya kondisimu jauh lebih buruk dari yang ku duga."

Azriel hanya bisa meringis mendengar sindiran dari Hera. Luka pada dadanya memang dapat segera teratasi. Masalah yang perlu ditangani adalah rasa sakit yang disebabkan oleh tato api suci. Azriel bahkan hampir tidak bisa tertidur karena terus merasakan panas yang menyengat diarea leher dan bahu.

ROYAL CHEATINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang