Terpisah dengan rombongan peremuan buta lainnya tak lantas membuat Nora diperlakukan berbeda. Pagi ini ia dipanggil untuk kembali mengikuti sesi pemulihan yang dilakukan dibalai kesehatan.
Para perempuan buta yang berjumlah 23 orang itu dikumpulkan dan dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai dengan ketersediaan tabib yang dimiliki oleh istana.
Nora masuk kedalam kelompok yang berisi 4 orang yang satu diantaranya adalah Berry, satu-satunya anak perempuan yang mengetahui kondisi Nora yang sebenarnya.
"Giliranku diperiksa. Aku harap kali ini ada kemajuan," ucap Berry dengan nada riang. Nora tak pernah bisa menahan senyum setiap kali Berry mulai berceletuk. Diusapnya kepala anak perempuan itu.
"Kamu pasti bisa melihat lagi."
Berry tersenyum lebar, "Terimakasih Kak Nora."
Nora menatap punggung kecil Berry yang menjauh dengan pandangan penuh rasa bersalah. Hampir seminggu mereka menetap diistana tapi Nora belum menemukan satupun cara untuk mengembalikan pengelihatan anak itu. Padahal dia sudah berjanji dan Berry sudah sangat mempercayai.
"Nora." Seseorang menepuk bahunya.
"Kenapa?"
"Kamu dalam bahaya!" Rea berbisik panik. Wajahnya tampak cemas ketika menoleh kanan-kiri, memastikan tidak ada prajurit yang memperhatikan.
"Hari ini Tabib Daaris tidak bertugas. Tamatlah riwayatmu kalau sampai salah satu tabib istana mengetahui kondisimu yang sebenarnya."
"Lalu aku harus bagaimana?" tanya Nora mulai waswas.
"Aku tidak tahu!" jawab Rea sama sekali tidak membantu.
Nora mendengus sebal mendengarnya. Dia alihkan pandangan kearah tenda medis yang ada didepan. Menerka-nerka siapa nanti tabib yang akan memeriksanya. Sialan! Kenapa pula tabib Daaris tidak bertugas.
Nora tidak suka mengatakan ini tapi kehadiran Rea cukup banyak membantu. Dia mengenalkan Nora kepada tabib Daaris – pria tua berusia 60 tahun yang ternyata masih memiliki ikatan kekeluargaan dengan Rea.
Karena itu pula Nora bisa lolos dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak istana. Tapi kalau kondisinya seperti ini Nora bingung harus berbuat apa.
"Kamu pura-pura sakit saja!" Rea tiba-tiba saja bercelotek.
"Pura-pura sakit disaat kamu sedang ada didalam balai kesehatan? Itu namanya bodoh Rea."
"Kau mengatai ku bodoh?!" Rea menyalak tak terima.
Nora mendengus mendengarnya, "Kau memang bodoh. Sudahlah akui saja."
"Setidaknya aku mencoba mencari jalan keluar!"
"Disebelah sana." Nora menunjuk kebelakang.
Rea menoleh dan tampak kebingungan karena tidak menemukan apapun. "Apanya?"
"Pintu keluarnya," ucap Nora dengan wajah tanpa dosa.
Wah luar biasa, Rea kehilangan kata untuk membalas Nora. Disituasi genting seperti ini saja perempuan itu masih sangat menyebalkan.
"Aku akan menghilang."
"Kamu... apa?"
"Aku akan menghilang dari sini dengan sihir. Ck, Rea, telingamu itu sepertinya bermasalah."
"Bisakah kamu berhenti mengolok ku?" tanya Rea kesal.
Nora mengulum bibir kemudian mengangguk dan mengacungkan ibu jarinya didepan wajah. Perempuan itu tentu saja tidak sungguh-sungguh mematuhi Rea.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROYAL CHEATING
RomanceNora terjebak. Desa tempatnya bermalam diserang oleh sekelompok prajurit dari kerajaan seberang. Alih-alih berlari menyelamatkan diri putri kerajaan Sandor ini justru berpura-pura menjadi wanita tunanetra dan dengan pasrah bergabung bersama tawanan...