Setidaknya sudah dua kali Zayn menoleh dan mendapati Eros sedang terkekeh geli entah menertawakan apa. Yang jelas dokumen yang tengah pria itu baca bukanlah naskah komedi yang bisa mengocok perut. Sejujurnya sejak kemarin Zayn memang sudah menyadari keanehan yang terjadi pada Eros. Pangeran satu itu lebih banyak tersenyum. Terkadang akan tertawa sendiri persis seperti saat ini.
Biasanya Eros selalu memasang wajah datar ketika Zayn membawa setumpuk dokumen berisi keluhan para masyarakat yang beberapa bulan ini tidak lagi dilirik oleh Sang Raja. Namun, hari ini Eros tampak begitu santai menerima dokumen yang datang lebih banyak daripada biasanya.
Seorang pelayan yang pagi ini membawa sarapan untuk Sang Pangeran dibuat hampir pingsan saat Eros tersenyum kepadanya. Zayn melihat dengan mata kepalanya sendiri seberapa merah wajah pelayan tersebut ketika mereka berpapasan didepan pintu.
"Zayn."
"Ya, Yang Mulia?" Zayn segera berdiri. Dia tidak sadar jika Eros sudah menutup laporan yang ia baca dan kini tampak seperti akan meninggalkan ruang kerjanya.
"Kau sudah menyelesaikan semua itu?" Eros menunjuk kertas-kertas yang tertebaran diatas meja yang ada didepan Zayn. "Kalau belum selesai, tinggalkan saja dulu. Kau ikut aku sebentar."
Meski tampak kebingungan, Zayn tetap mengikuti Eros dari belakang. Dia baru mengerti kemana tujuan yang akan mereka datangi ketika Eros berbelok menuju bagian timur istana.
Dari kejauhan mereka dapat melihat Balai Kesehatan dengan sangat jelas. Tempat itu luas dengan sebidang tanah ditumbuhi oleh tanaman herbal. Didepan bangunan utama ada sebuah pendopo yang hari ini dipenuhi oleh segerombolan wanita dengan secarik kain yang menutupi mata.
Tatapan Eros langsung jatuh pada seorang perempuan yang duduk dibarisan paling belakang. Kain putih yang menutupi mata indah itu tidak membuat Eros kesulitan untuk mengenalinya. Nora bahkan terlihat paling menonjol diantara perempuan-perempuan itu.
Wajah yang semula dihiasi senyum tipis ini mendadak menjadi datar saat melihat seorang pemuda menghampiri Nora. Kedua mata Eros memicing tajam ketika pemuda itu membisikan sesuatu pada Nora.
"Siapa pemuda itu?" Eros bertanya gusar. Dia tampak tidak senang melihat Nora menerima uluran tangan dari pemuda didepan sana. Keduanya kemudian berjalan keluar dari pendopo dan masuk kedalam bangunan utama balai kesehatan.
"Seseorang harus mengajarinya sopan santun. Bagaimana bisa dia sembarangan memegang tangan perempuan."
"Justru dia sudah melakukan hal yang benar, Pangeran. Memang seharusnya pemuda itu memegang tangannya jika tidak ingin Nora jatuh."
Eros tetap tidak setuju meski apa yang dikatakan Zayn benar adanya. Pria itu dengan langkah lebar berjalan memasuki bangunan utama balai kesehatan. Para Tabib yang mendapat kunjungan mendadak dari Sang Pangeran sontak terkejut. Tidak menyangka jika Sang Putra Mahkota sudi menginjakan kaki ditempat yang sangat dihindari oleh keluarga kerajaan. Balai Kesehatan selalu identik dengan kesengsaraan.
Eros berlalu begitu saja mengabaikan wajah terkejut dari para penghuni Balai Kesehatan. Langkah kakinya yang lebar bergerak masuk kedalam salah satu ruangan.
"Pangeran?!" Pemuda yang baru saja menyelesaikan tugasnya mengantar Nora bertemu dengan Tabib Daaris tampak terkejut mendapati Eros berdiri didepannya dengan raut wajah tidak senang. Eros sempat melirik pemuda itu sebelum melangkah melewatinya.
"Kau bisa kembali ke pendopo, Gaffi." Tabib Daaris mempersilahkan pemuda itu untuk pergi. Setelah membungkuk dan pamit undur diri, Gaffi akhirnya bisa bernafas lega ketika kakinya berhasil keluar dari dalam ruangan tersebut. Demi Dewa yang agung, dia tidak mengerti mengapa Pangeran Eros tampak begitu membencinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ROYAL CHEATING
RomanceNora terjebak. Desa tempatnya bermalam diserang oleh sekelompok prajurit dari kerajaan seberang. Alih-alih berlari menyelamatkan diri putri kerajaan Sandor ini justru berpura-pura menjadi wanita tunanetra dan dengan pasrah bergabung bersama tawanan...