OUT-1

3.6K 126 11
                                    

Setiap hari Jumat pertama di bulan Februari, PT Galeo Konstruksi selalu mengadakan event tahunan. Halaman kantor yang luas, selalu dijadikan tempat acara. Para karyawan yang memiliki bakat lain, boleh ikut mermaikan. Terlebih karyawan yang bisa melukis atau berkreasi, mereka membuka stand sendiri. Sebagian penghasilan mereka akan didonasikan.

Tentu saja acara itu juga dimeriahkan dengan stand-stand dari sponsor yang kebanyakan makanan, prodak instan dan pernak-pernik. Ada pula pengobatan gratis untuk warga sekitar. Di akhir acara akan ada penyanyi lokal yang turut meramaikan.

Kali ini, ada satu stand baru yang sebelumnya tidak ada. Bagian depan stand itu terdapat kelambu berhias pernak-pernik. Di sisi kiri depan, terdapat papan kayu dengan gambar dua belas zodiak. Dari kejauhan, terlihat seorang wanita dengan style bohemian duduk di depan meja sambil memainkan kartunya.

"Masih ada yang percaya ramalan kayak gitu?" Vanel menatap stand itu dari kejauhan. Dia memakan ice cream yang dibeli di stand sebelah dengan satu tangan berada di pinggang. Menurutnya, orang-orang di kantor lebih banyak yang mengandalkan logika. Mereka termasuk manusia modern yang tidak percaya tahayul. Aneh saja tiba-tiba di event tahunan ada stand untuk peramal.

"Ada. Sekarang makin banyak yang percaya gituan."

Vanel melirik wanita dengan rambut dicepol yang sedang memakan kentang goreng itu. "Jangan-jangan lo percaya gituan juga?"

Sanya menoleh. "Nggak gitu juga, kali."

"Lagian, siapa yang punya ide ngizinin stand peramal?" Vanel geleng-geleng.

Vanela Amartha atau yang akrab dipanggil Vanel, wanita berusia 28 tahun yang sudah dua tahun ini bekerja di PT Galeo Konstruksi di bagian HRD. Dia termasuk, wanita yang percaya dengan kekuatan cinta. Karena itulah, dia bekerja di PT Galeo. Tentu karena ada cintanya di sana. Namun, dia tidak begitu percaya dengan ramalan.

"Apa gue coba?" Vanel menghabiskan ice cream terakhirnya lalu menatap Sanya. "Gue pengen tahu percintaan gue gimana."

"Hahaha...." Sanya tidak bisa menahan tawa. "Siapa yang tadi raguin peramal itu?"

"Ya gue penasaran aja."

"Bilang aja lo percaya ramalan."

"Hehe...." Vanel tersenyum garing. "Kalau isinya baik, ya, gue percaya."

"Ya udah sana!"

Vanel tersenyum samar. Sanya memang teman kantor yang bisa diajak bekerja sama. Wanita itu jarang mentertawakannya jika berbuat salah, berbeda dengan teman lainnya. Bahkan bisa dibilang, hanya Sanya temannya di kantor. "Oke! Gue bakal coba," ujarnya sambil mengibas rambut panjangnya.

Sanya geleng-geleng melihat tingkah temannya itu. "Nanti kasih tahu gue!"

Respons Vanel hanya mengangkat tangan. Dia berjalan mantap menuju stand yang sepi itu. Lantas dia menyibak tirai dan membuat peramal itu menurunkan kakinya. Dia memperhatikan wanita berambut panjang dengan penutup kepala berwarna hitam. Make up wanita itu cukup tebal dengan lipstick berwarna merah darah. Belum lagi bagian eyeshadow yang berwarna agak kehitaman.

"Saya lihat kamu dari kejauhan," ujar Peramal itu.

Vanel menoleh ke belakang. "Tentu kelihatan. Tirainya transparan."

"Saya bisa melihat auramu."

"Ah, gitu?" tanya Vanel sambil mendekat. Dia duduk di kursi tanpa sandaran dan melihat kartu yang tergeletak. Lantas dia melihat bola lampu di bagian tengah. "Coba Anda ramal saya tanpa kartu."

Peramal itu menahan tawa. "Ke marikan tanganmu."

Vanel mengulurkan tangan kanannya. Dia tersentak saat tangan Peramal itu memegang, seperti ada sengatan pelan yang membuat jantungnya berdegup lebih cepat. Dia menatap Peramal itu memejamkan mata lantas tersenyum samar. "Kisah percintaan saya gimana?" tanyanya to the point. "Saya, pasti bahagia, kan?"

All OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang