OUT-49

574 52 9
                                    

Drttt....

Vanel sedang melihat foto-foto acara training bulan lalu saat mendengar getar ponsel. Dia menggapai benda itu dengan tangan kiri dan meliriknya sekilas. Saat melihat nama papanya, seketika dia mengangkat ponsel.

Papa: Kita makan di resto London. Langsung ke sana sepulang kerja.

"Oke," jawab Vanel sambil mengetikkan pesan balasan.

"Gue duluan!"

Perhatian Vanel teralih. Dia melihat Sanya yang mulai mengemasi barang-barangnya. Seketika dia menatap arloji yang baru menunjukkan pukul lima. "Wah, lo gercep, ya!" Dia segera mematikan komputer dan memasukkan ponsel ke tas.

"Duluan!" Bu Falia juga berpamitan.

Vanel berdiri, menatap Duo Jeli yang masih santai itu. "Duluan," pamitnya meski tidak ditanggapi. Dia berjalan keluar, melihat Bu Falia dan Sanya masuk ke lift. Dia berlari mendekat, tapi pintu itu terlanjur tertutup.

"Sanya mau gue ajak makan bareng malah ngacir duluan." Vanel mendengus. "Tapi, ya udahlah. Kapan lagi quality time sama orangtua."

Empat puluh menit kemudian, Vanel baru sampai ke restoran yang mengingatkannya dengan penghianatan Ando. Dia mencoba melupakan itu dan berjalan masuk. Seorang pelayan seketika mendekatinya.

"Ada yang bisa saya bantu, Bu?"

"Meja Pak Faruk sebelah mana?" tanya Vanel sambil mengedarkan pandang, tapi tidak terlihat papanya.

"Di lantai atas, Bu. Mari saya antar."

"Nggak perlu. Makasih," tolak Vanel lalu berjalan lebih dulu. Dia membenarkan tali tas yang menyampir di pundak dan mempercepat langkah. Begitu sampai lantai atas, Vanel melihat tiga orang yang duduk di meja bundar.

Vanel mengerjab, merasa salah orang. Namun, bahu lebar dengan rambut cepak yang terlihat itu mengingatkannya dengan seseorang yang begitu dia kenal. "Ck! Ajak Lucas ternyata," gumamnya sambil mendekat.

"Baru sampai, Nak?" Papa Vanel menyadari kedatangan anaknya.

"Iya. Macet, tadi." Vanel memeluk papanya lalu beralih memeluk sang papa. Setelah itu dia duduk di sebelah kiri Lucas.

"Lucas kok nggak disapa?" Mama Vanel mengingatkan anaknya.

Vanel menatap Lucas dan tersenyum samar. Lucas menanggapi dengan anggukan dan menatap Papa Vanel yang duduk di depannya.

"Kok papa nggak ngasih tahu kalau mau ajak makan malam?" Vanel melepas tasnya dan meletakkan di pangkuan.

"Dadakan," jawab Mama Vanel. "Papa habis nemenin mama ketemu temen lama. Terus, pengen ajak kalian ke sini."

Mama Vanel menatap Lucas. "Kamu nggak keberatan, kan?"

"Enggaklah, Om." Lucas menggeleng.

Vanel melirik Lucas yang datang lebih dulu. Seharusnya, setidaknya mereka datang bersamaan. "Tadi nggak ke kantor?"

"Saya harus survei lapangan," jawab Lucas sambil menatap Vanel.

"Oh...."

Dua orang yang mendengarkan itu tersenyum. "Yang akur, Van," ingat Mama Vanel.

"Pemisi...." Seorang pelayan datang membawa pesanan.

Vanel mengambil satu tusuk sate yang disajikan dan melahapnya. Dia menatap mamanya yang memilihkan sate ayam untuk papanya. Kemudian dia melirik Lucas yang makan tanpa banyak suara.

"Kok sepi gini? Kalian cerita, dong!" Mama Vanel menyadari ada yang kurang.

"Cerita apa? Nggak ada yang seru," jawab Vanel.

All OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang