OUT-3

1.2K 94 9
                                    

Bip....

Wanita yang baru bangun tidur itu menatap pintu yang tengah terbuka. Dia memperhatikan seseorang yang mengenakan celana pink dengan kaus putih yang sedikit basah oleh keringat. Lantas perhatiannya tertuju ke bibir pucat wanita itu.

"Tumben lo jogging?" tanya Sanya sambil berlalu menuju dapur.

Vanel menyandarkan lengan di lemari khusus sepatu. Dia melepas sepatunya bergantian, lantas tubuhnya merosot turun. "Kayaknya peramal itu bener, deh! Aaaaa!"

"Uhuk...." Sanya yang sedang minum tersentak mendengar ucapan Vanel. Dia meletakkan gelas yang dipegang lantas berlari menghampiri. Dia melihat temannya itu berbaring di lantai dengan wajah lemas. "Peramal lagi. Otak lo udah nggak bener."

"Serius, Nya!" keluh Vanel sambil memejamkan mata. "Coba lo tebak gue tadi ketemu siapa." Dia mengacak rambut kala ingat kejadian tadi.

Sanya berjongkok di samping Vanel sambil memperhatikan wajahnya. "Pak Lucas?"

"Iya, bener!" Vanel menggerakkan kedua kaki dengan sebal.

Sanya seketika menutup mulut. Bagaimana mungkin Vanel bertemu Lucas? Dia satu tahun lebih awal bekerja di kantor. Beberapa kali memang bertemu Pak Lucas. Namun, tidak jauh dari kantor. Selain itu, mereka seperti hidup di bumi yang berbeda.

"Peramal itu bener, kan?" tanya Vanel sambil mencoba duduk. "Mana dia inget gue lagi." Kemudian dia mengacak rambut dengan sebal.

"Dia marah karena udah nabrak lo?"

"Lebih dari itu."

"Emang, ada hal lain?"

Vanel menatap Sanya dengan senyum sedih. "Pas di lift."

"Iya, pas kalian terjebak di lift, kan?"

"Hmm...." Vanel mengangguk pelan. "Gue bilang kalau aura negatif itu lagi deketin gue."

"Terus, Pak Lucas ngerasa?" Sanya seketika berdiri dan mengacak rambut.

"Iya! Parah nggak?"

"Banget!"

Vanel mendongak, menatap Sanya yang begitu panik. "Dia nggak mungkin tinggal di sekitar sini, kan?" tanyanya sambil berdiri.

Sanya menatap Vanel dengan mata melebar. "Bisa jadi. Kan, apartemen lo mewah. Pak Lucas nggak mungkin tinggal di apartemen biasa."

"Tapi, selama ini kita nggak pernah ketemu dia, kan?"

"Ya enggak. Kan, lo baru pindah sebulan."

"Ah, iya!" Vanel memegang kening lantas berjalan menjauh. Dia mengambil minuman isotonik di kulkas kemudian menegaknya dengan haus. "Apa gue harus pindah?"

Sanya menghampiri Vanel. "Gue nggak salah denger?"

"Gue harus pindah?"

Tanpa sadar Sanya memperhatikan dapur apartemen Vanel yang seluas kamarnya di rumah. Tidak banyak yang tahu jika Vanel anak orang kaya. Itulah kenapa Vanel bisa gonta-ganti sepatu dan tas mewah hingga menjadi bahan gosip Jeli. Sanya pun baru tahu sebulan yang lalu saat Vanel pindah apartemen.

"Gue tahu lo banyak duit. Tapi, apa itu nggak berlebihan?" tanya Sanya sambil duduk di kursi makan. Dia mengambil air putih yang belum sempat dihabiskan lalu menegaknya pelan.

"Iya juga, sih. Belum tentu juga Pak Lucas tinggal di sini." Vanel duduk di depan Sanya sambil merapikan rambut. "Lagian gue nggak sepenuhnya salah."

"Betul!" Sanya menjentikkan jari. "Kalau ada Pak Lucas, pura-pura nggak tahu aja. Paling, beberapa hari lagi dia lupa."

All OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang